Mohon tunggu...
NINA KHOIRUNNISA
NINA KHOIRUNNISA Mohon Tunggu... S1 Sosiologi_UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Belajar dari kehidupan, berbagi lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fresh Graduate dan Realitas Sosial ala Teori Kontruksi Sosial

28 September 2025   11:17 Diperbarui: 28 September 2025   11:17 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fresh Graduate dan Sumber: Pexel.com

Katanya lulus kuliah itu awal dari kehidupan baru, nyatanya? Baru aja buka laptop atau HP yang dibuka justru situs lowongan kerja tiap hari, CV sudah diedit berkali -- kali sampai berasa skripsian jilid dua, lamaran sudah kemana -- mana, tapi balasannya tak kunjung datang. Akhirnya, status "fresh graduate" pelan -- pelan berubah jadi "fresh pengangguran" dan yang lebih nyesek lagi bukannya HRD yang nanyain kabar justru tetangga dengan pertanyaan pamungkasnya "kapan kerja, kerja dimana, udah kerja apa?."

Sejak dulu kuliah dianggap tiket emas menuju masa depan yang lebih baik. Yaps, harapannya setelah wisuda bisa cepat dapat kerja, menerapkan ilmu yang sudah dipelajari dan mandiri secara finansial, sayangnya realita dilapangan nggak selalu begitu manis. Fenomena pengangguran terdidik ini bikin gelar akademik tidak selalu sejalan dengan kesempatan kerja. Bayangkan, menurut BPS Februari 2025 ada 7,28 juta orang di Indonesia yang belum bekerja, dari jumlah itu sekitar 1,01 juta adalah lulusan perguruan tinggi. Wow! ironis banget kan? di tengah besarnya harapan pada pendidikan.

Nah, kalau dilihat dari teori Sosiologi Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, apa yang kita anggap normal dalam hidup ini sebenarnya bukan sesuatu yang turun dari langit begitu saja. Normal itu dibentuk lewat kebiasaan sehari -- hari, diwariskan dan akhirnya kita terima bersama -- sama sebagai kebenaran, dan proses inilah yang disebut sebagai kontruksi sosial.

Lalu apa hubungan teori ini dengan fresh graduate atau pengangguran terdidik?

Pendidikan tinggi selalu dianggap jalan normal menuju kesuksesan karena dari kecil kita sering di doktrin kalimat seperti "sekolah yang rajin biar bisa kuliah, nanti gampang cari kerja" lama -- lama kalimat itu semacam aturan tidak tertulis dalam masyarakat dan kita pun percaya jalur hidup normal adalah sekolah -- kuliah -- kerja -- sukses. Pola ini kemudian diwariskan, diulang -- ulang dan diterima seolah sebuah kebenaran.

 Masalahnya, kontruksi sosial ini bentrok dengan kenyataan yang ada! nggak semua orang setelah lulus langsung dapat kerja, lapangan kerja terbatas lulusan makin bertambah banyak. Akhirnya, fresh graduate merasa gagal memenuhi standar yang dikontruksi oleh masyarakat. Sementara lingkungan tetap memelihara ekspetasi lama yaitu "gelar sama dengan kerja bagus." Benturan inilah yang sering memicu tekanan mental, rasa minder bahkan krisis identitas.

Lalu, bagaimana biar kita tidak merasa gagal? Ubah cara pandang kita, kuliah itu bisa kita lihat sebagai bekal bagaimana cara berpikir kritis, modal bikin peluang, kemampuan beradaptasi. Jadi, biarpun setelah lulus belum kerja, bukan berarti gagal. Kita cuma lagi proses loading menuju jalan masing -- masing dan ingat wisuda itu bukan finish tapi chekpoint.

Apakah kita harus diam saja? Tentu tidak! Lakukan aktivitas yang bisa menambah atau meningkatkan soft skill kita, perluas lagi relasi dan networking, atau kita isi dengan hobby seperti olah raga, menulis, membaca, berkarya. Siapa tau lewat ini bisa jadi awal kesuksesan kita.

Kalau kita balik ke kata Peter dan Luckman kalau normal itu adalah kesepakatan sosial artinya bisa kita bentuk ulang. Jadi, kenapa nggak bikin normal versi kita sendiri?

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun