Hai Aku Ni’matul Uzma, seorang alumni di Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin, memulai perjalanan ini dengan perasaan yang penuh campur aduk. Terpilih untuk melakukan KKN tematik tahap dua di tahun 2022, ditempatkan di Desa Angkipih, Dusun Tihan, Kecamatan Paramasan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Sebuah tempat yang sangat asing bagiku, yang aku hanya tahu melalui selembar pengumuman yang dikeluarkan oleh pihak LP2M kampus.
Sebelumnya, aku dan teman-teman sekelompokku hanya bisa saling bertanya-tanya mengenai desa ini secara virtual. Sebuah tempat yang terletak jauh dari keramaian kota, di daerah pegunungan meratus dengan fasilitas yang sangat terbatas. Kami bertujuh (Aku, Laila, Hilal, Adni, Arifin, Nasrun dan Yunus) belum saling mengenali satu sama lain sebelumnya, ada perasaan ragu dan khawatir akan bagaimana kami bisa bekerja sama dengan baik. Tetapi, di sinilah perjalanan kami dimulai.
Perjalanan Dimulai: Menyambut Tantangan Baru
Tanggal 19 September 2022 adalah hari yang sangat penting dalam perjalanan KKN-ku. Pada hari itu, kami meninggalkan Banjarmasin menuju Desa Angkipih dengan kendaraan bus mini. Perjalanan selama kurang lebih lima jam yang terasa panjang dan penuh rasa cemas. Tetapi, kami menyadari bahwa setiap langkah yang kami ambil adalah bagian dari tanggung jawab kami untuk mengabdikan diri kepada masyarakat.
Setibanya di desa, kami disambut dengan hangat oleh warga yang sudah menunggu kedatangan kami. Mereka menyambut kami dengan senyum dan keramahan yang luar biasa, meski kami datang dengan wajah asing. Tak lama setelah itu, kami mulai beradaptasi dengan lingkungan baru. Kami membersihkan posko tempat kami menginap selama sebulan, dan mulai mempersiapkan berbagai kegiatan yang akan dilakukan.
Pada hari pertama, kami juga berkenalan dengan ketua RT setempat, beliau yang memberikan kami informasi mengenai kebutuhan dan permasalahan yang ada di desa. Kami sangat menyadari bahwa KKN ini bukan hanya tentang memberi, tetapi kami juga banyak belajar dari mereka. Kami harus membuka telinga, mata dan hati serta siap untuk menerima banyak pelajaran berharga.
 Mengajar dan Belajar di TPA Nurul Huda
Salah satu program kerja kami adalah "Mengajar", mengajar di TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) Nurul Huda. Anak-anak di sana sangat antusias untuk belajar, meskipun mereka memiliki keterbatasan fasilitas. Aku dan teman-teman mengajarkan mereka membaca Iqro, Al-Qur'an, memahami doa-doa harian, serta mendalami tajwid dan makhrijul huruf. Mereka dengan semangat yang luar biasa bertanya tentang hal-hal yang aku anggap sepele. Aku teringat betul bagaimana setiap kali aku mengajarkan sesuatu, mereka menyimak, mendengarkan dengan seksama dan memberikan tanggapan jika ada yang belum mereka pahami.
Namun, tantangan terbesar datang ketika kami menyadari bahwa fasilitas yang tersedia di TPA dan sekolah formal sangat terbatas. Anak-anak yang sangat semangat untuk belajar tidak selalu mendapatkan kesempatan yang sama dengan anak-anak di kota besar. Banyak dari mereka yang harus belajar dalam kondisi yang jauh dari kata ideal. Beberapa anak bahkan sering absen karena mereka harus membantu orang tua bekerja di ladang, dan fasilitas pendidikan yang terbatas membuat mereka sulit untuk terus melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam salah satu kesempatan mengajar, aku bertemu dengan seorang anak berinisial M. Dia adalah anak yang sangat aktif, bahkan bisa dibilang hiperaktif. Di kelas, dia sering bergerak, naik ke kursi, jalan-jalan dan mengusili teman. Namun, jika dia diberikan tugas menggambar atau menulis, ia akan fokus sepenuhnya sampai tugasnya selesai. Aku menyadari bahwa setiap anak itu unik dan memiliki cara belajar yang berbeda. Tidak ada yang namanya "anak nakal", hanya saja cara mereka belajar atau berinteraksi yang berbeda. Aku pun belajar untuk lebih sabar dan menerima keberagaman sifat anak-anak.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!