Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saat Selasih Pulang Sejenak

30 Maret 2024   23:46 Diperbarui: 30 Maret 2024   23:54 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya mau beli oleh-oleh sebentar," dalihnya.

 "Tas-e Sampeyan letakkan di depan sini biar aman!" kata sopir sambil menunjuk dashboard agar Selasih meletakkan tas miliknya di sana.

Sang sopir sungguh masih memanusiakan manusia dengan menyebut sampeyan, bukan meng-kamu saja. Sekalipun tergolong kasta bawah, ternyata masih paham tatakrama dan unggah-ungguh berbahasa. Benar-benar kelompok manusia berbudi yang layak diacungi jempol.

 "Beruntung banget Emak memberi kesempatan untukku merantau ke kota menggantikan posisinya sebagai ART. Bukankah memiliki juragan baik hati merupakan idaman para buruh migran alias ART sepertiku? Konon di luar negeri kabarnya begitu banyak juragan tidak manusiawi. Maka, kesempatan emas ini tidak akan kusia-siakan. Mereka bahkan memintaku melanjutkan kuliah dan mengambil les kewanitaan yang kelak bisa berguna bagi kehidupan masa depanku. Hmmm, ... pasti akan kugunakan dengan baik!" pikirnya.

 "Sebenarnya, daripada tinggal di desa daerah pegunungan yang tidak banyak menjanjikan itu, mending merantau ke luar daerah. Apalagi tahun lalu ada puluhan rumah yang terkena retakan tanah dan harus mengungsi. Beruntung rumah sederhana Emak tidak dilalui retakan nendatan itu. Kalau terlewati, bisa jadi cepat atau lambat rumah akan ambruk, dan tanah mengalami ambles. Musim hujan pasti membuat hati ketar-ketir juga, kan? Sangat khawatir," senandika dalam hatinya.

"Apa sih yang diharapkan dari desa minus seperti itu? Hhmmm, harus kuprovokasi nih agar Mas Wawan mau merantau juga," tekadnya membulat.

Selasih dan Pahlawan yang akrab disapa Wawan memang memiliki hubungan spesial. Mereka berjanji suatu saat nanti akan membangun mahligai rumah tangga yang samawa, yakni sakinah, mawadah, warahmah. Mereka berpacaran ala anak muda desa. Artinya, kedekatannya tidak sebebas remaja di perkotaan.

Berjalan menuju ke sawah bersama-sama, ke pasar bareng, sudah cukup membuat mereka puas. Paling-paling hanya berjalan bersama di pematang sawah sambil mencari telur bebek yang tertinggal di persawahan. Berburu telur tercecer merupakan aktivitas menyenangkan juga bagi mereka. Tidak pernah nge-date layaknya remaja di perkotaan.

Wawan termasuk pemuda desa yang tampan dan berperangai baik. Keluarganya mendidik dengan adab dan sopan santun tinggi. Tak pelak kalau banyak yang bersimpati dengan nasib Wawan. Sebenarnya dia punya seorang kakak lelaki, tetapi sama dengan ayah, kakaknya itu pergi merantau dan lupa pulang. 

"Wah, iyaaa ... kayaknya kalau aku menikah dengan Mas Wawan, tidak bisa berkutik juga sih. Pasti ibunya melarang untuk pergi jauh darinya. Ah, entahlah ... bagaimana nantinya saja!" pupus Selasih pasrah.

 "Mbak, ada kabar apa tentang Mas Wawan?" selidik Selasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun