Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Amien Rais Vs. Jokowi-Ahok: Analisis Psikologi Post-Power Syndrome

30 September 2012   15:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:27 5899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oh kalau manusia yang satu ini aneh bukan main. Rasanya Amien Rais selepas kehilangan kekuasaan di MPR dan gagal menjadi presiden 2004 menjadi manusia bermasalah dengan dirinya. Rasa nikmat menjadi pejabat memabukkan dirinya. Makanya satu-satunya mainan miliknya ya PAN. Dengan PAN Amien Rais masih dianggap sebagai manusia oleh banyak orang. Amien Rais masih bermimpi didengar omongannya. Karena bagi orang secerdas dan sebrillian Amien Rais, tak ada kenikmatan selain ucapannya didengarkan oleh banyak orang.

Manusia semakin tua semakin dekat dengan kubur dan kematian. Kenikmatan duniawi bahkan bisa menutup kesadaran bahawa akhirat itu ada. Kalangan manusia yang dulunya susah, lalu bangkit menjadi cukup kaya, kadang menjadi galau.

Terkadang meragukan eksistensi akhirat. Gampang sekali melihat orang seperti ini. Lihatlah pernyataannya. Secara psikologis, manusia yang mencla-mencle, tidak konsisten, cenderung tidak bisa dipegang omongannya.

"Loh kenapa dia masih saja merecoki pilihan rakyat DKI?" tanyanya lebih lanjut.

"Amien Rais lebih suka dengan orang yang mirip dirinya! Status quo, tua, galau, rasis! Memilih orang lain sebenarnya menegaskan siapa diri kita! Amien Rais ya kelasnya kelas Foke, Hidayat Nur Wahid, Rhoma Irama, MUI DKI, Marzuki Alie. Barisan sakit hati!"

"Iya. Harusnya kalau sudah kalah tidak usah menggiggau dan menggugat. Ngaku kalah secara legowo lebih dihargai. Omongan kamu ya harimau kamu. Amien Rais harusnya ingat itu!"


"Makin kelihatan post-power syndrome Amien Rais!"

Diskusi berhenti, aku menggandeng kekasihku turun dari mobil. Kami menyeberang dengan boat ke sebuah pulau. Malam itu kami menghabiskan waktu di Pulau Untung Jawa. Di bawah cahaya bulan purnama dan deburan ombak pantai Kepulauan Seribu kami memadu cinta. Aji mumpung masih muda menjadi senjata. Bagaimana lagi rasanya kalau sudah demikian tua seumur Amien Rais belum tentu aku bisa berlibur seperti ini. Mumpung masih muda dan ada waktu kami menikmati hidup yang indah.

Kata orang menikmati masa muda dengan wajar, bahagia dan sejahtera dan berpikir positif bisa menghindari post power syndrome seperti yang dialami Amien Rais. Soalnya jelas, bagi orang susah dan tak bahagia dan hanya ada kesempatan menikmati hidup ketika sudah tua, maka rasa sesal menggejala dan memeluk jiwa. Jiwa memerintahkan imajinasi seandainya; seandainya dulu, sandainya waktu bisa diputar...dst.

Nah, jiwa yang sakit itu akan iri dan dengki jika melihat orang lebih muda seperti Jokowi-Ahok berkuasa. Apalagi berkuasa di DKI Jakarta yang perputaran uangnya sangat besar. Amien Rais jelas iri dengki. Ini sejalan dengan cara berpikirnya yang sudah melenceng!

"Sayang, mari kita nikmati hidup agar kalau kita tua tak galau dan mengalami post power syndrome...." Ajakku pada kekasihku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun