China menjadi salah satu negara dengan kontribusi terbesar dalam pembiayaan infrastruktur dan investasi di Indonesia, termasuk dalam program makan bergizi gratis dan sektor strategis lainnya. Namun, apakah manfaat yang diterima lebih besar dibandingkan risikonya? Apakah ini peluang emas atau jebakan utang? Dengan skema hibah, investasi, dan pinjaman luar negeri, China turut membangun infrastruktur Indonesia, dari proyek kereta cepat hingga kawasan industri. Namun, di balik aliran dana besar ini, muncul pertanyaan penting: apakah Indonesia benar-benar diuntungkan, atau justru semakin tergantung pada China?
1. Dukungan China terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Pada November 2024, dalam kunjungan kerja Presiden Prabowo Subianto ke China, kedua negara menyepakati pendanaan untuk 'Food Supplementation and School Feeding Programme in Indonesia'. Program ini bertujuan meningkatkan gizi anak-anak Indonesia. Meskipun nilai pendanaan tidak diungkapkan secara resmi, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa China mendukung program ini karena mereka telah melaksanakan kebijakan serupa di negaranya.
Dukungan ini tentu disambut baik, mengingat status gizi anak-anak Indonesia masih menjadi perhatian serius. Namun, benarkah bantuan ini murni tanpa kepentingan? Ataukah ini bagian dari strategi China untuk memperkuat pengaruhnya di Indonesia?
2. Komitmen Investasi China: Rp157 Triliun untuk Sektor Vital
Selain program MBG, Indonesia juga memperoleh komitmen investasi fantastis sebesar $10,07 miliar (sekitar Rp157,64 triliun) dari China. Dana ini dialokasikan untuk sektor ketahanan pangan, energi, hilirisasi komoditas, serta sains dan teknologi. Investasi sebesar ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
Namun, apakah investasi ini benar-benar menguntungkan Indonesia? Ataukah justru China yang lebih diuntungkan dengan proyek-proyek yang sebagian besar dikerjakan oleh perusahaan mereka sendiri? Tidak jarang, proyek-proyek ini menggunakan tenaga kerja asal China, yang memicu kekhawatiran mengenai dampak terhadap tenaga kerja lokal.
3. Bantuan Hibah dari China: Seberapa Besar Perannya?
Berbeda dengan negara donor lain, China lebih banyak menyalurkan pinjaman daripada hibah. Meski demikian, beberapa bantuan hibah dari China meliputi:
Bantuan kesehatan: Hibah berupa alat kesehatan dan vaksin Sinovac serta Sinopharm selama pandemi COVID-19.
Bantuan infrastruktur kecil: Beberapa proyek jembatan dan fasilitas pendidikan mendapat hibah dalam skala terbatas.
Bantuan militer: Hibah berupa alat komunikasi dan pelatihan bagi personel militer Indonesia.
Hibah ini jelas memberikan manfaat bagi Indonesia, tetapi jika dibandingkan dengan besarnya pinjaman yang diberikan, kontribusinya masih tergolong kecil.
4. Pinjaman China: Investasi atau Jebakan Utang?
Sebagian besar bantuan dari China berbentuk pinjaman lunak, yang meskipun berbunga rendah, tetap harus dikembalikan. Beberapa proyek yang didanai dengan pinjaman dari China antara lain:
Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Proyek ini mendapat pinjaman sekitar $4,5 miliar (Rp70 triliun) dari China Development Bank (CDB). Meski proyek ini akhirnya rampung, biaya yang membengkak menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas manajemen proyek.
Proyek infrastruktur lainnya: Beberapa bendungan, jalan tol, serta proyek energi seperti PLTU Batang dan PLTU Jawa 7 juga mendapatkan pendanaan dari Exim Bank of China.
Belt and Road Initiative (BRI): China mendanai proyek seperti kawasan industri Morowali (industri nikel) dan Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara.
Pinjaman ini memang mempercepat pembangunan, tetapi apakah Indonesia mampu membayar kembali dalam jangka panjang tanpa membebani ekonomi?
5. Berapa Total Utang Indonesia ke China?
Berdasarkan laporan terbaru, hingga 2023, total utang Indonesia ke China mencapai sekitar $21,7 miliar (Rp340 triliun). Sebagian besar digunakan untuk proyek infrastruktur dan energi. Sementara itu, hibah yang diberikan oleh China jauh lebih kecil dibandingkan jumlah utang tersebut.
Utang sebesar ini memunculkan kekhawatiran: apakah Indonesia bisa membayarnya tepat waktu? Apakah ada risiko pengambilalihan aset jika gagal bayar, seperti yang terjadi di beberapa negara Afrika dan Asia Selatan? Beberapa analis juga memperingatkan bahwa skema pinjaman ini dapat menjadi bagian dari "diplomasi jebakan utang" yang diterapkan China di berbagai negara berkembang.
6. Dampak dan Tantangan
Meskipun bantuan dan pinjaman dari China berkontribusi besar terhadap pembangunan Indonesia, ada beberapa tantangan dan risiko yang perlu diperhatikan:
Ketergantungan terhadap utang luar negeri: Pinjaman dalam jumlah besar meningkatkan risiko fiskal, terutama jika proyek yang dibiayai tidak menghasilkan keuntungan yang cukup.
Kualitas dan transparansi proyek: Beberapa proyek yang didanai China mengalami kendala dalam hal kualitas pengerjaan dan transparansi kontrak.
Dampak geopolitik: Hubungan erat dengan China menimbulkan kekhawatiran di tengah dinamika politik global, terutama terkait persaingan dengan negara Barat.
Keamanan data dan teknologi: Investasi China dalam bidang teknologi juga memunculkan isu keamanan, terutama dalam penggunaan teknologi mereka di sektor-sektor strategis Indonesia.
Kesimpulan: Peluang atau Jebakan?
Investasi dan bantuan dari China memang berkontribusi besar terhadap pembangunan Indonesia, tetapi pemerintah harus berhati-hati dalam mengelola utang dan memastikan bahwa proyek-proyek ini benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat. Indonesia harus memastikan bahwa kerja sama ini adalah peluang untuk maju, bukan jebakan yang bisa menjerumuskan dalam ketergantungan ekonomi jangka panjang.
Ke depan, transparansi, negosiasi yang lebih adil, dan strategi ekonomi yang lebih mandiri harus menjadi prioritas utama dalam hubungan Indonesia-China. Pemerintah juga harus memastikan bahwa kerja sama ini tetap menguntungkan Indonesia tanpa mengorbankan kepentingan nasional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI