Mohon tunggu...
Nimas Melenia
Nimas Melenia Mohon Tunggu... Lainnya - -

Mahasiswa Ekonomi Pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Covid Berlanjut, Resesi Menjemput

9 Januari 2021   10:53 Diperbarui: 9 Januari 2021   11:03 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia resmi terperosok ke jurang resesi. Kepastian ini muncul setelah BPS ( Badan Pusat Statistik) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal tiga hanya -3.49% secara tahunan. Lalu, apa itu resesi ekonomi? Resesi ekonomi adalah penurunan aktivitas ekonomi dalam suatu negara. Umumnya resesi ditandai dengan adanya penurunan PDB selama dua kuartal atau 6 bulan  berturut turut. Resesi ekonomi dapat disebabkan oleh faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Resesi karena faktor ekonomi biasanya disebabkan oleh gejolak dipasar uang. Resesi Indonesia saat ini deisebabkan oleh faktor non ekonomi. Seperti yang saat ini dihadapi oleh masyarakat dunia, Covid-19 membuat sektor perekonomian lumpuh dan menyebabkan resesi.

Krisis kesehatan pandemi Covid-19 memberikan tekanan luar biasa terhadap perekonomian nasional. Pemerintah Indonesia dalam menangani krisis kesehatan pandemi Covid-19 menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). PSBB mengharuskan setiap orang untuk melakukan jarak sosial menjauhi kerumunan.

Aktivitas dan pergerakan manusia  menurun secara drastis. Sejak virus corona mulai menyebar di Indonesia, banyak perusahaan yang memberlakukan karyawan untuk work from home atau bekerja dari rumah. Tidak hanya perusahaan, seluruh aspek kegiatan dari mulai sekolah, bisnis, sosial terpaksa harus dilakukan di rumah dengan tujuan untuk mencegah penularan virus Covid-19. Imbauan pemerintah kepada masyarakat untuk melakukan segala kegiatan di rumah telah menyebabkan roda ekonomi mengalami gangguan. Daya konsumsi masyarakat menurun, akibatnya banyak perusahaan mengurangi produksi barang dan jasa, bahkan perusahaaan terpaksa harus memutus hubungan kerja karyawan. Akibatnya pada awal krisis Covid-19 berada, membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia -5.34% di kuartal dua tahun 2020.

Tidak ingin terus terpuruk, pemerintah mencanangkan kebijakan New Normal. New Normal adalah perubahan perilaku atau kebiasaan untuk tetap menjalankan aktivitas seperti biasa namun dengan selalu menerapkan protokol kesehatan. Sektor-sektor ekonomi sedikit demi sedikit dibuka. Tujuan dari New Normal untuk menggerakan laju kegiatan perekonomian yang sempat terpuruk di kuartal satu dan kuartal dua tahun ini. Pembukaan aktivitas sektor ekonomi dan bisnis ini juga ditujukan agar daya beli masyarakat dan usaha mikro, kecil, dan menengah, serta korporasi mulai tumbuh. Namun, tekanan Covid-19 masih cukup kuat membuat kontraksi pada perekonomian kuartal tiga masih -3.49%. Pertumbuhan perekonomian Indonesia menuju arah positif jika dibandingkan pada kuartal dua -5.48%. Hal ini menunjukan proses pemulihan ekonomi aktivitas nasional mengarah ke positif.

Pandemi Covid-19 membuat resesi ekonomi karena keseluruhan permintaan menjadi lesu dan pertumbuhan output (pertumbuhan barang atau jasa) merosot. Resesi ekonomi memberikan dampak multiplier effect yang bersifat negatif pada seluruh sendi perekonomian, artinya ketika satu sektor terpukul sektor yang lain juga berpengaruh untuk turun. Misalnya ketika investasi anjlok lapangan pekerjaan akan berkurang. Dampak resesi mengharuskan pengusaha menguangi tenaga kerja dalam proses produksi. Jumlah tenaga kerja yang ter-PHK selama pandemi Covid-19 hingga bulan Agustus tahun 2020 sebanyak 2.56 juta jiwa. Akibat dari fenomena tersebut PDB akan turun. Dilihat dari struktur PDB, hampir seluruhnya mengalami kontraksi. Konsumsi rumah tangga yang memberikan kontribusi 57,85% pada PDB tercatat mengalami kontraksi -4.04% pada kuartal III. Dari konsumsi rumah tangga tersebut, sektor perumahan dan perlengkapan rumah tangga mulai tumbuh positf 1,82% di kuartal III , disusul kesehatan dan pendidikan yang juga tumbuh 2,06%. Bank Dunia juga memprediksikan jika PDB global akan terkontraksi sebesar -5.2%.

Krisis kesehatan Covid-19 mengubah perilaku konsumsi masyarakat. Daya beli masyarakat menurun dikarenakan tidak adanya uang untuk dibelanjakan. Meskipun aktivitas New Normal diadakan, namun masyarakat masih menunda konsumsi terutama pada kebutuhan sekunder. Konsumsi masyarakat yang menjadi penyumbang terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia masih jauh dari kata pulih. 

Bank Indonesia merilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan November 2020 sebesar 92 poin. Kenaikan angaka IKK ini menunjukan ekspektasi positif konsumen terhadap kondisi ekonomi kedepan. Angka IKK ini meningkat dibandingkan pada bulan Oktober yang hanya mencapai 79 poin. Meskipun begitu, angka IKK  dibawah level 100 masih menunjukan di zona pesimistis. Tanpa pemulihan pada sektor  konsumsi , maka pemulihan perekonomian akan terhambat.

Pemerintah terus mengupayakan pemulihan ekonomi nasional sebagai dampak krisis kesehatan Covid-19. Pendekatan yang cepat dan prudent untuk mengurangi dampak pada perekonomian perlu dilakukan oleh pemerintah. Kebiajakan ekspansif sangat diperlukan untuk memulihkan perekonomian nasional. Kebijakan yang komprehensif di bidang fiskal dan moneter untuk menghadapi Covid-19 terus diupayakan oleh pemerintah. Pada bidang fiskal, pemerintah merealokasi anggaran untuk penanganan Covid-19.  Presiden Joko Widodo mengeluarkan INPRES N0.4/2020 untuk menginstruksikan seluruh pejabat pemerintahan dalam mempercepat refocusing kegiatan, relokasi anggaran, dan pengadaan barang jasa penanganan Covid-19. Dana APBN sebesar 800 T dialokasikan untuk penanganan Covid-19. Fokus utama pemerintah dalam menangani resesi ekonomi dengan meningkatkan konsumsi masyarakat. Berikut beberapa pengeluaran belanja pemerintah dalam rangka stimulus ekonomi untuk meningkatkan daya beli masyarakat (Silalahi & Ginting, 2020) :

  • Program Keluarga Harapan (PKH),
  • Kartu Indonesia Pintar (KIP),
  • Kartu Sembako dan beras sejahtera,
  • Kartu Prakerja,
  • Bantuan UMKM,
  • BLT subsidi gaji pekerja,
  • BST (Bantuan Social Tunai) Kementrian Social
  • Listrik gratis
  • Bantuan kuota pendidikan
  • Penangguhan pembayaran pajak

Bank Indonesia sebagai pemangku kewajiban moneter terus memperkuat seluruh instrumen bauran kebijakan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah, mengendalikan inflasi, dan mendukung stabilitas sistem keuangan (Dylan Trotsek, 2020). Kebijakan moneter untuk memulihkan pereekonomian Indonesia dengan menurunkan suku bunga. Bank Indonesia meyakini penurunan suku bunga dapat membantu pemulihan ekonomi nasional. Implikasi dari kebijakan tersebut membuat perbankan harus menurunkan suku bunga kredit. Turunnya suku bunga kredit diharapkan dapat membantu  masayrakat dan pemilik usaha mikro kecil menengah untuk bangkit pasca dampak krisis kesehatan pandemi Covid-19. Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengendali setor keuangan  mengoptimalkan sinergi kebijakan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional yang terdampak Covid-19. OJK sendiri menerbitkan Peraturan OJK Nomor 11/2020 dan Peraturan OJK Nomor 14/2020 sebagai kebijakan dampak penyebaran Covid-19. Aturan tersebut menjadi pedoman dalam melakukan restrukturasi kredit atau pembiayaan dan penetapan kualitas aset perbankan, perusahaan pembiayaan, dan lembaga keuangan mikro dalam satu pilar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun