Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perjuangan Ekstra untuk Putriku

20 Maret 2021   19:00 Diperbarui: 20 Maret 2021   19:26 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehadiran seorang anak dalam kehidupan rumah tangga adalah sesuatu yang sangat diharapkan oleh sepasang suami isteri. Kebahagiaan itu akan bertambah bila bayi yang dilahirkan dalam keadaan sehat walafiat. Lengkap sudah kebahagiaan itu menemani kehidupan kita.

Tidak semua harapan itu dapat menjadi kenyataan.  Ketika anak yang kita lahirkan tidak sesuai apa yang kita impikan dan memiliki kekurangan jasmani. Rasanya dunia akan runtuh. Tidak sedikit kita menyalahkan takdir Allah SWT.

Kalau sudah demikian berbagai pertanyaan ada dalam benak kita. Mengapa harus anakku yang mengalami itu? Mengapa Tuhan timpakan ujian ini kepadaku? Mengapa Tuhan tidak adil padaku?  Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku menghadapi semua ini? Apa yang akan terjadi dengan keluargaku? Bagaimana masa depan anakku nanti?

Pertanyaan-pertanyaan itu akan terus bersemayam dalam benak kita. Pertanyaan yang membuat orang tua gegana (gelisah galau merana) karena memikirkan banyak hal tentang anaknya.

Itu yang kurasakan saat mendengar vonis dokter tentang Alia, Ma. Saat kelahirannya betapa bahagia hatiku dan suamiku karena mendapatkan pengganti Hani, puteri kecilku yang meninggal karena keracunan ketuban. Setelah bayiku lahir, keluarga kami terasa lengkap. Sepasang anak yang sehat menemani hari-hari kami.

Seiring perjalanan waktu,Ma, Alia lahir menjadi bidadari kecil yang lucu dan lincah. Setiap hari aku berusaha untuk mendidiknya di tengah kesibukanku mengajar. Aku tidak memercayakan pendidikannya  kepada orang lain

Hingga usia dua tahun, aku merasa ada sesuatu yang tidak normal dengan tumbuh kembangnya. Secara jasmani dia tumbuh normal seperti bayi-bayi lainnya. Namun kosa kata yang dia ucapkan tidak sebanyak bayi-bayi normal lainnya. Dia cenderung menangis bila menginginkan sesuatu.

 Saat itu aku tidak tahu apa yang terjadi dengan anakku. Aku mencoba searching di google untuk mengetahui tumbuh kembang anak usia dua tahun itu harusnya bagaimana. Dan betapa terkejutnya aku,Ma. Anak usia dua tahun itu harus memiliki kemampuan sekitar 100 sampai 200 kata. Apa yang terjadi dengannya  yang hanya mampu mengucapkan kata tidak lebih dari 10 kata.

Saat itu aku baru menyadari kekurangan anakku, Ma. Kemudian aku mengajak suamiku untuk berkonsultasi ke dokter. Aku membawanya untuk mengikuti observasi di salah satu rumah sakit swasta di sini. Betapa terkejutnya aku saat dokter menyatakan bahwa  dia   memiliki kekurangan. Dari hasil observasi, dia dirujuk ke salah satu dokter THT. Rasa terkejutku semakin bertambah saat dokter itu mengatakan anakku kurang mendengar. Ambang dengar Alia hanya 75 disable di kedua telinganya. Dan dia harus menggunakan alat bantu mendengar . Kata dokter anakku terlambat bicara karena ada masalah di alat pendengarannya. Jika memakai alat bantu dia akan terbantu menyerap kata-kata dari luar.

Ma, betapa hatiku saat itu hancur. Rasa sedih karena kehilangan bayiku baru saja terobati, kini Tuhan timpakan ujian lagi kepadaku. Aku  seolah tak percaya saat itu. Apa dosaku yang terus menerus mendapat ujian dariNya. Dokter menguatkan aku dan suamiku serta memberikan motivasi agar kami memiliki kekuatan.

Kesal, marah, kecewa, sedih dan bingung bergejolak dalam hatiku, Ma. Selama beberapa hari tangisku tak pernah berhenti saat mengingat tentang masa depan anakku kelak.

Namun aku harus bangkit. Aku tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Aku tidak boleh menyesali takdir yang sudah Tuhan berikan kepadaku. Anakku adalah titipan Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga. Anakku pula yang kelak akan menunjukkan jalan kami menuju surgaNya.

Saat itu aku sadar,Ma. Aku harus bangkit. Aku ajak suamiku untuk berdiskusi dan menentukan tindakan yang harus kami lakukan. Karena kekompakan dan kekuatan kami adalah modal utama dalam menghadapi setiap masalah.

 Langkah pertama   kami   adalah menerima dengan ikhlas semua keadaan anakku. Hal itulah yang akan membuat hati kami kuat dan mampu menepis setiap pandangan negatif dari lingkungan sekitar.

Setelah itu kami membelikan alat bantu mendengar buat Alia ,Ma. Bisa Mama bayangkan anak usia dua tahun harus menggunakan alat bantu mendengar. Saat itu dia selalu melepaskan alat bantu mendengar dan melemparkannya jauh. Aku selalu menangkap alat itu agar tidak jatuh. Jika alat itu jatuh pasti akan rusak sementara harga alat itu cukup mahal untuk ukuran kami. Butuh waktu  satu tahun untuk membiasakannya menggunakan alat bantu tersebut.

Setelah  itu   aku mendaftarkan anakku ke tempat terapi wicara. Betapa miris hatiku saat melihat pertama kali dia berada di ruang terapi. Dia menangis sepanjang sesi latihan. Aku tidak boleh masuk atau melihat dari jendela karena dia pasti meminta keluar. Tiga bulan pertama hal itu terus terjadi.

Ma, aku mengikutkan anakku terapi seminggu dua kali. Aku harus bisa membagi waktu antara tugasku mengajar dan tugasku membawanya terapi. Alhamdulillah, teman-temanku mendukung, Ma. Mereka tidak protes jika aku harus terpaksa pulang duluan untuk membawanya  terapi.

  Diam-diam aku memperhatikan bagaimana cara para terapis itu melatih Alia . Kemudian aku menerapkannya di rumah. Aku membuat media pembelajaran buatnya dari berbagai benda. Ada yang aku buat sendiri dan ada yang aku beli. Aku lakukan dengan cara bermain saat aku mengajarkan satu konsep kata.

Setiap detik saat aku bersama anakku, aku jadikan waktu untuk belajar.Sementara suamiku hanya sesekali menemani belajar   karena harus mencari uang.  Alhamdulillah anakku menunjukkan progress yang cepat. Kosa katanya semakin bertambah.

 Para terapisnya pun kagum akan perkembangan bicaranya. Ya, aku memang bertekad untuk melatih   berbicara sendiri. Aku yakin dia akan tumbuh menjadi anak normal karena motorik dan kognitifnya pun normal.

Selain mengikuti terapi,   aku memasukan dia ke Paud di komplek rumahku. Saat itu usianya 3 tahun.Tujuannya agar perkembangan sosialnya ikut berkembang. Aku bahagia karena anakku tumbuh menjadi anak yang percaya diri, Ma.

Saat usia Alia  lima tahun setengah, dia sudah mogok terapi. Saat itu dia sudah pandai berbicara meskipun harus pelan-pelan. Aku dan suamiku memutuskan untuk menghentikan terapinya. Kami berencana untuk memasukannya ke TK.

Masalah baru datang,Ma. Saat aku mendatangi sebuah TK untuk mendaftar, aku menceritakan tentang masalah yang dihadapi anakku. Lalu apa jawaban dari pengelola sekolah itu,"Maaf,Bu. Kami tidak bisa menerima puteri ibu karena tidak ada guru yang ahli menangani ABK." Kata-kata itu laksana godam besar yang menghantam jantungku. Mengapa anakku mendapat perlakuan seperti itu padahal dia hanya menggunakan alat bantu dengar sedangkan motorik dan kognitifnya normal? Sakiiiit sekali hati ini, Ma.

Aku marah saat itu,Ma. Tapi aku hanya bisa menangis dalam hati. Aku memang sengaja mencari sekolah umum buat anakku agar dia dapat berkomunikasi dengan normal. Aku yakin, dia dapat mengikutinya dengan baik.

 Alhamdulillah, Ma, ada temanku yang menyuruhku membawa anakku ke sekolahnya. Sebuah SDIT yang dekat juga dari tempat kerjaku. Mereka menerima anak berkebutuhan khusus. Aku bahagia dan bersyukur karena masih ada lembaga yang memiliki hati untuk bisa menerima potensi anak-anak berkebutuhan khusus,

Saai itu usianya enam tahun setengah. Aku masukan dia ke TK A. Alhamdulillah, Ma, Alia dapat mengikuti pelajaran. Dia bisa memahami setiap arahan dari gurunya. Setiap hari aku membimbingnya belajar, mulai dari mengenal huruf hingga mulai membaca. Aku juga mulai mengajarkannya calistung. Dia harus mendengarkan penjelasanku berkali-kali. agar konsep yang kuajarkan dapat dipahami. Kesabaran memang kunci utama untuk membimbingnya. Dua belas tahun aku melakukan itu hingga dia sudah remaja sekarang.

Kini anakku  sudah berusia 12 tahun ,Ma. Dia tumbuh menjadi remaja puteri yang manis. Dia sudah pandai mengaji, shalat dan belajar seperti anak-anak normal lainnya. Dia sangat manis saat berbalut busana Muslimah dan berhijab.Kami  sangat beryukur karena masih bisa membimbingnya hingga saat ini.

Aku yakin, Ma. Allah SWT akan memberikan kelebihan dibalik kekurangan yang dia miliki. Asalkan kita memiliki kesabaran dan kekompakan dengan pasangan. Kami mengiringi setiap langkahnya dengan doa dan harapan agar kelak Allah berikan masa depan yang gemilang untuknya.

Tema :Untuk Aku, Perempuan

#Ladiesianatangguh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun