Sejak lama, paguyuban kami sudah merencanakan untuk melakukan kegiatan bersama. Semacam outing, ke sebuah tempat untuk menginap dan bermain bersama.
Karena masih belum bisa memastikan kehadiran, saya dan keluarga belum bisa ikut daftar. Bahkan, lebih cenderung tidak ikut karena rencana lain yang mendesak.
Tapi, semua itu bisa berubah. Sesaat setelah diumumkan bahwa masih tersedia kamar bagi para anggota paguyuban untuk ikut. Feel free to come, begitu kira-kira.
Rencananya penginapan yang akan dituju berada masih di sekitar daerah tempat tinggal kami. Tapi, menuju ke sana harus melalui akses khusus dari penyedia penginapan, naik kapal. Dan operasional kapalnya cukup terbatas, sehingga waktu keberangkatan hanya sekali sehari.
Nah, hari-H acara, belum memutuskan ikut. Bahkan, saya masih harus mengikuti acara dadakan untuk menyambut tamu yang datang dari jauh. Sehingga, tidak kepikiran akan bisa ikut acara.
Dalam acara, yang awalnya perkiraan saya, akan berakhir sore, ternyata berakhir lebih awal. Belum lagi mengatur janji dengan mertua yang akan datang mengunjungi kami. Pikiran saya, akan tiba sore hari juga di rumah.
Tiba di rumah, bersamaan dengan mertua, kami berbincang-bincang. Lalu, tak sengaja saya menyeletuk mengajak jalan-jalan. Spontan direspon setuju oleh istri, seolah-olah mengatasnamakan anak.
Saya kepikiran akan acara paguyuban. Karena sempat mendapat info masih tersedia slot untuk peserta yang baru, saya menghubungi koordinator acara. Jawabannya sangat responsif dan welcome.Â
Padahal, sebagai peserta baru, kami ikut dengan jumlah yang cukup berlebih. Dan bila harus berurusan dengan pengurusan kamar, setidaknya butuh dua kamar.
Tapi dengan sambutan koordinator, saya menyampaikan bahwa masih tersedia kesempatan untuk kami ikut acara kebersamaan.Â
Uniknya lagi, itu semua terjadi hanya beberapa jam sebelum jam keberangkatan. Dan persis satu jam untuk waktu kumpul, saya memastikan keikutsertaan ke koordinator.