Induk Rusa dan Daun Penolong
Di pinggiran sebuah hutan lebat, seekor induk rusa berlari tertatih-tatih. Anak panah menancap di punggungnya, menimbulkan rasa sakit luar biasa. Untunglah bidikan pemburu tadi tidak terlalu tepat, sehingga ia masih bisa meloloskan diri. Meski demikian, darah perlahan merembes keluar, dan tenaganya kian melemah.
Yang membuatnya lebih cemas, dua anaknya masih menunggu di sebuah semak aman yang ia pilih sebagai tempat persembunyian. Ia sedang menyusui mereka, dan bayangan tentang anak-anaknya yang kelaparan membuat hatinya hancur.
Rusa itu akhirnya berhenti di bawah sebuah pohon besar, mencoba bernaung. Ia mengerang pelan, menahan perih. Ternyata, di atas pohon itu seekor monyet sedang rebahan sambil menggaruk perut. Monyet itu bernama Monyi. Mendengar erangan lirih, ia mengintip ke bawah, terkejut melihat seekor rusa terkulai lemah dengan anak panah menancap di punggung.
"Ya ampun, apa yang terjadi padamu, Rusa?" seru Monyi sambil melompat turun.
"Aku... aku kena panah pemburu. Untung tidak tertangkap, tapi... rasanya sakit sekali," ujar rusa dengan suara bergetar.
Monyi memeriksa lukanya. "Untunglah panahnya tidak terlalu dalam. Aku tahu daun obat yang bisa membantu menghentikan darah dan mempercepat pengeringan luka. Tunggu di sini, jangan bergerak terlalu banyak."
"Terima kasih, Sahabat. Tapi aku sangat khawatir... aku meninggalkan dua anakku. Mereka pasti kelaparan."
"Tenanglah," kata Monyi menepuk pundaknya. "Kalau lukamu tidak segera diobati, engkau tak akan bisa pulang dengan selamat. Biarkan aku carikan daun itu dulu."
Monyi lalu berlari lincah di antara pepohonan, memetik beberapa daun hijau yang dikenal mujarab untuk luka. Ia mengunyahnya sampai halus, lalu menempelkannya ke luka rusa. Sensasi dingin menyebar, membuat rasa perih sedikit mereda.
"Bagaimana rasanya?" tanya Monyi.