Mohon tunggu...
Rahayu Ningsih
Rahayu Ningsih Mohon Tunggu... Guru - mahasiswa PAI

Be as yourself as you want

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Faktor Penyebab Merendahnya Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja

23 Oktober 2019   23:03 Diperbarui: 23 Oktober 2019   23:19 1920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah :Psikologi Pendidikan

DosenPengampu :NailiRofiqoh, S.Psi.,MSi

Disusun Oleh:

Rahayu Ningsih          (1903016032)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2019

FAKTOR PENYEBAB MERENDAHNYA PERKEMBANGAN NILAI, MORAL, DAN SIKAP REMAJA

  • Pengertian Nilai, Moral dan sikap  Remaja

Manusia yang dibesarkan dari bayi kemudian balita hingga anak-anak sampai remaja beranjak  dewasa, tentu saja mempunyai pertumbuhan dan perkembangan secara merata. Pertumbuhan adalah suatu proses pertambahan ukuran, baik volume, bobot, dan jumlah sel yang bersifat irreversible (tidak dapat kembali keasal).Sedangkan perkembangan adalah perubahan atau diferensiasi sel menuju keadaan yang lebih dewasa. Perkembangan berkaitan erat dengan pertumbuhan. Berkat adanya pertumbuhan maka pada saatnya anak akan mencapai kematangan. Perbedaan antara pertumbuhan dan kematangan, pertumbuhan menunjukan perubahan biologis yang bersifat kuantitatif, seperti bertambah panjang ukuran tungkai, bertambah lebarnya lingkar kepala, bertambah beratnta tubuh, dan semakin sempurnanya susunan tulang dan jaringan syaraf. Sedangkan kematangan menunjukan perubahan biologis yang bersifat kualitatif. Akan tetapi, perubahan kualitatif itu sulit untuk diamati atau diukur. [1]

 

Masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya "tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan". Istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, menakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini didukung oleh Piaget yang mengatakan bahwa  secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual. Trasfosmasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua priode perkembangan.[2]

 

Definisi nilai yang dikemukakan oleh para ahli, definisi nilai menurut Spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternative keputusan dalam situasi sosial tertentu. Dalam perspektif Spranger, keperibadian manusia terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai dan kesejarahan. Meskipun menempatkan konteks sosial  sebagai dmensi nilai dalam kepribadian manusia, tetapi Spranger tetap mengakui kekuatan individual yang dikenal dengan stilah "roh subjektif" (subjective spirit). Sementara itu, kekuatan nilai-nilai budaya merupakan "roh subjektif" (subjective spirit). Dalam kacamata Spranger, kekuatan individual atau roh subjektif didudukan dalam posisi primer karena nilai-nilai budaya hanya akan berkembang dan bertahan apabila didukung dan dihayati oleh individu. Penermaan nilai oleh manusia tidak dilakukan secara pasif melainkan secara aktif dan kreatif.

 

Dengan demikian, nilai merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya dan mendorong orang untuk mewujudkannya. Nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai sesuatu yang ingin dicapai. Seara dinamis, nilai dipelajari dari produk sosial dan secara perlahan diinternalisasikan oleh individu serta diterima sebagai milik bersam dengan kelompoknya. Nilai merupakan standar konseptual yang relative secara eksplisit atau implicit membimbing individu dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai serta aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan psikolongisnya.

 

Spranger menggolongkan nilai itu kedalam enam jenis, yaitu      :

 

  • nilai teori atau nilai keilmuan (I),
  • nilai ekonomi (E),
  • nilai sosial atau nilai solidaritas (Sd),
  • nilai agama (A),
  • nilai seni (S), dan
  • nilai politik atau nilai kuasa (K).
  • Nilai keilmuan (I) mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang bekerja terutama atas dasar pertimbangan rasional. Nilai ini depertentangkan dengan nilai agama (A), yaitu suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atas dasar pertimbangan kepercayaan bahwa sesuatu itu dipandang benar menurut ajaran agama.

 

Nilai ekonomi (E) adalah suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan ada tidaknya keuntungan financial sebagai akibat dari perbuatannya itu. Nilai ini dikontraskan dengan nilai seni (S), yaitu suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan rasa keindahan atau rasa seni yang terlepas dari berbagai pertimbangan material.

 

Nilai solidaritas (Sd)adalah suatu nilai yang mendasar perbuatan seseorang terhadap orang lain tanpa menghiraukan akibat yang mungkin timbul terhadap dirinya sendiri, baik berupa keberuntungan atau ketidakberuntungan. Nilai ini dikontraskan dengan nilai kuasa (K), yaitu suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan baik buruknya untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya.

 

Remaja sebagai individu maupun suatu komunitas masyarakat juga memiliki nilai-nilai sebagaimana disebutkan di atas. Dinamika maupun perkembangannya juga konsisten. Selain itu, juga tergantung pada kelompok masyarakat tradisional ataukah modern para remaja itu berkembang.[3]

 

Definisi moral yang berasal dari kata Latin mores yang artinya tata cara dalam kehidupan,adat istiadat, atau kebiasaan. Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil dan seimbang. Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.[4]

 

Adapun sikap menurut fishbein (1975) mendefinisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespons secara konsisten terhadap suatu objek. Sikap merupakan variable laten yang mendasari, mengarahkan, dan memengaruhi perilaku. Sikap  tidak identik dengan respons dalam bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung  tetapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati. Secara operasional, sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan respons reaksi dari sikapnya terhadap objek, baik berupa orang, peristiwa, atau situasi.[5]

 

  • Karakteristk Nilai, Moral dan sikap remaja

 

Karena masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi suatu periode yang sangat penting dalam pembentukan nilai. Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan pentingnya tat nilai dan mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sabagai pedoman, pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang. Pembentukan nilai-nilai baru dilakukan dengan cara identifikasi dan imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja berusaha mengembangkannya sendiri.

 

Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berpikir operasional formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu  permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral  yang menjadi dasar hidup mereka. Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggungjawabkannya secara pribadi.[6] 

 

Michael mengemukakan empat perubahan dasar moral yang harus dilakukan oleh  remaja, yaitu sebagai berikut.

 

  • Pandangan moral individu makin lama menjadi lebih abstrak.
  •  
  • Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan yang kurang pada apa yang salah.
  •  
  • Penilaian moral yang semakin kognitif mendorong remaja untuk berani mengambil keputusan terhdap berbagai masalah moral yang di hadapinya.
  •  
  • Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral menimbulkan emosi.[7]

 

Tingkat perkembangan fisik dan psikis yang dicapai remaja berpengaruh pada perubahan sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang cukup menycolok dan ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap menentang nilai-nilai dasar hidup orang tua dan orang dewasa lainnya.[8]

 

  • Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan nilai, moral, dan sikap.

 

Nilai, moral, dan sikap adalah aspek-aspek yang berkembangan pada diri individu melalui interaksi antara aktivitas internal dan pengaruh stimulus eksternal. Pada awalnya seorang anak belum memiliki nilai-nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tertentu atau tentang apa yang dipandang baik atau tidak baik oleh kelompok sosialnya. Selanajutnya, dalam berinteraksi dengan lingkungan, anak mulai belajar mengenai berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan nilai, moral, dan sikap. Dalam konteks ini, lingkungan merupakan faktor yang besar pengaruhnya bagi perkembangan nilai, moral, dan sikap individu.

 

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana reaksi yang tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan memengaruhi perkembangan nilai, moral, dan sikap individu yang tumbuh dan berkembang di dalamya.

 

Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah,dan masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola asuh bina asih, dan religius dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang memilikii budi luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku terpujji. Sebaliknya, individu yang tumbuh dan berkembang dengan kondisi psikologis yang penuh dengan konflik, pola interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang tidak berimbang dan kurang religius maka harapan agar anak dan remaja tumbuh dan berkembang menjadi individu yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap perilaku terpuji menjadi diragukan.[9]

 

Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertai doctornya dengan judul The Developmental of Mode of Moral Think and Choice in the years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku tahap-tahap perkembangan Moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral di bagi sebagai berikut.

 

  • Tingkat Prakonvensional

 

Pada tingkat ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata-mata di tafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukum, keuntungan, pertukaran, dan kebaikan). Tingkat ini dapat dibagi menjadi dua tahap:

 

            Tahap orientasi hukuman dan kepatuhan

 

Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak semata-mata menghindarkan hukuman dan pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat "baik", hal itu karena anak menilai tiindakanya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan didukung oleh hukuman dan otoritas.

 

            Tahap orientasi relativitas-instrumental

 

Perbuatan yang benar adalah cara atau alat untuk memuaskan kebutuhan sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiproksitas (timbale-balik) dan pembagian sama rata, tetap ditafsirkan secara fsik dan pragmatis. Resiproksitas ini merupakan cerminan dalam bentuk "jika engkau menggaruk punggungku, atau juga akan menggaruk punggungmu".  Jadi, perbuatan baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih ataupun keadilan.

 

  • Tingkat Konvensional

 

Pada tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Ia memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa menghindahkan akibat yang segera dan nyata. Tingkat ini memiliki dua tahap.

 

            Tahap orientasi kesepakatan antarpribadi atau orientasi

 

Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran steorotif mengenai perilaku mayoritas atau "alamiah". Perilaku sering dinilai menurut niatnya.

 

            Tahap orientasi hukuman dan ketertiban

 

Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri.

 

  • Tingkat pasca-konvensional (otonom/berlandasan prinsip)

 

Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang meiliki keabsahan dan dapat ditetapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsi-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini :

 

            Tahap orientasi kontrak sosial legalitas

 

Pada umumya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cendrung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak adalah soal "nilai" dan "pendapat"pribadi.

 

            Tahap orientasi prinsip etika yang berlaku disetiap Negara

 

Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis.Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperative kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti kesepuluh perintah Allah. Pada hakikat inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiproksitas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual.[10]

 




 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

  • Ali Mohammad dan Asrori Muhammad,2017. psikologi remaja Perkembangan peserta didik, Jakarta:PT Bumi Aksara
  • _________2017. Psikologi remaja perkembangan peserta didik, Jakarta:PT Bumi Aksara
  • _________2017. Psikologi remaja perkembangan peserta didik, Jakarta:PT Bumi Aksara
  • _________2017. Psikologi remaja perkembangan peserta didik, Jakarta:PT Bumi Aksara
  • _________2017. Psikologi remaja perkembangan peserta didik, Jakarta:PT Bumi Aksara
  • _________2017. Psikologi remaja perkembangan peserta didik, Jakarta:PT Bumi Aksara
  • _________2017. Psikologi remaja perkembangan peserta didik, Jakarta:PT Bumi Aksara
  • _________2017. Psikologi remaja perkembangan peserta didik, Jakarta:PT Bumi Aksara
  • _________2017. Psikologi remaja perkembangan peserta didik, Jakarta:PT Bumi Aksara

  • uldafrial,"perkembangan nilai, moral dan sikap remaja"(https://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/alhikmah/article/download/77/71)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun