Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hijrahku Karena Allah

14 April 2022   21:48 Diperbarui: 27 April 2022   23:41 2111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadis berhijab. sumber: Pinterest.com

"Hijrah itu bukan tentang menyempurnakan diri, tapi tentang memperbaiki diri."

Suara gemercik air hujan terdengar dari luar jendela kamar Karina. Rintikan airnya membasahi jendela sejak pagi tadi. Karina tak berhenti memandangi jendela itu dengan tatapan kosong. Sebenarnya dia tahu apa yang sedang dipikirkannya. Namun, dia menolak untuk memikirkannya.

Bagi Karina duka yang dialaminya sejak kepergian Bunda, pengkhianatan Ayah dan Rangga, menjadi kisah kelam yang harus dilupakan. Karina yakin dengan berjalannya waktu, dia bisa menyembuhkan semua luka itu.

"Neng Karin! Bolehkah Mbok Nah masuk?" Suara pengasuhnya itu terdengar keras dan membuyarkan lamunan Karina.

"Iya, Mbok. Masuk saja!" jawab Karina," Ada apa, Mbok?"

"Neng, Si Mbok mau minta izin pulang kampung. Kakak Mbok Nah sakit dan mau nengok ke sana. Boleh, ya?"

"Mbok mau pulang ke Wonogiri? Berapa lama?" tanya Karina lagi.

"Ya mungkin seminggu, Neng. Tapi Mbok bukan ke Wonogiri tapi ke Solo."

"Boleh. Kapan berangkat?" Karina berbicara sambil memandang Mbok Nah.

"Besok, Neng. Nanti yang beres-beres biar isteri Mang Karim sementara saya pergi ke kampung,' jelas Mbok Nah. Karina hanya menganggukan kepalanya.

Setelah Mbok Nah keluar kamar, Karin memandangi rinai hujan yang masih turun kembali. Dia senang memandangi hujan. Dari hujan Karina memiliki banyak pelajaran. Hujan turun berkali-kali, tetapi dia tak pernah berhenti memberikan ketentraman, kesejukan dan kesuburan kepada bumi, meskipun tahu jatuh itu sangat menyakitkan.

Karina melihat jam dinding. Jarumnya sudah mengarah ke angka delapan. Hari ini Karina sengaja tidak akan masuk ke kantor. Dia sudah menyuruh Dea, sekretarisnya untuk mengatur semuanya. Hari ini Karina berencana untuk pergi ke butik "Kencana" milik Runi, sahabatnya.

Dua bulan lalu dia bertemu Runi di sebuah pameran produk dalam negeri yang diadakan di dinas Perdagangan. Pameran diadakan di Mal Pondok Indah.  Karina sedang ingin jalan-jalan dan melihat ada beberapa produk pakaian jadi yang dipamerkan.

"Maaf, Anda Karina?" sapa seorang perempuan berhijab hijau muda. Wajahnya sangat manis dengan balutan pakaian kaftan kuning seulas.

"Benar. Ada apa, ya? Kok Anda tahu nama saya," tanya Karina hati-hati.

"Kamu lupa padaku, Ririn?" tanya perempuan itu lagi. Karina berpikir sejenak. Dia ingat hanya seorang yang memanggilnya dengan panggilan itu.

"Sebentar ... Runi? Kamu, kan, Runi?" tanya Karina ragu.

"Benar, Rin. Aku Runi. Alhamdulillah kamu masih ingat padaku," seru Runi. Mereka berpelukan bahagia. Karin dan Runi adalah sahabat sejati saat SMA dulu. "Di mana ada Karin, di situ ada Runi, satu paket." Itu jargon yang menggambarkan kedekatan mereka.

"Kemana saja, Runi. Aku menghubungi nomormu selalu tidak menjawab," protes Karin kepada sahabatnya.

"Handphone-ku hilang, Rin sehingga aku kesulitan berkomunikasi dengan yang lain termasuk dirimu. Aku sempat datang ke rumahmu tetapi kamu sudah berangkat ke Amerika. Aku lupa tidak meminta nomor Ririn kepada Bunda," jelas Runi," Apa kabar, Ayah dan Bundamu?"

"Ayah sehat, tetapi Bunda sudah tiada empat bulan lalu," jawab Karin lirih. "Kamu kok berbeda sekarang?"

Karina mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin membicarakan kesedihannya itu kepada Runi.

"Alhamdulllah, Rin. Aku mendapatkan hidayah sejak lima tahun lalu. Rasanya hati ini tenang karena sudah menutup aurat. Setelah berhijab, aku dituntut untuk berperilaku baik, taat beribadah dan menumbuhkan kesabaran dalam menjalani kehidupan," papar Runi dengan senyuman manisnya. Dia tahu Karina belum mau menceritakan tentang pribadinya.

"Beneran, kamu terlihat semakin cantik dan elegan,' puji Karina sambil terus memandangi Runi.

Rupanya Runi-lah pemilik stand pameran yang berjudul Butik Kenanga ini. Syukurlah, jika sahabatnya ini memiliki usaha yang tampaknya cukup maju.

Sayangnya pertemuan mereka tidak bisa lama. Karina ditunggu oleh tim-nya untuk mendampingi presentasi mereka. Runi memberikan kartu nama kepada Karina. Sejak saat itu, Karin sering mengunjungi Runi di butiknya.

"Ayo, Kapan kamu berhijab, Rin?" Pertanyaan yang sederhana, tetapi membutuhkan jawaban yang sulit. Karina hanya mengangkat bahu dan kedua tangannya.

"Semoga Allah memberikan kamu hidayah, ya. Rin,' ucapan Runi pelan, tetapi membuat Karina tercekat.

Setelah pertemuan itu, Karin selalu mengingat kata-kata Runi tentang hidayah.

"Mbok, apa sih hidayah itu?" tanya Karina suatu hari kepada Mbok Nah.

"Hidayah itu petunjuk jalan yang akan diberikan seseorang untuk mencapai tujuan hidup sehingga meraih ridho dan kemenangan di sisi Allah SWT." Mbok Nah menjelaskan.

"Terus kapan datangnya hidayah itu pada seseorang?" Karina kembali bertanya.

"Hidayah itu adalah hak Allah.  Kita tidak tahu kepada siapa hidayah akan diberikan Allah. Yang dapat dilakukan itu ya berdoa, memohon hidayah turun kepada kita, dan melakukan perbuatan amal salih dan menjauhi setiap larangan-Nya," kembali Mbok Nah memaparkan dengan rinci.

"Ya ... Rabbi, berikanlah hidayah-Mu agar aku bisa menjalani hidup dengan tenang dalam baluran kasih dan keridhoan-Mu," doa Karina dalam hati.

***

Karina tiba di butik Runi yang terletak di Jalan Simatupang. Butik itu memang menyatu dengan rumah Runi. Runi juga mempunyai usaha konveksi yang menampung para wanita khususnya para wanita yang single parent.

Runi yang mendesain baju dan memotong bahan dan para karyawannyalah yang menjahit dengan pengawasan Runi. Baju-baju yang diproduksi di butik ini khusus pakaian muslim wanita, dan pria.

"Assalamualaikum,Ririn," sapa Runi ramah. Kebetulan butik belum terlalu ramai sehingga Karina bisa berkeliling dan melihat pakaian-pakaian muslim.

"Waalaikumussalam,Runi. Maaf aku mengganggu kesibukanmu, ya," jawab Karina sambil tersenyum.

"Tidak, Rin. Aku selalu ada waktu untuk dirimu," jawab Runi," Mau berkeliling dan melihat koleksiku yang terbaru?"

"Kamu hebat,Runi. Pakaian yang kamu buat ini bagus-bagus dan syar'i. Lihat semua model baju menutupi aurat dan tidak membentuk tubuh," puji Karina sambil melihat-lihat koleksi baju Runi.

"Alhamdulillah, Rin. Semua berkat rejeki yang diberikan Allah kepada kami," jawab Runi merendah.

"Hai ... lihat! Baju ini tampak cocok untukmu, Rin. Kulitmu kan putih, warna baju cream dan modelnya sederhana pasti sesuai untukmu," tukas Runi seraya memperlihatkan baju kepada Karina," Mau mencoba?"

Karina diajak ke ruang kerja Runi. Di sana ada kamar fitting sehingga dia tidak mengganggu para konsumen yang baru berdatangan.

"Bagaimana, Runi. Cocokkah aku menggunakan busana muslim ini?" tanya Karina setelah mengenakan baju itu.

"Sebentar! Supaya bisa menjawab, izinkan aku memakaikan hijab sekalian. Aku pilihkan dulu ya yang sesuai dengan warna baju ini," ucap Runi sambil mengambil sesuatu dari lemari. "Sini aku dandani, biar bisa berkomentar."

Karina menuruti arahan Runi. Dia duduk di kursi dan Runi mulai mendandani hijab.

"Jreng ... jreng ... jreng ..., lihat siapakah wanita cantik yang ada dalam cermin ini?" goda Runi sambil memperlihatkan cermin di wajah Karina.

Karina memandang cermin ini sesaat. Dia takjub jika dirinya sangat cantik dalam balutan busana muslim dan hijabnya.

"Aku terlihat lebih cantik, ya, Run?" tanya Karina pe de.

"Pastinya, Rin. Ayo sudah saatnya kamu berhijrah. Aku siap kok menyiapkan busana untuk ibu dirut agar tampil elegan dan tetap syar'i," bujuk Runi pelan-pelan.

"Hm ... mungkin aku harus mencoba dulu, Rin. Pelan-pelan, ya," jawab Karina masih ragu-ragu.

"Boleh, aku pilihkan beberapa baju dan hijab yang sesuai untukmu. Siapa tahu suatu saat kamu siap untuk menggunakannya," saran Runi sambil memilihkan baju di dalam lemari yang konon limited edition dan baru jadi.

Sahabatnya ini memang selalu mendukung Karina.

"Bismillah, ya Rabbi, Engkaulah yang Maha membolak balikan hati manusia, kuatkan hamba-Mu ini agar siap berhijrah di jalan-Mu. Hijrahku bukan siapa-siapa. Hijrahku semata-mata untuk-Mu, kerna aku berharap ridho-Mu," doa Karina dalam hatinya.

Karina memandang mentari yang sudah tinggi. Mentari yang tak pernah bosan hadir bagi penerang insan di muka bumi ini. Aku juga harus seperti mentari yang terus bersinar paling tidak buat menerangi sanubari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun