Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Beda Setya Novanto dan Medsos Tangkap Pesan Presiden Jokowi Usai Makan di Istana

29 Desember 2015   13:40 Diperbarui: 29 Desember 2015   13:40 3116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Fadli Zon dan Setya Novanto I Sumber Kompas.com"][/caption]

Publik banyak salah sangka dengan pernyataan Presiden Jokowi tentang mengabarkan berita optimisme. Sejak makan di Istana dengan siapapun, Facebook, Kompasianer alias penulis di Kompasiana, entah itu pula Slank, Go-jek, para tokoh, budayawan, pelawak, selain menyerap aspirasi, himbauan menuliskan optimisme banyak ditanggapi oleh pendengar secara berbeda. Semua pewarta media sosial lantas usai bertemu dengan Presiden Jokowi membuat dan menuliskan berita baik selalu tentang Presiden Jokowi – dengan menghilangkan berita atau fakta berimbang tentang Presiden Jokowi dan harapan Indonesia.

Mari kita telaah sikap Presiden Jokowi yang gagal ditangkap oleh para pemakan siang di Istana dengan hati gembira ngakak tertawa menertawai beredarnya tulisan yang menjadi sewarna dengan Presiden Jokowi hingga kehilangan jati diri sambil menari menyanyi berdansa break-dance suka-suka selamanya senantiasa.

Presiden Jokowi bukanlah orang yang anti kritik. Jangankan dikritik, dikata-katain pun Presiden Jokowi akan tetap sabar. Presiden Jokowi tidak akan gampang tersinggung meskipun dikatakan bodoh, keras kepala, koppig seperti ucapan mafia Petral Muhammad Riza Chalid dalam rekaman kasus Setya Novanto Papa Minta Saham. Bahkan usai Setya Novanto, Fahri Hamzah dan Fadli Zon diundang makan di Istana pun, mereka tetap tidak berubah daya kritisnya. Dan, bagi Presiden Jokowi tidak masalah.

Jauh sebelum itu pun, sejak menjadi Walikota Solo, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo pun pernah muncul dengan serangan atas pribadi Presiden Jokowi dengan sebutan: “Walikota Solo itu bodoh,” terkait dengan pembangunan mal di lokasi pabrik es Petojo. Pun Jokowi tidak marah.

Ketika terjadi serangan pribadi di kampanye Pilpres 2014, dari mulai Boneka, Raisopopo, dan bahkan Obor Rakyat yang dibiayai oleh mafia Petral dan migas Riza Chalid, Jokowi dan ketika sudah menjadi Presiden RI pun para pelaksana dan orang suruhan tidak dilaporkan oleh Presiden Jokowi. Kenapa? Selain sabar dan rasional, redaksi dan penanggung jawab hanyalah suruhan para mafia sehingga bukanlah target yang harus diburu: hanya boneka, hanya kuli, bukan otak penyebar kebencian Obor Rakyat.


Namun, selain itu Presiden Jokowi sangat memahami pentingnya komunikasi di media sosial. Untuk itu Presiden Jokowi memiliki akun di Facebook dan Twitter yang benar-benar dioperasikan oleh dirinya; bukan suruhan atau ada operatornya. Pun, kegunaan kedua media sosial itu pun untuk memberitakan tentang rakyat, pembangunan, dan optimisme dan penghargaan kepada rakyat. Tak pernah satu kali pun Presiden Jokowi menggunakan kedua medsos Facebook dan Twitter itu untuk curhat masalah pribadi atau menyerang orang lain, atau menggurui orang lain, menggurui presiden negara lain.

Kesadaran tentang pentingnya media sosial untuk membangun negara, membuat Presiden Jokowi mengingatkan, jika optimisme dan kisruh menjadi dominan, maka yang akan terjadi adalah rakyat gelisah, semangat rakyat menurun dan itu menghambat pembangunan. Untuk itu, artikel dan tulisan bersemangat yang menggambarkan optimisme bangsa – yang jelas ada plus dan minusnya berikut solosinya menjadi penting. Jangan kira Presiden Jokowi tidak memerhatikan tulisan atau komenter negatif.

Bambang Soesatyo pun menjadi bagian yang diingat oleh Presiden Jokowi akibat kritikan-kritikannya yang tajam kepada Presiden Jokowi. Namun, yang digaris-bawahi adalah Presiden Jokowi sama sekali tak menginginkan kegaduhan dan keributan yang tidak perlu dalam politik dan pembangunan. Tentang cara membangun tidak harus selalu memuji-muji Presiden Jokowi. Kritik tajam pun selama benar dan sesuai fakta tak akan menjadi masalah buat Presiden Jokowi.

Nah, terkait dengan upaya menyebarkan berita optimisme – misalnya menjelang 31 Desember 2015 masuk ke MEA – Indonesia tidak perlu takut dan pesimis bersaing dengan 10 negara lain di Masyarakat Ekonomi ASEAN yang mengatur perdagangan bebas secara bertahap di ASEAN. Itu salah satu contohnya.

Namun demikian memang karena para pegiat medsos berlatar belakang berbeda-beda, ada banyak pegiat medsos di Facebook, Twitter, dan juga Kompasiana yang gagal paham pesan Presiden Jokowi. Kegagalan itu terwujud dalam bentuk puja-puji terhadap Presiden Jokowi dan kehilangan daya kritisnya ketika menulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun