PENDAHULUAN
Pemeriksaan radiologi adalah cara-cara pemeriksaan yang menghasilkan gambar bagian dalam tubuh manusia untuk tujuan diagnostik yang dinamakan pencitraan diagnostik. Menurut Patel (2005:2) Dalam pemeriksaan radiografi menggunakan pesawat Sinar-X dan film untuk mendapatkan hasil gambar yang kemudian akan dibaca dan diagnosis oleh dokter radiologi. Dalam beberapa kasus kecelakaan yang mengenai dada, dengan keluhan sedikit susah bernafas, dan terjadinya benturan yang cukup keras pada daerah dada. Dalam hal ini pemeriksaan bagian thorax atau lebih tepatnya pada bagian tulang rusuk menjadi pilihan untuk diagnosis.
Terdapat berbagai macam pemeriksaan pada radiologi. Pemeriksaan radiologi pada bagian thorax disebabkan karena indikasi seperti nyeri pada bagian dada, sesak nafas dan adanya trauma. Trauma pada tulang terjadi ketika adanya suatu kejadian terbentur atau adanya tekanan yang tidak wajar sehingga menyebabkan nyeri, bengkak bahkan fraktur. Kasus trauma sering ditemukan ketika terjadi cedera saat olahraga, kecelakaan dan kekerasan fisik. Trauma pada bagian thorax memiliki dampak yang serius karena pada thorax terdapat berbagai macam sistem seperti sistem pernafasan dan sistem peredaran darah sehingga memerlukan organ-organ penting seperti paru- paru dan jantung dalam prosesnya.
Ketika terjadi fraktur dikhawatirkan bahaya utama, seperti pendarahan dalam, tusukan organ, pembatasan kemampuan jantung untuk memompa darah, dan gangguan pertukaran oksigen di paru-paru. Oleh karena itu, ketika terjadi trauma pada thorax terdapat beberapa pemeriksaan yang sering digunakan yaitu thorax AP/PA dan satu variasi pemosisian lateral oblique. Hal ini dilakukan agar dapat terlihat dari dua arah yang berbeda sehingga memudahkan radiolog untuk mendiagnosa bagian yang memiliki kelainan. Dengan dilakukannya kedua pemosisian tersebut diharapkan dapat mendiagnosis fraktur pada ribs dan mengidentifikasi kondisi organ yang dekat dengan daerah fraktur. Untuk pemosisian lateral oblique dilakukan untuk meningkatkan keakuratan diagnosa dan menentukan penanganan yang tepat.
METODOLOGI
Prosedur pemeriksaan radiografi yang digunakan untuk mengidentifikasi fraktur pada tulang rusuk yang diakibatkan oleh benturan dilakukan secara sistematis agar mendapatkan hasil citra diagnostik yang baik dan optimal dengan tetap memperhatikan prinsip proteksi radiasi. Dalam pemeriksaan ini, pasien mengalami trauma pada thorax akibat dari kecelakaan berupa benturan dari benda tumpul, dengan dugaan fraktur pada struktur kosta. Pemeriksaan dilakukan pada instalasi radiologi diagnostik atas rujukan dari dokter yang bertanggung jawab.
- Tahap Sebelum Pemeriksaan
Sebelum pelaksanaan pencitraan, radiografer memvalidasi identitas pasien serta memastikan adanya indikasi klinis yang sesuai dengan permintaan pemeriksaan. Tahapan terpenting sebelum pemeriksaan yaitu komunikasi terapeutik berupa pemberian Informed Consent kepada pasien atau keluarga pasien, yang menjelaskan secara menyeluruh tentang tujuan, prosedur, dan potensi resiko dari pemeriksaan radiografi.
- Tahap Pelaksanaan Pemeriksaan Radiografi
Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan menerapkan prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) untuk meminimalkan paparan radiasi terhadap pasien maupun petugas. Radiografer menggunakan APD seperti apron timbal, kemudian pasien diposisikan dalam proyeksi Anteroposterior (AP), Left Posterior Oblique (LPO) atau Right Posterior Oblique (RPO) diatas meja pemeriksaan. Selanjutnya radiografer mengatur dan menyesuaikan parameter seperti kolimasi sinar, faktor eksposi seperti kV, dan mAs untuk memperoleh hasil citra yang optimal.
- Tahap Setelah Pemeriksaan
Setelah eksposi dilakukan, Imaging Plate (IP) dibaca dan diproses menggunakan CR Reader yang pemindaiannya akan ditransfer ke sistem komputer untuk ditampilkan sebagai citra digital. Citra kemudian dianalisis untuk konfirmasi diagnosis guna menentukan tindak lanjut medis pasien.
HASIL & PEMBAHASAN
Fraktur atau patah tulang adalah istilah yang mengacu pada hilangnya sebagian atau seluruh struktural korteks tulang, dengan derajat cedera pada jaringan lunak di sekitarnya, yang umumnya disebabkan oleh trauma atau kekuatan fisik. Fraktur costa (patah tulang iga/rusuk) adalah cedera pada dada karena trauma tumpul, tajam atau kondisi patologis yang menyebabkan patah tulang rusuk dan menunjukkan keparahan yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Penyebab utama pada fraktur costa. Penyebab utama dari fraktur costa yaitu trauma tumpul pada daerah thorax, seperti kecelakaan lalu lintas, benturan saat aktivitas fisik seperti olahraga, dan terjatuh dari ketinggian yang melebihi batas ketahanan dari suatu tulang. Selain itu, seseorang dengan aktivitas berulang, seperti batuk kronis dan mengangkat beban yang dapat membebani otot-otot dan struktur thorax juga menjadi penyebab fraktur costa. Secara internal, seseorang lanjut usia dengan osteoporosis yakni kondisi berkurangnya kepadatan suatu tulang sehingga mudah retak atau patah.
Fraktur costa merupakan cedera yang sering terjadi akibat trauma thorax, dengan insidensi sekitar 12% dari seluruh kasus fraktur, dan sekitar 10% pada pasien trauma tumpul. Fraktur costa sering ditemukan pada lansia karena kepadatan tulang yang menurun. Fraktur costa juga berkaitan erat dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Angka kematian dapat mencapai 51%, terutama pada kasus berat dengan komplikasi. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah pneumotoraks diikuti hemothoraks, kontusio paru dan flail chest, yang dapat terjadi pada hingga 70% pasien. Hal ini disebabkan oleh nyeri hebat yang membatasi gerakan dinding dada dan ventilasi paru, sehingga meningkatkan risiko infeksi saluran napas. Nyeri adalah masalah yang paling umum dan biasanya terlokalisir di satu area, serta akan meningkat saat bernapas. Ketika menarik napas, rongga dada akan melebar dan kondisi ini akan menggeser bagian tulang rusuk yang patah, sehingga menyebabkan gesekan antara ujung bagian tersebut dengan jaringan lunak di sekitarnya yang akan memicu rasa sakit.
Pemeriksaan radiografi thorax merupakan metode diagnostik pencitraan yang umum digunakan untuk mendeteksi dan mengevaluasi cedera maupun kelainan pada area dada. Pemeriksaan ini memiliki berbagai proyeksi atau arah penyinaran, yang memungkinkan radiografer untuk menyesuaikan teknik pencitraan sesuai dengan indikasi klinis pasien. Penyesuaian arah sinar berseduaian dengan posisi pasien yang bertujuan untuk memperoleh citra toraks dari sudut pandang tertentu guna meningkatkan akurasi diagnostik. Pembahasan ini berfokus pada teknik pemeriksaan radiografi toraks Antero Posterior (AP) dan Left Posterior Oblique (LPO).
Pemeriksaan radiografi thorax Antero Posterior (AP) merupakan proyeksi dengan arah berkas sinar-X masuk melalui bagian depan dada pasien dan keluar melalui bagian belakang. Proyeksi ini dapat dilakukan berdiri sehingga pasien membelakangi bucky stand. Namun, proyeksi AP sering dilakukan pada pasien non-kooperatif dengan posisi supine. Untuk mendapatkan hasil citra yang optimal dengan proyeksi AP, maka seorang radiografer dapat memposisikan dan mengarahkan pasien untuk tidur terlentang dengan tangan sedikit abduksi. Menggunakan IR ukuran 35x43 cm dengan penempatan tabung sinar-X tegak lurus terhadap bidang objek. Center point diarahkan sekitar 5 cm di bawah jugular notch dan kolimasi sinar harus disesuaikan agar mencakup seluruh area thorax, sebagian abdomen atas, serta sebagian humerus untuk memperoleh gambaran yang komprehensif. Faktor eksposi yang diberikan mencakup kVp 60-70, mAs 8-16, dan mA 250 yang disesuaikan dengan kondisi tubuh pasien. Radiografer juga harus memastikan bahwa tidak ada artefak, seperti benda logam, yang dapat mengganggu sinar-X menembus objek. Pemeriksaan ini dilakukan pada fase inspirasi penuh, dengan instruksi kepada pasien untuk menahan napas guna meminimalkan pergerakan dan memperoleh visualisasi struktur intrathorakal secara optimal.
Pemeriksaan dengan proyeksi AP fraktur costae sering kali sulit dikenali pada pemeriksaan radiografi thorax proyeksi AP standar, khususnya pada segmen lateral dan posterior, akibat superimposisi antar struktur tulang serta keterbatasan posisi pasien yang umumnya terlentang. Maka dari itu, proyeksi ini lebih cocok digunakan untuk melihat fraktur costae secara jelas pada costae bagian depan.
Pada studi kasus yang terjadi yaitu yang mengalami trauma pada thorax akibat dari kecelakaan berupa benturan dari benda tumpul dengan dugaan fraktur pada struktur kosta,selain menggunakan pemeriksaan dengan posisi AP (Anteroposterior) salah satu variasi posisi lain yang digunakan dalam pemeriksaan thorax adalah posisi LPO (Left Posterior Oblique). Dilakukannya pemeriksaan dengan posisi LPO bertujuan untuk pemeriksaan pasien yang mengalami benturan pada dada atau penyakit tertentu pada dada untuk mengetahui kondisi paru-paru, jantung, dan struktur mediastinum apakah terjadi suatu fraktur ataupun kelainan pada bagian kanan atau kiri, tanpa adanya tumpang tindih sehingga dapat mengetahui bagian anatomi thorax dengan jelas. Posisi ini juga memberikan sudut pandang yang lebih baik terhadap lesi, massa, atau klasifikasi yang mungkin tidak terlihat dalam pemeriksaan thorax dengan posisi PA (posteroanterior) karena dalam kasus yang terjadi, pasien mengalami sedikit sesak nafas dan nyeri hebat pada dada sehingga dalam evaluasi pemeriksaan, posisi ini dilakukan untuk mencari fraktur yang tidak tampak pada proyeksi konvensional. Selain itu, pada pemeriksaan mediastinum posterior, penilaian mobilitas diafragma, dan deteksi pneumotoraks kecil atau efusi pleura lokal pada sisi tertentu juga dapat dilakukan dengan lebih akurat menggunakan posisi ini.
Pada saat dilakukannya pemeriksaan dengan posisi LPO, posisi pasien erect dengan bagian tubuh posterior kiri menghadap detektor, sambil memutar tubuh 45 derajat ke arah kanan. Detektor ditempatkan di belakang sisi kiri posterior pasien, dengan sinar pusat yang diarahkan ke tengah sternum pada level T7. Untuk mendapatkan ekspansi maksimal paru-paru, pernapasan dilakukan saat inspirasi penuh, dan jarak antara sumber sinar dan detektor biasanya sekitar 180 cm untuk mengurangi distorsi bayangan pada jantung.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa fraktur yang terjadi di area thorax sangat berbahaya karena pada rongga thorax terdapat dua sistem yang sangat penting bagi tubuh, yaitu sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan pada kasus ini adalah thorax AP dan LPO. Proyeksi Thorax AP dilakukan ketika pasien dalam keadaan non-kooperatif dengan posisi supine. Namun hasil pemeriksaan ini kurang jelas untuk mendiagnosa kelainan pada thorax sehingga diperlukannya satu proyeksi yaitu LPO. LPO bertujuan untuk mengetahui kondisi paru-paru, jantung, dan struktur mediastinum apakah terjadi suatu fraktur ataupun kelainan pada bagian kanan atau kiri, tanpa adanya tumpang tindih sehingga dapat mengetahui bagian anatomi thorax dengan jelas. Posisi ini juga memberikan sudut pandang yang lebih baik terhadap lesi, massa, atau klasifikasi yang mungkin tidak terlihat dalam pemeriksaan thorax dengan posisi PA (posteroanterior). Sehingga pada kasus ini terdapat dua proyeksi pemeriksaan yang digunakan untuk mengidentifikasi kelainan thorax yang terjadi pada pasien.
REFERENSI
Amroji, Ali & Faradina, Raditya & Adriana, Agnes. (2019). Perbandingan Rata-Rata Densitas Pada Hasil Foto Thorax Proyeksi Antero Posterior (AP) Supine dan Duduk Tegak. JRI (Jurnal Radiografer Indonesia). 2. 1-8. 10.55451/jri.v2i1.23.
Assi AA, Nazal Y. Rib fracture: Different radiographic projections. Pol J Radiol. 2012 Oct;77(4):13-6. doi: 10.12659/pjr.883623. PMID: 23269931; PMCID: PMC3529706.
Bontrager, K. L., & Lampignano, J. P. (2014). Chest & Bony Thorax. In Textbook of Radiographic Positioning and Related Anatomy (8th ed.). Elsevier/Mosby.
Cohen, E. (2022). Physiology of the Lateral Position andOne-Lung Ventilation. Cohen's Comprehensive Thoracic Anesthesia, 88-104.
George Stefanus, G., Sukanto, W., Tangkilisan, A., Fredik G. Langi, F. L., Prasetyo, E., Tamburian, C., & Saleh, D. (2024). Faktor Prediktor Terjadinya Delayed Hemothoraxpada Pasien dengan Riwayat Trauma Tumpul Toraks di RSUP Prof Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal Sehat Indonesia, 6(2).
Issayyidah, U., & Azmi, M. (2025, 1 14). Referat Radiology Emergency: Fraktur Regio Thorak.
3(1), 166-174. https://doi.org/10.55606/jikg.v3i1.3486
Kriss, S., Thompson, A., Bertocci, G., Currie, M., & Martich, V. (2020). Characteristics of rib fractures in young abused children. Pediatric Radiology, 50, 726-733.
Miftah, A. (2023). ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA Tn. T DENGAN DIAGNOSA MEDIS CLOSE FRACTURE OF RIB DI RUANG G1 RSPAL dr. RAMELAN SURABAYA.
Patel, R. (2005). Introduction to Radiologic Technology. Elsevier Health Sciences. Veterini, A. S. (2024). Pengetahuan Dasar Trauma Dada. Airlangga University Press.
Sandi Tunny, I., S.J Malisngorar, M., Hatma Rusli, R., Soumena, I., & Ariyanto, B. (2023). Rancang Bangun Alat Fiksasi Pemeriksaan Radiografi Thorax Proyeksi Antero Posterior (AP) pada Balita. Jurnal Ilmu Kesehatan Dan Keperawatan, 1(1).
Wahyuni, Â Â A. Â Â T., Â Â Masfuri, Â Â M., Â Â & Â Â Arista, Â Â L. Â Â (2022). FAKTOR-FAKTOR Â YANG MEMPENGARUHI MORTALITAS PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR COSTA:
Literature Review. Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 6(2), 157-167. https://doi.org/10.52020/jkwgi.v6i2.415
Zaky Ramadhani, M., Aditya Nugraha, B., & Rahayu, U. (2024). MANAJEMEN PASCA BEDAH
PADA KASUS OPEN FRAKTUR SEGMENTAL CRURIS : CASE REPORT. SENTRI:
Jurnal Riset Ilmiah, 3(6).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI