Mohon tunggu...
Nikodemus HeruPrayuda
Nikodemus HeruPrayuda Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa UKSW

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

[Kearifan Lokal] "Eha'a" Budaya Petani Kelapa Talaud

12 Desember 2021   16:17 Diperbarui: 12 Desember 2021   16:28 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, setelah bertambahnya jumlah penduduk dan dikenalnya Budaya Eha’a ini, proses pemanenan buah kelapa jadi dilakukan secara bersama-sama, dan buah kelapa yang dipanen dalam sekali panen ini jumlahnya sangat banyak. Proses memanen buah kelapa dalam jumlah yang banyak secara bersama-sama ini, oleh masyarakat setempat dikenal dengan istilah ‘Mako’e’.

Pada saat ingin memulai Budaya Eha’a, para tetua adat dan Ratumbanua (Ketua adat) akan berkumpul di kebun kelapa mayarakat. Biasanya para tetua adat akan mengenakan jubah berwarna ungu, dan hanya Ketua adat saja yang mengenakan jubah berwarna kuning. 

Di lahan mereka akan berdiri di sekitar patok yang terbuat dari pohon kelapa yang di bagian ujungnya dilingkari kain berwarna merah. 

Nahh…perlu diketahui lahan yang sudah diberi patok tidak boleh dilintasi dan buahnya tidak boleh diambi, biasanya Budaya Eha’a dilakukan selama 3 bulan. 

Lalu, perwakilan dari tetua adat akan membawa patok tersebut ke tempat tetua adat, Ratumbanua, dan masyarakat berkumpul. Setelah kedua patok sampai, para tetua adat akan berkumpul dan membacakan doa dalam bahasa lokal. Dan setelah itu barulah masyarakat bisa mulai melakukan pekerjaannya, seperti memanen buah kelapa, membersihkannya, dan mengolahnya.

Aspek social budaya (People)

Dilihat dari aspek social budayanya, Budaya Eha’a dapat diterima oleh masyarakat setempat, dibuktikan dengan budaya ini tetap diturunkan dan tidak luntur. Budaya Eha’a ini akan dilakukan secara bersama-sama antar masyarakat, dimana budaya ini dapat mempererat hubungan social antar masyarakat setempat, terutama antar petani kelapa.

Makna mendasar dari budaya ini adalah keikhlasan dan ketulusan. Dimana setiap masyarakat akan saling bahu membahu atau melakukannya secara gotong-royong, mulai dari saat panen, pembersihan buah, sampai pengolahan buah kelapa. Dan secara tidak langsung sistem gotong-royong ini akan meringankan pekerjaan petani. 

Namun seiring berjalannya waktu, makna dari Budaya Eha’a ini mulai bergeser, karena masyarakat terutama petani kelapa dihempit dengan kebutuhan akan uang.

Aspek Ekonomi (Profit)

Jika melihat aspek ekonomi, budaya Eha’a ini percaya tidak percaya dapat meningkatkan ekonomi masyarakat setempat, karena dengan melakukan Eha’a ini dipercaya hasil produksinya akan lebih banyak, dan ketika dijual pendapatan petani akan meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun