Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kalimantan, Alas Gung Liwang Liwung?

25 Januari 2022   09:49 Diperbarui: 25 Januari 2022   10:37 3775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis tinggal di Kota Pontianak yang hanya merupakan salah satu kota di Kalimantan saja yang jauh dari alas gung liwang liwung

Sudah tidak menjadi rahasia bahwa pernyataan Edy Mulyadi, salah satu tokoh politik, tepatnya mantan caleg dari PKS ini mengenai Ibukota Negara yang baru menciderai perasaan masyarakat Kalimantan dari beragam lapisan sosial, budaya bahkan politik.

Sudah lama bangsa ini memiliki pola pemikiran dan perspektif yang tidak boleh dibiarkan dan dibiasakan terlalu lama lagi. 

Pola pikir stereotipikal dan cenderung merendahkan karena latar belakang budaya yang dibentuk, mungkin, oleh kekuasaan sebelumnya, bukanlah sebuah kebiasaan yang sehat dan bisa diterima begitu saja. Sebaliknya hal ini sangat merusak dan mengganggu sendi-sendi kehidupan bangsa.

Misalnya saja, sampai sekarang masih ada citra yang beredar luas di negara ini mengenai Papua yang dikenal dengan penduduk yang primitif, suka berperang, bodoh dan miskin. 

Citra ini terus-terusan digaungkan dan seakan sudah menjadi fakta atau informasi umum, meski kadang disampaikan dengan dalih sebuah bentuk lelucon. 

Begitu juga dengan Kalimantan, pulau terbesar di Indonesia ini dianggap sebagai sebuah tempat yang merupakan wilayah penuh dengan hutan yang tumbuh lebat. 

Penggambaran ini kemudian diinterpretasikan dengan lebih mendetail seperti tempat tinggal beragam satwa liar seperti kera, ular dan buaya. Membuat Kalimantan semakin terperosok ke dalam misinformasi.

Saya cenderung khawatir bahwa citra Kalimantan yang dihasilkan dari ignorance dan the lack of knowledge masyarakat, mungkin khususnya dari pulau Jawa yang masih berpikir Jawa sentris, ini masih dipelihara dengan baik. 

Jelas tidak semua orang yang tinggal di pulau Jawa memiliki pola pikir sempit atau Jawa sentris seperti ini, tetapi bisa dibayangkan bila penggambaran ini masih terpelihara. 

Contoh nyatanya, bahkan seorang tokoh politik yang notabene berkubang dalam hal kenegaraan dan kebangsaan saja bisa memiliki pemikiran seperti itu.

Kalimantan sepertinya dikonotasikan dengan alas gung liwang liwung, memiliki pengertian sebuah hutan belantara nan luas. Frasa ungkapan ini memiliki konsep mengenai sebuah hutan yang tak tersentuh manusia serta peradaban. 

Binatang liar dan segala jenis mahluk tak beradab seperti raksasa serta jin, kuntilanak, genderuwo, atau mahluk halus lainnya tinggal dan hidup di wilayah ini dengan menggunakan hukum rimba.

Dalam wicarita pewayangan, kata alas yang merujuk pada hutan, banyak digunakan. Kata alas yang berarti "tanah luas, tidak digarap manusia dan penuh pepohonan besar" juga memiliki versi bahasa Jawa Krama Inggil, yaitu wana. 

Dalam kisah pewayangan dengan lakon Babad Wanamarta, misalnya. Para Pendawa diusir ke sebuah hutan, yaitu Wanamarta, yang ditinggali oleh jin, gandarwa dan para butha, atau raksasa. 

Ada juga ungkapan penggambaran sebuah hutan yang janma mara mati, sato mara mati yang berarti kurang lebih baik manusia maupun binatang bila masuk ke dalam hutan tersebut pasti mati. 

Ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam pewayangan ini juga digunakan di dalam kehidupan masyarakat yang sebenarnya lahir ketika pulau Jawa saat itu masih luas dan memiliki hutan yang juga lebat, yaitu paling tidak sebelum abad ke-18 Masehi.

Luas pulau Jawa adalah 129.600.71 km2 (12.960.071 ha). Pada abad ke-16 sampai abad ke-18 Masehi, hutan di pulau Jawa diperkirakan masih seluas 9 juta hektar. Ini berkurang jauh pada tahun 1980-an menjadi 0.97 juta hektar saja atau 7% dari luas pulau Jawa. 

Dengan kenyataan ini, apakah mungkin bahwa ketiadaan hutan di pulau Jawa lagi itu membuat konsep alas gung liwang liwung dan janma mara mati, sato mara mati dipindahkan ke pulau lain, dalam hal ini adalah Kalimantan, yang dengan kurangnya informasi ditambah ketidakpedulian yang akut memperkuat citra buruk dan salah tersebut? 

Apakah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti yang sekarang ini kita masih bisa mentoleransi sikap, sifat dan pemikiran sempit dan tidak acuh seperti yang ditunjukkan Edy Mulyadi?

Kota Pontianak di Malam Hari
Kota Pontianak di Malam Hari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun