Ada sebuah negeri antah berantah bernama Astanaloka. Di negeri ini, rakyat selalu terbuai dalam kehidupan dunia maya. Di negeri ini pemimpin bisa dipilih bukan karena kecerdasan dan kemampuannya tetapi ketenarannya di media sosial serta jumlah pengikutnya. Debat kebijakan kalah pamor dari challenge joget yang lucu. Rakyat? Mereka lebih mengenal slogan dan filter wajah daripada visi-misi pemimpin.
Di sebuah bale bambu pinggir hutan, Semar, Cepot dan Dawala duduk bersila. Mereka ditemani sebakul jagung bakar dan dua gelas teh pahit---minuman favorit rakyat kecil yang masih banyak digemari. Mereka sedang membicarakan ajang pemilihan pimpinan negara yang dilaksanakan lima tahun sekali.
"Hala, Dawala. Hidup di zaman sekarang ini serba sulit. Banyak PHK, kesempatan kerja berkurang dan semua barang hargana naik. Katanya ekonomi sulit, tapi para pejabat bolak-balik ka luar negeri. Berita korupsi muncul setiap hari," Cepot berbicara sambil melinting tembakau.
"Bener, Pot. Buat para konglomerat, selebritis, pengusaha kaya, pejabat mah teu kerasa harga sembako naik da mereka mah punya banyak uang," ujar Dawala sambil terus mengunyah jagung bakar.
"Kadang aku mikir, kita ini hidup di negeri apa? Tiap hari berita korupsi berseliweran lebih banyak dari kabar panen. Yang lucunya lagi yang ketangkep cuma ikan teri ari ikan kakapna mah lolos melarikan diri." Cepot menghembuskan napas yang menyesaki dadanya.
"Zaman sekarang harga pangan semakin tinggi, tapi harga diri orang semakin murah. Banyak yang nekat menghalalkan segala cara demi kepentingan pribadi. Kadang aku lihat, jadi pejabat itu bukan soal mampu atau tidak, tapi soal 'siapa yang paling laku'. Laku di medsos, maksudku. Yang viral, yang lucu, yang bisa nyanyi, atau joget sambil kampanye---itulah calon pemimpin masa kini.," ucap Dawala getir. Cepot mengangguk tanda setuju.
"Kumaha lamun saya nyalon, ya? Kan sebentar lagi ada pemilihan," kata Cepot singkat membuat Semar yang sejak tadi asyik membaca kitab, menatap tajam ke arahnya.
"Nyalon? Punya modal apa kamu, Pot? Elmu kepemimpinan kamu tak punya. Uang juga tak ada, followers media sosialmu cuma seratus," celetuk Dawala sambil mentertawakan saudaranya.
Cepot tidak tersinggung. Ia tersenyum simpul."Bukan karena viral atau pengen tenar. Tapi aku capek lihat negeri ini makin lama makin gila."
"Anaking, jadi pemimpin itu bukan soal dipilih rakyat saja, tapi soal kesiapan menjaga amanah kekuasaan." Suara Semar lirih, tapi menusuk ke ulu hati,"Jangan pernah kau pikir jabatan itu kemuliaan. Jabatan pemimpin itu membutuhkan nurani yang kuat, kejujuran dan tanggung jawab yang tinggi."