Mohon tunggu...
Nino Histiraludin
Nino Histiraludin Mohon Tunggu... profesional -

Mencoba membagi gagasan. Baca juga di www.ninohistiraludin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

GERDEMA, Wujud Nyata Kesejahteraan Desa

25 November 2014   21:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:52 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14169016771643074538

Membaca buku Revolusi Dari Desa karya DR Yansen TP, MSi layaknya kita belajar tentang banyak kearifan mengenai inovasi pemerintah daerah. Secara konkrit Bupati Malinau Kalimantan Utara ini melakukan inovasi yang patut diapresiasi. Pembelajaran yang jelas dan runtut tersaji dalam buku setebal 180 hal (+ xxviii) terbitan Elex Media Komputindo. Beberapa hal yang melandasi kebijakan beliau diuraikan secara jelas.

Sebagai mantan camat, DR Yansen tahu betul ada beberapa kebijakan yang selalu berganti-ganti dan seringkali tidak memberi manfaat cukup signifikan bagi masyarakat. Pun kadangkala pendekatan dari sebuah kebijakan di satu daerah tidak bisa diterapkan dengan sama di daerah lain (dalam konteks negara Indonesia). Maka meletakkan paradigma pembangunan partisipatif (participatory approach) menjadi landasan yang cukup penting (hal 10).

Seiring dengan mendorong partisipatisi, disertai dengan kepercayaan kepada stakeholders desa baik pemerintah desa maupun masyarakat merencanakan dan melaksanakan pembangunan. Pemerintah Daerah faham betul bahwa kini masyarakat sudah berdaya dan mampu dalam merencanakan pembangunan. Sebab baiknya pembangunan yang akan merasakan ya masyarakatnya sendiri.

Berdasarkan hal tersebut, DR Yansen merancang kebijakan pembangunan bernama Gerakan Desa Membangun (GERDEMA) yang termaktub dalam Visi Kepala Daerah. Di point ke 7 Misi pembangunan Malinau tertulis "Perencanaan dan implementasi pembangunan perdesaan melalui Gerakan Desa Membangun (GERDEMA) dalam rangka memperkuat otonomi desa dan penciptaan kekuatan masyarakat serta pemerintahan desa, untuk menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan desa dan pelayanan berkualitas kepada masyarakat" (hal 22).

Ternyata GERDEMA bukan sekedar slogan, jargon atau tipu-tipu sang kepala daerah melainkan komitmen nyata. Hal ini direalisasikan dengan pemberian Anggaran Desa sebesar Rp 1.2 M tiap desa sejak tahun 2012. Padahal saat itu Undang-Undang No 6 Tahun 2014 baru diinisiasi alias masih menjadi wacana. Rupanya DR Yansen melihat tanpa memberikan kewenangan penuh kepada desa, otonomi yang sebenarnya memberdayakan rakyat tidak akan pernah terwujud.


Contoh sederhananya adalah pemberian otonomi kepada kabupaten/kota yang tidak disertai banyak kewenangan terutama pengelolaan keuangan daerah. Pajak atau retribusi yang diserahkan ke daerah kelasnya recehan. Penyerahan PBB ke daerah baru saja dilakukan tahun 2012 meski otonomi daerah diberlakukan sejak 1999. Akibatnya selain belanja PNS diberbagai daerah mayoritas menghabiskan 65-75% APBD, pendapatan asli daerah juga tidak lebih dari 30 persen.

Walaupun demikian, ada batasan desa di Malinau dalam merencanakan kebutuhan. Supaya ketika desa merencanakan pembangunan bukan berbasis keinginan tapi kebutuhan. Hal ini penting supaya uang yang dialokasikan ke desa benar-benar bermanfaat. Adapun 4 hal penyaring bagi rencana desa yaitu kebutuhan, memiliki aksesibilitas yang tinggi, unggulan serta  berdampak besar terhadap pengembangan wilayah (hal 63).

Tak tanggung-tanggung, DR Yansen TP, MSi dalam bukunya juga menjabarkan hasil evaluasi kebijakan GERDEMA. Hal ini menandakan bahwa dirinya membuka diri ke publik ada kebijakannya yang memang harus didorong lebih besar lagi, ada yang harus diperhatikan, ada yang butuh dibenahi dan lain sebagainya. Untuk soal transparansi, dalam proses anggaran elemen masyarakat baru 40,74%) persen yang mengetahui meski prosentase masyarakat yang mengetahui jumlah dana yang diterima lebih besar (52,64 %).

Demikian pula untuk pemanfaatan anggaran (penggunaa, pengguna maupun penerima manfaat)  masih sebesar 53,33 dan 52,56 persen saja masyarakat yang tahu. Tingkat partisipasi di pembahasan APBDes juga butuh ditingkatkan (32,48 %) (hal 172). Dalam hal akuntabilitas, pemahaman masyarakat lebih tinggi. Sebut saja mengenai pelaksanaan GERDEMA mencapai 61,55 % dan mengetahui jenis kegiatan mencapai 58,05 %. Dalam hal siapa yang melaksanakan kegiatan maupun pembelian barang ada sebesar 51,51% dan 49 % yang menmahami (hal 173).

Kemudian GERDEMA juga mendorong peningkatan komitmen aparatur pemerintah dalam pelayanan diberbagai bidang. Pada Mutu Pendidikan masyarakat yang menilai terjadi peningkatan ada 76,22%, untuk Mutu Kesehatan masyarakat yang menilai ada peningkatan yakni 75,32%. Untuk terjadinya peningkatan penyediaan air bersih direspon 67,83%, dalam hal peningkatan penyediaan listrik juga diapresiasi 67,84%. Yang lebih menarik adalah peningkatan mutu, kecepatan hingga pemerataan layanan pemerintah yang masing-masing mendapat 80.24%, 78,43% dan 79,15% (hal 175).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun