Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tentang Greenflation dan Keadilan Transisi

22 Januari 2024   21:47 Diperbarui: 24 Januari 2024   11:05 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ekonomi hijau. (Sumber: SHUTTERSTOCK/U-STUDIOGRAPHY DD59 via kompas.com)

Riset dan pengembangan juga tidak murah.  Hal ini menjelaskan mengapa banyak riset hanya berhenti di level 'niche' (ceruk) teknologi seperti pusat-pusat penelitian. 

Pengembangan teknologi energi ombak dan arus laut belum mampu mencapai tahap produksi masal dan komersialisasi. Sebabnya adalah untuk menciptakan teknologi yang murah dan mudah dioperasikan, butuh duit banyak dan waktu yang panjang.

Keadilan dekarbonisasi?

Siapa yang harus menanggung ongkos 'hijaunisasi' atau dekarbonisasi?  Jawaban atas pertanyaan ini berkaitan dengan keadilan transisi energi. 

Berbagai lembaga internasional telah merumuskan prinsip-prinsip transisi yang adil. Keadilan lingkungan adalah salah satu prinsip itu. Peningkatan produksi dan konsumsi biosolar tidak boleh menghabiskan hutan tropis demi perluasan kebun kepala sawit.

Prinsip lain adalah keadilan antar kelompok sosial. Penutupan pembangkit batu bara meniadakan lapangan kerja ratusan ribu orang yang bergantung pada sektor ini. Ada beberapa pertanyaan tentang keadilan. 


Ke mana para pekerja pembangkit, penambang, pengangkut, tenaga ahli, pemasok, pedagang perantara. Bagaimana nasib mereka. Kompensasi apa yang mereka terima. 

Sektor ekonomi mana yang harus dikembangkan untuk menyerap mereka. Perluasan kebun kelapa sawit memiliki sisi keadilan. Bagaimana hidup dan kesejahteraan komunitas-komunitas yang bergantung pada hutan.

Selain itu, transisi tidak boleh melanggar hak asasi. Pembangunan pembangkit surya, geothermal tidak boleh melanggar hak atas tanah dan hutan. Sebuah sistem kompensasi adil harus diterapkan dalam proses pembangunan berbagai pembangkit energi terbarukan. 

Misalnya, warga tidak bisa digusur begitu saja dari lahan demi pembangunan pembangkit surya. Jumlah ganti rugi harus cukup untuk mengembangkan sumber pendapatan di sektor lain.

Aspek penting lain adalah keadilan akses energi. Transisi harus tetap menjamin akses warga ke energi yang terjangkau dan dapat diandalkan. Selama ini pembangkit batu bara telah menjadi tulang punggung penyediaan energi murah bagi penduduk kota. Jika pembangkit fosil ini ditutup, perlu ada pengganti yang dapat menjamin akses ke energi. Tenaga Hidro berbasis waduk dan panas bumi adalah dua pengganti yang dapat diandalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun