Filsafat Pendidikan sebagai Studi Praktis
Filsafat pendidikan tidak hanya berperan sebagai fondasi teoretis, tetapi juga memberikan arah yang jelas terhadap bagaimana proses pembelajaran seharusnya dirancang dan dijalankan. Menurut Rahmadania, et.al. (2025), setiap aliran filsafat pendidikan membawa konsekuensi praktis yang memengaruhi berabgai aspek pembelajaran, yaitu:
- Penentuan Tujuan Pembelajaran. Filsafat pendidikan memberikan dasar untuk merumuskan tujuan pendidikan. Contohnya aliran progresivisme memandang tujuan pendidikan sebagai pengembangan potensi dan keterampilan hidup peserta didik secara kontekstual, sedangkan esensialisme menetapkan tujuan pembelajaran pada penguasaan ilmu pengetahuan dasar yang dianggap penting untuk kehidupan.Â
- Peran Guru dan Siswa Dalam aliran esensialisme dan perenialisme. Guru dianggap sebagai pusat otoritas yang bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Sebaliknya, progresivisme dan rekonstruksionisme menempatkan guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai subjek aktif yang turut menentukan arah pembelajaran. Pandangan ini berdampak langsung terhadap pola interaksi di dalam kelas.Â
- Pemilihan Metode Pembelajaran Filsafat pendidikan memengaruhi pendekatan dan metode yang digunakan guru. Pendekatan konstruktivis yang dipengaruhi oleh progresivisme menekankan pembelajaran berbasis pengalaman dan pemecahan masalah. Sementara pendekatan tradisional yang sejalan dengan esensialisme cenderung menggunakan metode ceramah, latihan soal, dan penghafalan.Â
- Penyusunan Kurikulum Filsafat pendidikan juga menentukan isi dan struktur kurikulum. Kurikulum esensialis berfokus pada mata pelajaran inti seperti matematika, sains, dan bahasa. Kurikulum progresif lebih fleksibel dan bersifat integratif, mengaitkan berbagai disiplin ilmu untuk menjawab kebutuhan nyata peserta didik.Â
- Evaluasi dan Penilaian Dalam filsafat tradisional seperti esensialisme, evaluasi dilakukan untuk mengukur pencapaian akademik melalui tes obyektif. Di sisi lain, pendekatan progresif atau rekonstruksionis mendorong bentuk evaluasi yang lebih holistik, seperti portofolio, observasi, dan penilaian proses belajar.
Beberapa contoh implementasi filsafat pendidikan di dunia nyata:
1. Dalam Perencanaan Kurikulum
Setiap kurikulum pada dasarnya berakar pada filsafat tertentu:
- Pragmatisme tercermin dalam kurikulum berbasis proyek dan pengalaman.
- Humanisme tampak dalam kurikulum yang menekankan pengembangan potensi individu secara holistik.
- Esensialisme menekankan mata pelajaran inti sebagai fondasi pengetahuan.
Di Indonesia, konsep Merdeka Belajar merupakan implementasi filsafat progresivisme yang mengedepankan kebebasan, fleksibilitas, dan partisipasi aktif siswa.
2. Dalam Metode Pembelajaran
Guru sebagai pelaksana pendidikan sering kali menerapkan filsafat pendidikan secara tidak langsung:
- Progresivisme : guru menggunakan diskusi kelompok, eksperimen, atau problem solving.
- Eksistensialisme : guru memberi ruang bagi siswa untuk memilih cara belajar sesuai minat.
- Idealisme : guru menanamkan nilai moral universal melalui cerita, refleksi, dan teladan.
Dengan demikian, metode pembelajaran tidak hanya soal strategi teknis, melainkan juga mencerminkan pandangan filosofis tertentu.
3. Dalam Evaluasi Pendidikan
Filsafat pendidikan juga memengaruhi cara evaluasi dilakukan:
- Jika berlandaskan pragmatisme, evaluasi tidak hanya berupa tes tertulis, tetapi juga portofolio, proyek, atau presentasi.
- Jika berlandaskan esensialisme, penilaian lebih menekankan penguasaan materi inti.
- Jika berlandaskan humanisme, evaluasi bersifat formatif, mendukung perkembangan pribadi siswa, bukan sekadar menilai hasil akhir.
4. Dalam Kebijakan Pendidikan
Kebijakan pendidikan suatu negara sangat dipengaruhi filsafat:
- Negara dengan filosofi demokratis akan menekankan kesetaraan akses pendidikan.
- Negara dengan filosofi ekonomis akan memfokuskan pendidikan pada keterampilan kerja dan produktivitas.