Gagaow, si Gagak Malas Mandi
Di sebuah hutan rindang di tepi rawa, hiduplah seekor burung gagak muda bernama Gagaow. Bulunya hitam legam, berkilau pekat laksana bara arang yang tertiup angin malam. Karena itulah, tak seorang pun lagi memanggilnya dengan nama asli. Semua penghuni hutan hanya mengenalnya dengan sebutan Arang. Lama-kelamaan, nama Gagaow pun terlupakan, tenggelam dalam bayang warna bulu yang melekat padanya.
Sayangnya, bulu Arang tampak kusam, bau, dan lengket. Semua itu karena satu hal: ia sangat malas mandi.
Setiap kali ibunya, Ibu Ranti, menyuruhnya mandi, Arang selalu mencari alasan.
"Nanti saja, Bu! Aku sedang sibuk mencari serangga," katanya sambil berpura-pura mematuki tanah.
Besoknya ia beralasan lain, "Aku kan sudah kehujanan kemarin, jadi otomatis bersih, Bu."
Padahal, saat hujan turun, ia hanya berteduh di bawah cabang pohon besar, nyaris tidak basah.
Ibu Ranti sering menghela napas panjang.
"Arang, kalau bulumu terus dibiarkan kotor, nanti bisa terkena kutu, gatal, bahkan sakit," nasihatnya.
Namun, Arang tetap santai. "Ah, Bu, justru bulu kotor ini membuatku hangat," ujarnya bangga.
Ibu Ranti sudah menyiapkan sabun alami dari buah lerak dan sampo dari bunga-bungaan. Ia berharap Arang mau mencoba. Akan tetapi, si anak gagak itu tetap bergeming, memilih terbang ke sana-kemari dengan bulu kusamnya.
Suatu sore, langit gelap oleh awan pekat. Angin menderu membawa aroma hujan. Arang justru gembira bukan main. Ia mengepakkan sayapnya, melayang-layang tinggi di udara.
"Hore! Hujan datang!" teriaknya. Menurutnya, hujan adalah mandi gratis dari shower alami.