Aliran idealisme dalam filsafat pendidikan menegaskan bahwa kebenaran dan realitas sejati bersumber pada gagasan, nilai, dan aspek kejiwaan manusia bukan sekadar fenomena material. Dalam konteks sekolah menengah pertama (SMP), jenjang yang ditandai oleh perubahan kognitif, emosional, dan moral peserta didik, idealisme memberi kerangka untuk menempatkan pengembangan intelektual yang reflektif dan pembentukan karakter sebagai tujuan pendidikan utama. Alih-alih hanya menekankan penguasaan fakta atau keterampilan teknis, idealisme mengarahkan praktisi pendidikan untuk menumbuhkan kapasitas berpikir abstrak, sensitivitas etis, dan kesadaran estetika pada remaja semua komponen yang berperan dalam pembentukan identitas moral dan keputusan etis di masa depan.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah masa transisi penting dalam perkembangan peserta didik. Pada tahap ini, remaja tidak hanya belajar memahami pelajaran akademik, tetapi juga mulai membentuk jati diri, nilai moral, dan pandangan hidup. idealisme menuntut kontekstualisasi gagasan menghubungkan nilai-nilai universal (kebenaran, kebaikan, keindahan) dengan pengalaman hidup siswa sehari-hari sehingga pendidikan menjadi proses internalisasi nilai yang konkret dan dapat dipraktikkan. Hal ini relevan mengingat masa SMP adalah periode kritis bagi pembentukan kebiasaan berpikir dan sikap moral yang menetap. Di sinilah filsafat pendidikan memiliki peran penting  terutama aliran idealisme, yang menempatkan nilai dan ide sebagai inti dari pendidikan.
Sayangnya, di tengah arus modernisasi dan digitalisasi, nilai-nilai luhur yang diusung idealisme sering kali terpinggirkan oleh tuntutan akademik, ujian, dan tekanan prestasi. Sekolah lebih sibuk mengejar angka ketimbang membentuk manusia seutuhnya. Maka, muncul pertanyaan besar: masihkah idealisme relevan bagi pendidikan SMP hari ini?
Latar Belakang
Pendidikan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia melalui human resource development memerlukan wawasan yang luas, seluas aspek kehidupan manusia itu sendiri. Karenanya masalah pendidikan tidak cukup hanya didasarkan pengalaman saja, melainkan dibutuhkan suatu pemikiran mendalam, pengkajian secara ilmiah dan penelitian yang up to date (Mubin, 2019). Pendekatan filosofis terhadap pendidikan adalah suatu pendekatan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan pendekatan filsafat. Sehingga pengetahuan atau teori pendidikan hasil dari pendekatan filsafat tersebut disebut dengan filsafat pendidikan. Filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan (the mother of knowledge) pada dasarnya bermaksud untuk menjawab seluruh problematika yang ada maupun yang mungkin ada dalam kehidupan manusia.
Pendidikan menengah pertama (SMP) memegang peranan krusial dalam membentuk pondasi intelektual, moral, dan karakter siswa. Di tahap ini, siswa tidak hanya belajar konten akademik, tetapi juga mulai mengembangkan pola pikir abstrak, identitas, dan nilai-nilai ideal. Aliran idealisme dalam filsafat pendidikan menekankan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk "ide", yaitu gagasan, nilai-nilai, dan potensi batin manusia, sehingga pembelajaran bukan hanya transfer ilmu, tetapi transformasi pribadi menuju keunggulan moral dan etis.
Pengertian Aliran Idealisme dalam Pendidikan
Aliran idealisme merupakan salah satu cabang filsafat pendidikan yang berakar dari pemikiran Plato dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Immanuel Kant, George Berkeley, dan Hegel. Dalam konteks pendidikan, idealisme menekankan bahwa realitas sejati terletak pada ide, nilai, dan pikiran, bukan pada hal-hal material.
Menurut Plato, dunia nyata hanyalah bayangan dari dunia ide yang sempurna. Oleh karena itu, pendidikan berfungsi untuk membawa peserta didik mengenal nilai-nilai kebenaran, keindahan, dan kebaikan yang abadi (the true, the good, and the beautiful).
Dalam konteks pendidikan modern, idealisme menekankan pembentukan karakter, moral, dan spiritual peserta didik, bukan hanya pencapaian akademik. Proses belajar dianggap berhasil bila mampu mengembangkan potensi rasional dan etis manusia.
Beberapa tokoh penting yang berpengaruh dalam perkembangan idealisme antara lain:
- Plato (427-374 SM)
Plato merupakan tokoh pertama kali pada aliran idealisme. Aliran idealisme ini menjadikan idea sebagai inti dasarnya. Plato menganggap idea merupakan suatu yang objektif. Idea diciptakan oleh pemikiran individu, namun pemikiran bergantung dari idea-idea. Pemikiran adalah menaruh perhatian terhadap idea-idea.
- J. G. Fichte (1780-1788)
J. G. Fichte memiliki filsafat yang disebut Wissesnschaftslebre yang berarti ajaran ilmu pengetahuan. Ide Fichte yang mendukung idealisme adalah manusia mempersepsikan objek melalui inderanya. Dalam memahami objek-objek tersebut, orang mencoba mencari tahu apa yang ada di baliknya. Hal tersebut bertujuan untuk mengembangkan proses intelektualnya saat ia membentuk, mengabstraksi, dan memahami objek sambil berpikir.
- G. W. F Hegel (1770-1831)
G. W. F Hegel adalah filsuf yang dikenal menggunakan metode berfilsafat dialektika. Pandangan Hegel, yang mendukung idealisme, adalah bahwa yang absolut adalah roh yang diekspresikan di alam. Tujuannya adalah untuk menyadarkan masyarakat akan dirinya sendiri. Spirit mempunyai hakikat sebagai gagasan/pemikiran. Segala sesuatu yang nyata adalah rasional, dan segala sesuatu yang rasional adalah nyata. Maksud dari ungkapan tersebut adalah bahwa ruang lingkup akal sama dengan ruang lingkup realitas.
- F. W. J. Schelling (1775-1854)
F. W. J. Schelling adalah filsuf yang menganut aliran idealisme. Pandangan Schelling yang mendukung idealisme adalah teori absolutnya tentang alam. Sesuatu yang mutlak merupakan aktivitas kognitif yang terjadi terus menerus dan berlangsung selamanya.
- Imanuel Kant (1724-1808)
Imanuel Kant adalah seorang tokoh idealisme yang terkenal pada masa pencerahan. Kant memandang bahwa pengetahuan dimuali dari pengalaman, namun tidak semua pengalaman berarti pengetahuan. Objek-objek eksternal dirasakan oleh indera, tetapi ide-idelah yang mengatur objek-objek dari pengalaman.