Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Jokowi Tak Usah Angkat Honorer K-2 Jadi PNS, Belum Dibutuhkan

13 Februari 2016   20:11 Diperbarui: 13 Februari 2016   20:24 3896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Demo tenaga honorer k-2 di Istana Negara I Sumber Kompas.com"][/caption]

Ribut soal tenaga honorer K-2 mencuat. Para tenaga honorer itu menuntut diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Kasus tenaga honorer ini menjadi menarik karena banyak sekali terungkap masalah KKN dalam perekrutan. Contohnya perekrutan di Bangkalan dengan Fuad Amin yang meminta uang dari calon pegawai negeri sipil. Presiden Jokowi harus mencermati pengangkatan tenaga honerer ini. Menteri PAN sudah benar membatalkan pengangkatan tenaga kerja honorer sebanyak 440,000 lebih tersebut. Mari kita tengok 5 pertimbangan tentang masalah pengangkatan tenaga honorer ini dengan hati gembira ria riang girang senang suka-cita bahagia pesta-pora menari menyanyi selamanya senantiasa.

Pertama, yang mengangkat tenaga honorer adalah bupati atau walikota di daerah. Tenaga kerja honorer ini diangkat oleh pejabat daerah tanpa kompetensi dan kualifikasi yang memadai. Maka persoalan tenaga honorer itu tidak perlu dilemparkan ke pusat. Daerah pun seharusnya menjelaskan tentang porsi dan jumlah tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan.

Kedua, pengangkatan para tenaga honorer hanya sekedar mengangkat di luar kepentingan sepenuhnya tenaga kerja PNS di lingkungan daerah tertentu. Jumlah tenaga PNS yang ada kurang difungsikan dan diberdayakan dan pengangkatan tenaga kerja honorer membuat dualism kinerja di lingkungan kerja daerah. Tenaga PNS memberikan delegasi pekerjaan kepada para tenaga honorer dan seolah menjadikan tenaga honorer bawahan PNS lainnya.

Ketiga, pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS tidak mengacu pada keadilan seleksi CPNS yang fair. Para tenaga honorer ini diangkat tanpa seleksi dan lebih banyak para kerabat dan pemilik kepentingan para pejabat di daerah. Seleksi CPNS model K-2 ini tidak menghasilkan CPNS sesuai dengan kompetensi karena proses seleksinya terbatas bersaing antar tenaga honorer saja. Nah, demikian pula pemerintah tidak bisa begitu saja mengangkat 440,000 tenaga honorer tanpa seleksi.

Keempat, alokasi dana pengangkatan tenaga PNS harus dilakukan untuk yang lebih produktif yang mendukung perencanaan program kerja seperti Kementeriaan KKP, Kementerian Desa, dan sektor lain yang lebih produktif daripada menambah beban APBN lewat dana dan anggaran pemerintah daerah.

Kelima, pengangkatan tenaga honorer menjadi  PNS melanggar aturan moratorium pengangkatan tenaga kerja PNS, kecuali di bidang yang dikecualikan. Jika tenaga honorer diangkat menjadi PNS akan semakin besar lagi tuntutan ke pemerintah pusat.

Dengan demikian, pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi tidak perlu mengeluarkan diskresi khusus tentang pengangkatan tenaga kerja honorer K-2 ini. Tidak perlu mengangkat mereka sama sekali. Di samping itu, pengangkatan tenaga honorer K-2 ini melanggar moratorium pengangkatan PNS.

Salam bahagia ala saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun