Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bajing di Belakang Rumah

29 Oktober 2020   12:57 Diperbarui: 29 Oktober 2020   13:03 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kira-kira dua bulan lalu, saya duduk di halaman belakang rumah. Malam telah melewati titik tengah. Di tengah keheningan, saya dikejutkan oleh bayangan yang berlari pelan di sepanjang tembok belakang rumah. Bukan kucing karena badannya lebih kecil, bukan tikus karena badannya lebih besar. Karena lampu halaman belakang cukup terang, saya bisa melihat ekornya yang berbulu lebat. Tupai. Lalu pertanyaan adalah mengapa ada tupai di tengah kota. Bukankah ekosistem hewan ini harusnya di hutan atau kebun kelapa? Mungkinkan terjadi adaptasi perilaku bajing akibat perubahan ekosistem?

Ketika wabah Corona menyebar dan membunuh banyak orang, saya ingat Tupai di belakang rumah. Globalisasi merubah banyak hal, termasuk jenis dan pola penyebaran penyakit. Integrasi global mendorong penyatuan ke arah organisasi-organisasi sosial lebih besar dari negara, organisasi-organisasi global. Pada saat bersamaan, ia juga meniciptakan fragmentasi kea rah local. Bukankah komunitas berdasarkan kampung, kecamatan, kabupaten bertumbuh subur bersamaan dengan organisasi-organisasi global.

Globalisasi itu gerak kontradiktif. Manusia berambisi menciptakan sebuah desa lintas benua lewat kesatuan ekonomi, jaringan teknologi dan aliran ide-ide tentang kebebasan, tentang hak-hak inidvidu, tentang kemakmuran global.  Tetapi bersamaan, ia bergerak ke aras local lewat ekpansi kapital yang menciptakan mentranformasi hutan, lautan dan alam liar menjadi koloni-koloni baru tempat kapital dibudidayakan.

Pergerakan ke tingkat local menghilangkan batas-batas ekosistem yang dihuni mahkluk hidup dengan sistem kekebalan berbeda. Urban dan sub-urban makin cair, hutan dan pemukiman makin menyatu, pusat dan pinggiran bukan lagi segregasi geografis tapi rantai suplai. Pola konsumsi manusia juga mengalami ekspansi.  Rantai makanan dikacaukan oleh rantai nilai.

Dampaknya adalah tupai di belakang rumah. Binatang mungkin juga ikut mengembangkan kemampuan adaptif akibat hilangnya batas-batas ekosistem. Manusia makin jauh masuk ke dalam hutan, binatang makin jauh masuk ke dalam pemukiman manusia, ke dalam kota, ke dalam sistem makanan dan ke dalam tubuh manusia. Bersama dengan binatang-binatang ini masuk juga berbagi macam kutu,  bakteri dan virus yang juga beradaptasi dengan lingkungan baru: pemukiman dan tubuh manusia. Masalahnya sistem kekebalan mahluk hidup berbeda. Lalat kuda tidak akan menciptakan kematian kuda. Coba bayangka ketika lalat kuda beradaptasi dan bermigrasi ke tubuh manusia.

Demikian juga virus-virus yang bermigrasi  ke dalam tubuh melalui insting purba manusia: sex dan makanan. Aids diperkirakan berasal dari mutase virus yang hidup di Simpanse  di Afrika. Tepatnya di Kongo. Virus ini bermutasi dan melompat ke manusia ketika daging simpanse diproses. Globalisasi pandemi HIV-AIDs, salah satunya lewat sex yang tidak aman. Pandemi corona mengglobal karena hasrat makan manusia yang ekstrim dan tak terbatas.

 Dalam konsumsi jenis makanan, awalnya mungkin karena kemiskinan atau budaya, tetapi kemudian pasar menangkap selera purba ini menjadi 'wisata kuliner'. Kelelawar, kucing, tikus, ular dan berbagai hewan tidak dikonsumsi atau sebelumnya menjadi sistem makanan komunitas tertentu, lalu mendapat ruang baru 'wisata makanan',. Mitos-mitos tentang kejantanan dan kesehatan lalu dieksploitasi sebagai bagian dari pemasaran makanan ekstrim ini. Dari hutan, virus menginvasi tubuh manusia, lalu bersama dengan pergerakan orang, mereka mginvansi kota, negara dan sekarang seluruh dunia.

Mungkin Corona bukan terakhir, wabah baru akan kita hadapi bersamaan dengan hilangnya batas-batas ekologis akibat kerusakan hutan, tanah dan air. Masyarakat binatang hidup makin dekat dengan masyarakat manusia. Berbagai macam bakteri dan virus mungkin akan lebih mudah bermutasi dan menyusup dalam rantai makanan dan tubuh manusia, lalu bergerak lintas negara. Tidak ada yang tahu. Seperti hujan, kita tahu langit mendung dan hujan akan turun, tapi tidak tahu jam berapa?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun