Mohon tunggu...
eny mastuti
eny mastuti Mohon Tunggu... -

Ibu dua orang remaja. Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ada Gen yang Mempengaruhi Pilihan Poligami atau Monogami

23 Agustus 2017   22:42 Diperbarui: 24 Agustus 2017   09:16 2056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
encrypted-tbn0.gstatic.com

 Dunia infotainmen tanah air, sedang dihiasi berita gugat cerai istri penyanyi religi Opick. Kabar ini menjadi booming, salah satu nya karena curhatan istri di media sosial yang cukup "menohok". Bukan hanya menyudutkan pihak suami dan istri kedua, tetapi juga kyai yang menikahkan suami dengan istri baru nya.

Tulisan ini tidak akan mengupas keputusan poligami Opick dan respon istri. Semua berpulang kepada diri masing-masing. Dukungan do'a agar semua masalah dapat segera terselesaikan dengan baik, mungkin mejadi pilihan sikap yang lebih bermanfaat. 

Poligami sebenarnya bukan hal baru dalam sejarah manusia. Poligami ada dalam catatan kehidupan manusia sejak masa peradaban Persia Romawi, pada riwayat kenabian, atau  catatan di Indonesia, termuat dalam sejarah kerajaan Hindu, Budha dan Islam, hingga era digital kini.

Poligami menjadi salah satu sunnah yang diajarkan agama Islam. Meskipun dalam pelaksanaannya menyertakan syarat yang tidak ringan. Selama ini ketika membahas fenomena poligami,  rujukan lebih bersandar kepada ilmu  agama dan budaya. Jarang terdengar adanya kajian dari aspek medis atau anatomi tubuh manusia.

Nah.., bersyukur lah (saya) karena menemukan kultwit Dokter Ryu Hasan, seorang neurosurgeon. Melalui akun twitter @ryuhasan, mengupas peran genetika dalam hal poligami. Dijelaskan, pada diri manusia terdapat gen vasopresin alias "gen monogami"  yang mempengaruhi pilihan seseorang (laki-laki) untuk menjalani hubungan secara poligami atau monogami. Tema ini langsung diserbu para netizen dengan berbagai komentar dan pertanyaan baik serius maupun yang terkesan usil. Apapun bentuk diskusi nya, yang penting pengetahuan baru bisa diperoleh.

@ryuhasan mengawali twit nya dengan :

Apakah manusia cenderung monogami atau poligami? Jawabannya tergantung seberapa panjang gen vasopresin alias "gen monogami" orang tersebut.

18.35 - 21 Agt 2017

 

Makin panjang gen vasopresin seseorang makin cenderung dia bermonogami, makin pendek gen vasopresin makin cenderung dia berpoligami

18.36 - 21 Agt 2017

Dijelaskan, para ahli menemukan gen vasopresin alias "gen monogami" ini, sejak tahun 1981. Keluarga mamalia (termasuk manusia) sekitar 5 persen spesies nya cenderung monogamis, 95 persen cenderung gonta ganti pasangan. Beda dengan bangsa burung yang 98 persen spesies nya monogamis.

Panjang pendek gen monogami ini tidak dapat diindra secara langsung, untuk mengetahui nya harus melalui pemeriksaan laboratorium. Jawaban Dokter @ryuhasan tentang cara mengidentifikasi (calon)  suami, apakah memiliki potensi mendua / selingkuh , atau tidak :

Pemeriksaan kromosom, cek gen vasopressin

20.47 - 21 Agt 2017

Meskipun  jenis gen tidak bisa dilihat secara kasat mata, namun tetap ada cara untuk menangkap adanya potensi berpoligami. Ketika ada pertanyaan, tidak bisakah kecenderungan poligami ini diteropong dari bibit bebet dan bobot?  Berikut cuitan dari @ Rudatin7 yang diretwit / disetujui oleh Dokter Ryu Hasan :

Dari neropong bibit sepertinya bisa. Anak dari keluarga yg punya sejarah poligami, umumnya punya kecenderungan yg sama meski dia perempuan.

19.39 - 21 Agt 2017

Dijelaskan, gen monogami mempengaruhi cara pandang manusia terhadap pernikahan / komitmen terhadap satu ikatan, kesetiaan, pola interaksi sosial dan kadar empati.

Pada orang2 psikopat gen monogami ini sangat pendek, jadi gen ini juga berkorelasi dg bakat kemampuan otak individu untuk berempati.

21.31 - 21 Agt 2017

Dari sisi medis, sepertinya ketika pria berpoligami, itu bukanlah keputusan ujug-ujug. Yang hanya didorong adanya kesempatan, kemampuan (mapan secara finansial) dan  alasan lain. Faktor genetika, memungkinkan potensi poligami sudah ada sejak lahir. Kemapanan dan kesempatan hanya  menjadi faktor pemicu dan pilihan waktu eksekusi saja.

Jika ini sunnah, mengapa seringkali membuat istri marah?

Poligami dalam agama Islam memiliki syarat yang harus dipenuhi, ketika dilaksanakan. Dari berbagai sumber disebutkan syarat poligami adalah :

  • Mampu Berbuat Adil : Adil dalam nafkah lahir dan bathin.
  • Tidak Melalaikan Ibadah : Jangan sampai poligami menyebabkan kualitas dan waktu beribadah menjadi berkurang.
  • Menjaga agama dan kehormatan Istri : Mampu memberi bimbingan dan didikan kepada istrinya. Suami diharuskan mendidik istri dengan didikan yang benar.

Ketika keputusan poligami direspon secara negatif oleh istri, dan berakibat adanya prahara dalam rumah tangga, mungkin ada syarat yang tidak terlaksana dengan baik. Fenomena saat ini, adanya  reaksi ekstrim para istri, adalah karena suami menikah diam-diam, menutupi dan bersikap seolah tidak ada apa-apa, semua baik-baik saja, dengan terus menerus berbohong kepada istri.

Lalu.... ,

- Dimana letak keadilan dalam sebuah kebohongan? Bohong berarti merampas hak orang lain / istri untuk  mendapatkan fakta kebenaran.

- Jika poligami diniatkan untuk ibadah, bagaimana cara membawa sebuah kebohongan menjadi suatu aktifitas bernilai ibadah?

- Pada titik mana, sebuah kebohongan mampu menjaga agama dan kehormatan istri?

Gen,  apapun jenis dan pengaruhnya bagi makhluk hidup, adalah rahmat dari Alloh SWT. Poligami adalah salah satu sunnah dalam agama Islam yang di dalamnya (sebenarnya) terdapat tujuan mulia untuk mengatasi problem - problem sosial. Seperti merawat janda dan anak-anaknya, mengentas kemiskinan dan menghindari zina.

Tidak ada maksud memprotes apa yang telah menjadi sunatulloh, hanya  menyayangkan adanya praktek poligami yang seringkali gagal menjadi solusi bagi kehidupan sosial, dan justru menjadi penyumbang masalah sosial  : perceraian, menjadikan anak-anak sebagai korban (broken home) dan efek domino lain yang menyertai.

Ponorogo, 21.57 -- 23 Agustus 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun