Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Aksi Prabowo dan Reaksi Diam Rakyat 1996-1998 dan Kewaspadaan Rakyat 2014

19 Agustus 2014   19:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:08 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aksi politis dan orasi Prabowo belakangan ini mencerminkan gambaran Prabowo yang sangat mirip dengan eyang saya Presiden Soeharto pada 1996-1998. Pada masa itu Pak Harto bertindak semau-mau Pak Harto tanpa ada yang mengerem. Kompor informasi pemanas waktu itu tak lain adalah para petinggi partai termasuk Akbar Tandjung, Harmoko, Soedomo, dan tentu Feisal Tandjung.

Pak Harto bertingkah membungkam setiap gerakan demokrasi. Intervensi hukum dan politik dengan mengadu domba PDI dan puncaknya peristiwa 27 Juli 1996 adalah bukti kekuatan Pak Harto. Gus Dur pun ketika terpilih menjadi Ketua PB NU tidak disetujui dan tak direstui oleh Pak Harto. Pendeknya, Pak Harto adalah penguasa, penentu, dan pewarna kehidupan rakyat dalam bernegara, berbangsa dan beragama.

Kini dengan kondisi yang berbeda muncul karakter dan sikap hidup politik ala Pak Harto dalam diri Prabowo Subianto. Yang membedakan antara Pak Harto dengan Prabowo adalah Prabowo tidak memiliki kekuatan, kekuasan dan pengaruh, bahkan jabatan pemerintahan sekelas RT pun Prabowo tak memiliki.

Prabowo bertingkah laku bak maharaja yang berkuasa. Prabowo menganggap diri pemimpin Koalisi Permanen dan penguasa hitam putihnya Jokowi-JK dan Indonesia. Prabowo berpikir bahwa hanya Prabowo-lah yang layak dan pantas memimpin Indonesia dengan aneka jargonnya: menyelamatkan Indonesia. Persis seperti Pak Harto yang tidak rela mundur dari jabatan dan tidak yakin ada orang selain Soeharto yang bisa membangun Indonesia dengan stabilitas politik, ekonomi, dan militer mumpuni.

Sikap dan nasihat politis untuk Prabowo dari Ical, Idrus Marham, Fahri Hamzah, Fadli Zon dan sederet pentolan partai dan politikus secara langsung dinikmati dan dijalankan tanpa disaring terlebih dahulu. Sikap sudah merasa menang itu membuat Prabowo bertindak di luar logika politis orang normal dan negarawan. Hingga setiap aksi dan keputusan politik dijawab dengan reaksi politik lainnya.

Prabowo berusaha meniru sepak terjang Soeharto pamer kekuatan namun sekali lagi Prabowo lupa: Prabowo bukan orang kuat. Soeharto adalah orang kuat yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Hal itu dapat dilihat dari serangkaian cara taktis Soeharto mengudeta Bung Karno. Soeharto pun membuang teks asli Supersemar dan sampai sekarang tak ada satu pun dokumen tentang Supersemar yang asli. Tak seorang menteri atau petinggi militer yang berani membeberkan tentang Supersemar. Bahkan Amir Machmud, AH Nasution, sampai akhir hayatnya tak membuka rahasia kudeta halus ala Soeharto. Jenderal yang dekat dengan Soeharto pun semacam Sarwo Edhie Wibowo - besan SBY pun tak berkutik dan dibungkam oleh Pak Harto.

Prabowo adalah politikus rapuh. Dokumen pemecatan dirinya dari dinas TNI dibeberkan bak pembungkus kacang goreng. Semua hal tentang sepak terjang Prabowo dibuka oleh orang tertentu tanpa Prabowo mampu membela diri. Prabowo tak mampu menuntut berbagai pihak yang membocorkan dokumen rahasia militer. Bahkan ketika Moeldoko menyebutkan bahwa Mabes TNI tak menyimpan dokumen pemecatan Prabowo berdasarkan DKP (Dewan Kehormatan Perwira), Prabowo pun tak bisa dan tak mampu menuntut. Diam.

Kesamaan Prabowo dengan Pak Harto hanya terletak pada kenekatan dan para penasihat di belakang Pak Harto dan Prabowo. Pak Harto memiliki kompor bernama Harmoko, Soedomo dan Feisal Tandjung. Ketiga orang ini yang meyakinkan Pak Harto untuk maju lagi sebagai Presiden RI untuk ke-7 kalinya artinya maunya berkuasa terus. Harmoko pada akhirnya justru mengumumkan dan mengultimatum Pak Harto, sama dengan Soedomo dan Feisal Tandjung yang diam ketika Pak Harto lengser keprabowo alias ‘berhenti' sebagai Presiden RI.

Kini, di kubu Prabowo banyak penasihat politik seperti Aburizal Bakrie, Fadli Zon, Anis Matta, Fahri Hamzah, Idrus Marham, Suryadharma Ali yang memberikan nasihat politik dan hukum sesuai kepentingan mereka masing-masing. Prabowo hanya menjadi kuda tunggangan. Para penasihat politik itu nanti akan tunggang-langgang, lari dan ngacir. Utamanya Ical (baca: Golkar) akan lari dari Prabowo seperti halnya Harmoko, sebagai pentolan Golkar waktu itu 1998, juga karena desakan kepentingan dan realitas politik lari dari mendukung Soeharto.

Alam bawah sadar pemikiran Prabowo yang meniru eyang saya Pak Harto dengan serangkaian tindakan politik nekat, tak membuahkan hasil. Situasi Pak Harto saat itu adalah penuh kekuatan. Sementara sekarang ini Prabowo tidak memiliki kekuatan apapun selain ‘potensi kekuatan di parlemen' yang belum terbukti. Prabowo lupa bahwa sekarang ini justru Jokowi yang realitanya memiliki kekuatan dan dukungan dari SBY, Moeldoko, Sutarman dan banyak elite partai Golkar seperti Agung Laksono yang terang-terangan mendukung Jokowi. Juga SBY dengan Partai Demokrat dan PPP setelah Suryadharma Ali terjungkal di Munaslub pada Oktober 2014.

Jadi, sebenarnya Prabowo lupa atau tidak tahu bahwa kondisi sosial politik pasca Pilpres 2014 saat ini adalah gambaran diamnya rakyat pada 1996-1998 yang akan bergerak manakala Prabowo dengan kubunya bertindak di luar kepatutan politis dan keamanan. Tak hanya tokoh politik, rakyat pun akan bertindak tegas untuk menghentikan sepak terjang Prabowo, sama dengan rakyat yang menghentikan sepak terjang politis Pak Harto. Dan, Prabowo menerima atau menolak keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) akan sama saja nasibnya: gulung tikar secara politis dan tamatlah karir dan mimpi menjadi Presiden Republik Indonesia.

Salam bahagia ala saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun