Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Senang menulis, pembelajar.

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi. Penulis kumpulan cerpen "Asa Di Balik Duka Wanodya", ,Novel “Serpihan Atma”, Kumpulan puisi”Kulangitkan Asa dan Rasa, 30 buku antologi Bersama dengan berbagai genre di beberapa komunitas. Motto: Belajar dan Berkarya Sepanjang Masa tanpa Terbatas Usia. Fb Nina Sulistiati IG: nsulistiati

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen"Ketika Cepot Jadi Pemimpin"

22 Mei 2025   18:14 Diperbarui: 22 Mei 2025   18:14 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Punakawan. Sumber gambar: Kompas.com

Ada sebuah negeri antah berantah bernama Astanaloka. Di negeri ini, rakyat selalu terbuai dalam kehidupan dunia maya. Di negeri ini pemimpin bisa dipilih bukan karena kecerdasan dan kemampuannya tetapi  ketenarannya di media sosial serta  jumlah pengikutnya. Debat kebijakan kalah pamor dari challenge joget yang lucu. Rakyat? Mereka lebih mengenal slogan dan filter wajah daripada visi-misi pemimpin.

Di sebuah bale bambu pinggir hutan, Semar, Cepot dan Dawala duduk bersila. Mereka ditemani sebakul jagung bakar dan dua gelas teh pahit---minuman favorit rakyat kecil yang masih banyak digemari. Mereka sedang membicarakan ajang pemilihan pimpinan negara yang dilaksanakan lima tahun sekali.

"Hala, Dawala. Hidup di zaman sekarang ini serba sulit. Banyak PHK, kesempatan kerja berkurang dan semua barang hargana naik. Katanya ekonomi sulit, tapi para pejabat bolak-balik ka luar negeri. Berita korupsi muncul setiap hari," Cepot berbicara sambil melinting tembakau.

"Bener, Pot.  Buat para konglomerat, selebritis, pengusaha kaya, pejabat mah teu kerasa harga sembako naik da mereka mah punya banyak uang," ujar Dawala sambil terus mengunyah jagung bakar.

"Kadang aku mikir, kita ini hidup di negeri apa? Tiap hari berita korupsi berseliweran lebih banyak dari kabar panen. Yang lucunya lagi yang ketangkep cuma ikan teri ari ikan kakapna mah lolos melarikan diri." Cepot menghembuskan napas yang menyesaki dadanya.

"Zaman sekarang harga pangan semakin tinggi, tapi harga diri orang semakin murah. Banyak yang nekat menghalalkan segala cara demi kepentingan pribadi. Kadang aku lihat, jadi pejabat itu bukan soal mampu atau tidak, tapi soal 'siapa yang paling laku'. Laku di medsos, maksudku. Yang viral, yang lucu, yang bisa nyanyi, atau joget sambil kampanye---itulah calon pemimpin masa kini.," ucap Dawala getir. Cepot mengangguk tanda setuju.

"Kumaha lamun saya nyalon, ya? Kan sebentar lagi ada pemilihan," kata Cepot singkat membuat Semar yang sejak tadi asyik membaca kitab, menatap tajam ke arahnya.

"Nyalon? Punya modal apa kamu, Pot? Elmu kepemimpinan kamu tak punya. Uang juga tak ada, followers media sosialmu cuma seratus," celetuk Dawala sambil mentertawakan saudaranya.

Cepot tidak tersinggung. Ia tersenyum simpul."Bukan karena viral atau pengen tenar. Tapi aku capek lihat negeri ini makin lama makin gila."

"Anaking, jadi pemimpin itu bukan soal dipilih rakyat saja, tapi soal kesiapan menjaga amanah kekuasaan." Suara Semar lirih, tapi menusuk ke ulu hati,"Jangan pernah kau pikir jabatan itu kemuliaan. Jabatan pemimpin itu membutuhkan nurani yang kuat, kejujuran dan tanggung jawab yang tinggi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun