Jejak di Parit Senyap
Di sebuah desa kecil yang dikelilingi rimba dan tanah gambut di Pulang Pisau, seorang perempuan muda ditemukan tak bernyawa di tepi parit. Wajahnya lebam, bajunya tersingkap, dan kabar yang menyebar menyebutkan bahwa ia tengah mengandung. Namanya Nirmala.
Nirmala adalah perawat yang dikenal lembut dan pendiam. Sejak beberapa bulan terakhir, ia memilih tinggal sendiri di sebuah rumah kontrakan di Jalan Rajawali, jauh dari keluarganya di Palangka Raya. Beberapa tetangga kadang melihatnya pergi pagi-pagi, membawa tas selempang kecil dan parasut hitam---menuju tempat kerja, atau sekadar belanja kebutuhan sehari-hari. Namun, tidak banyak yang benar-benar mengenalnya. Sejak bercerai dari Rehan, pria yang dulu dicintainya sepenuh hati, Nirmala lebih banyak menyendiri.
Dari pernikahan lima tahun itu, ia dikaruniai dua anak. Sayangnya, anak keduanya meninggal dunia saat masih bayi. Anaknya yang pertama kini tinggal di Riau, bersama kakeknya. Nirmala, yang semula seorang apoteker dan perawat, memilih berhenti dan mengurus anak, hingga akhirnya benar-benar sendiri.
Hari itu, jenazahnya ditemukan oleh seorang pencari rotan yang lewat di tepi parit. Berita menyebar seperti api menyambar daun kering. Tuduhan liar beterbangan di media sosial. Nama Rehan mencuat di antara bisik-bisik dan komentar pedas.
Namun Rehan, melalui kuasa hukumnya, menepis semua tuduhan. Ia sedang dalam perjalanan menuju Sampit ketika menerima kabar duka itu.
"Mereka telah resmi bercerai Januari lalu, bahkan pisah rumah sejak September," ujar pengacaranya dalam konferensi pers. "Klien kami tidak memiliki motif, tidak memiliki hubungan buruk dengan almarhumah."
Meski Rehan tampak tenang di hadapan wartawan, hatinya kalut. Ia mengingat malam terakhir mereka bertemu, saat ia mengantar anak mereka kembali ke Pekanbaru. Nirmala menatapnya lama, seolah menyimpan kata yang tak pernah sempat diucapkan.
"Saya sudah tidak kuat sendiri, Rehan ... Tapi saya tak ingin menyusahkan siapa-siapa," gumam Nirmala waktu itu, lirih, hampir tak terdengar.
Kini, perempuan itu telah tiada. Tak ada lagi kesempatan untuk bertanya atau menyesali. Polisi bekerja keras, mencari petunjuk dari luka lebam di wajah, dari jejak di tanah basah, dari isi tas kecil yang ikut ditemukan tak jauh dari tubuhnya---hanya dompet, ponsel yang rusak, dan foto anak sulungnya yang telah di-laminating.
Paman Nirmala, Pak Bahar, datang dari Flamboyan Bawah. Ia berdiri terpaku di depan ruang jenazah, memandangi wajah keponakan yang dulu suka membawakan teh manis tiap sore.