Mohon tunggu...
ning sandry utami
ning sandry utami Mohon Tunggu... Guru Matematika

Guru Matematika yang aktif menulis dan berbagi gagasan. Beberapa kali meraih penghargaan dalam lomba literasi dan konten edukasi. Melalui Kompasiana, saya ingin menghadirkan tulisan yang menginspirasi, mengedukasi, dan menumbuhkan semangat belajar bagi siapa saja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Matematika Kreatif Lewat Bazar Untuk Mewujudkan Pendidikan Bermutu

27 September 2025   07:37 Diperbarui: 27 September 2025   07:37 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Beberapa siswa sedang melakukan transaksi jual beli di bazar (Foto: Ning Sandry Utami)

“Bu, memangnya komposisi fungsi itu dipakai buat apa sih di dunia nyata?” Pertanyaan sederhana dari salah satu siswa saya itu sempat membuat kelas hening. Awalnya, para siswa memandang materi komposisi fungsi sebagai persoalan simbolis yang melibatkan dua fungsi, misalnya fungsi f(x) dan fungsi g(x), kemudian digabung menjadi f(g(x)), atau sebaliknya menjadi g(f(x)) yang tidak ada penerapannya di kehidupan mereka. Saat itu, saya hanya tersenyum dan menjawab, “Nanti kalian akan tahu sendiri.”

Kesempatan itu muncul seminggu kemudian lewat kegiatan bazar sekolah. Seperti biasa, sekolah kami, yaitu MAN Kota Palangka Raya mengadakan bazar untuk meramaikan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Alih-alih hanya berjualan, saya mengajak siswa menjadikan bazar sebagai laboratorium nyata untuk belajar matematika khususnya materi komposisi fungsi.

Mula-mula, mereka mencatat modal dan menambahkan margin keuntungan. Dari situlah lahir harga jual dasar, atau dalam bahasa matematika kita sebut variabel x. Selanjutnya, saya meminta siswa untuk memikirkan strategi penjualan agar bisa menarik pembeli dan mereka memutuskan untuk memberi potongan harga sebesar 20% untuk dua puluh pembeli pertama. Saya minta mereka menganggap ini sebagai fungsi pertama, yaitu f(x).

Salah satu produk yang dijual siswa saya adalah bingsoo (es serut khas Korea). Penambahan topping, seperti potongan buah, cokelat, atau boba, dikenai biaya tambahan. Misalnya, untuk topping boba dikenai harga tambahan Rp2.000,00. Ini menjadi fungsi kedua, yaitu g(x). Jika digabung dengan fungsi pertama f(x), akan terbentuk komposisi g(f(x)) yang bisa digunakan untuk menentukan harga jual khusus dua puluh pembeli pertama. Komposisi fungsi kini bukan sekadar rumus, tetapi strategi bisnis nyata di lapak siswa. 

Menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek, 2024), hanya sekitar 40% sekolah di Indonesia yang sudah mengintegrasikan literasi digital secara optimal dalam proses pembelajaran. Meski literasi digital masih menjadi tantangan, siswa kami mampu menerapkannya secara kreatif dalam promosi bazar. Jauh hari sebelum bazar dimulai, para siswa sudah sibuk membuat desain promosi lewat Canva. Ada yang membuat poster digital, ada juga yang membuat video iklan kekinian ala Gen Z untuk diunggah ke Instagram dan TikTok. Inilah bentuk literasi digital yang nyata : bukan sekadar bisa memakai gawai untuk bermain media sosial, tetapi mampu menggunakannya secara kreatif untuk tujuan produktif.

Saat hari pelaksanaan bazar tiba, saya melihat ada sesuatu yang berbeda. Siswa yang biasanya diam di kelas tampak penuh energi. Ada yang sigap melayani pembeli, ada yang berperan mengatur keuangan, ada pula yang percaya diri mempromosikan produk. Mereka bekerja sama, berkomunikasi, bahkan berdebat sehat untuk menentukan strategi. Persis keterampilan 4 C yang sering kita dengar untuk siap menghadapi tantangan di abad ke-21, yaitu berpikir kritis (critical thinking), kreativitas (creativity), kolaborasi (collaboration), dan komunikasi (communication)

Pendekatan ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000), salah satu organisasi pendidikan matematika paling berpengaruh di Amerika Serikat, yaitu untuk memecahkan masalah, menalar, berkomunikasi, dan menghubungkan konsep matematika dengan kehidupan nyata.

Hari itu saya melihat mereka kewalahan melayani banyak pembeli. Meski tampak lelah, senyum merekah di wajah mereka. Tidak disangka-sangka, produk mereka laku keras, bahkan berhasil meraup keuntungan lebih dari Rp500.000,00. Saya menyarankan keuntungan itu disimpan sebagai tabungan kelas untuk persiapan kelulusan. Bukan hanya ilmu yang mereka bawa pulang, tetapi juga rasa syukur dan pengalaman berharga.

Dari pengalaman sederhana ini, saya semakin yakin bahwa pendidikan bermutu hadir ketika siswa bisa menemukan makna dari apa yang dipelajari, menghubungkan teori dengan praktik, dan menyadari bahwa matematika bisa terintegrasi dalam aktivitas sehari-hari.

Ketika matematika diterapkan di bazar sekolah, pemanfaatan aplikasi Canva dan TikTok, lahirlah pembelajaran yang menyenangkan sekaligus relevan dengan kehidupan siswa. Inilah bekal penting bagi generasi muda agar siap menghadapi tantangan abad ke-21 : bukan hanya pintar berhitung, tetapi juga cerdas berkreasi, mampu bekerja sama dengan orang lain, serta beradaptasi dengan dunia digital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun