Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, Asrar Atma, dll. Buku solo 31 judul, antologi berbagai genre 201 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rezeki dari Jemari yang Menulis

10 September 2025   07:15 Diperbarui: 10 September 2025   07:15 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rezeki dari Jemari yang Menulis


Pagi itu, cahaya matahari menembus jendela dengan ramah. Di lantai ruang tamu, enam pasang mata bulat menatap penuh harap. Cantik, Jelita, Telon, Iyeng, Cikoku, dan Kumoru---kucing-kucing yang menjadi bagian dari keluarga kecilku---berkumpul seakan tahu waktunya sarapan.

Aku tersenyum getir. Persediaan pakan di sudut dapur tinggal secuil, cukup hanya untuk sekali tuang. Dalam hati aku berbisik, "Ya Tuhan, semoga ada jalan."

Beberapa hari sebelumnya, aku sempat menalangi teman untuk membeli buku. Uang sakuku terkuras dan hingga kini belum kembali. Namun, aku tidak menyesal. Bagiku, menolong teman itu juga rezeki. Hanya saja, di sisi lain, aku juga cemas: bagaimana dengan kucing-kucing ini?

Tiba-tiba notifikasi di ponsel berbunyi. Sebuah pesan masuk dari panitia lomba menulis cerpen anak. Aku membacanya sekali, dua kali, hingga akhirnya meyakinkan diri bahwa aku tidak salah paham. Aku memenangkan hadiah juara pertama, ah ... sebuah penghibur kecil---uang saku yang cukup untuk membeli pakan kucing selama beberapa hari ke depan.

Air mataku menetes. Bukan karena jumlahnya besar, melainkan karena waktunya sangat tepat. "Maha Kaya Engkau, ya Allah," bisikku lirih.

Dengan ringan langkah, aku segera menuju toko pakan. Di rumah, keenam kucing itu menyambut dengan ekor tegak dan suara mengeong riang. Saat butiran pakan dituangkan, mereka berebut dengan bahagia. Pemandangan sederhana itu membuat dadaku terasa hangat.

Aku sadar, menulis bukan hanya untuk menuangkan rasa, melainkan juga bisa menjadi jalan rezeki. Dan pagi itu, aku belajar sesuatu: Allah selalu memperhatikan makhluk-Nya, bahkan melalui hal kecil yang tak pernah kuduga.

Menang lomba bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan pengingat. Bahwa di balik setiap kata yang kita tulis, ada pintu-pintu rezeki yang bisa terbuka. Dan ketika rezeki itu tiba di waktu yang paling dibutuhkan, bukankah itu tanda bahwa kasih Tuhan tak pernah absen?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun