Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Presiden Jokowi Pilih Tito Karnavian karena Prestasinya

15 Juni 2016   16:55 Diperbarui: 16 Juni 2016   15:47 2700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komjen Tito Karnavian. (Foto: kabar24.bisnis.com)

Tak disangka. Begitulah kiranya menyimak siapa yang akhirnya dicalonkan oleh Presiden Jokowi untuk menjabat pucuk pimpinan lembaga Kepolisian Republik Indonesia. Penunjukan Komjen Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden menepis asumsi bahwa Presiden akan memperpanjang masa jabatan Jenderal Badrodin Haiti (BH). 

Sebelumnya memang ada wacana jabatan BH akan diperpanjang, walau Juli mendatang dia memasuki masa pensiun. Usia pensiun perwira polisi adalah 58 tahun. Namun sebenarnya bisa diperpanjang hingga 60 tahun. Dan bila BH yang dipilih, ada beberapa keuntungan, di antaranya tak perlu mekanisme persetujuan DPR. Keuntungan lainnya adalah tidak akan ada lagi spekulasi dan tekanan politik untuk menaikkan Wakapolri Komjen Budi Gunawan, arena dia juga sama-sama akan pensiun. Satu lagi, dengan demikian tidak akan ada spekulasi-spekulasi nama lainnya yang bikin gaduh. 

Nama-nama lain sempat muncul dan disebut-sebut berpeluang menggantikan BH. Selain Komjen BG ada Kepala BNN Komjen Budi Waseso (Buwas), Kabaharkam Komjen Putut Bayu Seno, Irwasum Komjen Dwi Priyatno, Kalemdikpol Komjen Syafrudin, Sestama Lemhanas Komjen Suhardi Alius dan Kabareskrim Ari Dono. Sebenarnya Buwas memiliki kans yang sangat besar. saya sendiri berharap Buwas yang terpilih. Selain cakap, Buwas juga sosok yang tegas dan gagah berani di mata saya. Buwas juga banyak diunggulkan di beberapa grup media sosial yang saya ikuti.

Namun di luar dugaan dugaan ternyata Presiden Jokowi menunjuk Komjen Tito. Tito tidak terlalu diunggulkan bahkan dipandang sebelah mata oleh beberapa kalangan karena masih sangat muda. Memilih Tito, berarti Presiden Jokowi memotong generasi, sebab di atas Tito masih ada perwira-perwira tinggi lainnya yang lebih senior, dan tentu saja juga dianggap layak menjabat Kapolri. Apalagi selama ini tradisi di tubuh Polri selalu saja Kapolri dipilih dari mereka-reka yang menjelang pensiun. Diurutkan, seperti istilah Jawa: 'urut kacang'. 

Dengan terpilihnya Tito, Presiden Jokowi telah mengubah tradisi itu. Alih-alih menganut 'urut kacang', Presiden Jokowi memilih berdasarkan prestasi. Sebelum menengok ke prestasi, mari kita simak latar belakang pendidikan Komjen Tito yang kini berusia 51 tahun (lahir 26 Oktober 1964). Berbagai sumber menyebutkan, Tito yang merampungkan pendidikan SD s/d SLTA di Palembang, masuk Akpol dan kemudian lulus pada tahun 1987. Yang menarik adalah sebenarnya dia lulus di semua perguruan tinggi yang diikuti tes seleksinya. Mulai dari Akabri Kepolisian (Akpol), Jurusan Kedokteran di Universitas Sriwijaya, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Namun akhirnya dia memilih Akpol.

Dia penerima penghargaan Adhi Makayasa sebagai lulusan terbaik Akpol 1987. Tito bertugas sebentar lalu menempuh pendidikan di University of Exeter, UK dan lulus pada 1993. Tahun 1996, dia lulus dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan kembali menjadi lulusan terbaik sehingga berhak atas penghargaan Wiyata Cendekia. Saat menempuh pendidikan di Sespim Pol Lembang tahun 2000, kembali Tito menjadi lulusan terbaik Lemhanas dan menerima penghargaan Bintang Seroja. Tito bergelar PhD untuk bidang Strategic Studies with Interest on Terrorism and Islamist Radicalization di S Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University Singapura tahun 2013, dengan predikat magna cum laude. 


Berbagai jabatan telah dirasakan Tito. Sebagai lulusan berprestasi, dia memang langsung berhak memulai karir di Ibukota sebagai Perwira Samapta Polres Jakarta Pusat. Dia sempat menjabat Kapolsek, Kapolres dan beberapa kali Kasat Serse di beberapa tempat. Sedangkan jabatan yang menonjol adalah sebagai Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) (2011-21 Sept 2012),  Kapolda Papua (2012)  dan Kapolda Metro Jaya (2015). Sejak 16 Maret lalu, Tito menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Yang sangat menarik adalah lompatan-lompatan prestasi yang diukir Komjen Tito. Yang tak boleh dilupa adalah saat memimpin Tim Kobra pada tahun 2001 dan berhasil menangkap Hutomo Mandala Putra alias Tommy, putra (mantan) Presiden Soeharto yanga merupakan tersangka kasus pembunuhan Hakim Agung Syafiudin. Berkat dari prestasi itu, Tito mendapat kenaikan pangkat luar biasa. 

Tahun 2004, Tito dipercaya memimpin 75 personel Densus 88/Antiteror yang dibentuk untuk membongkar jaringan terorisme di Indonesia. Setahun kemudian Tito dkk berhasil membongkar jaringan dr. Azahari di Batu, Malang, Jawa Timur. Lagi-lagi Tito diganjar kenaikan pangkat yang luar biasa karenanya. Menyusul kemudian penangkapan orang-orang yang masuk DPO karena terlibat konflik Poso. Dan puncaknya tahun 2009, Tito dan kelompoknya menumpas jaringan teroris nomor satu di Indonesia, Noordin M Top. 

Prestasi puncaknya yang mendapat pujian dari kalangan Istana termasuk Presiden Jokowi adalah antisipasi dan kecepatannya dalam kasus Bom Thamrin awal tahun 2016. Tito memimpin anak buahnya dengan taktis sehingga meminimalisasi korban jiwa dan kerusakan dalam peristiwa tersebut. Namanya pun banyak dibicarakan dan titel sebagai perwira polisi yang sangat serius dan konsentrasi menangani terorisme semakin menancap. Dengan Tito sebagai Kapolri yang punya riwayat panjang sebagai perwira pejuang melawan terorisme, agaknya siapapun yang akan coba-coba melakukan aksi teror di Indonesia harus berpikir seribu kali. 

Pemilihan Tito yang masih muda ini mengingatkan saya saat Pak Jokowi masih menjabat Wali Kota Solo. Saat itu ada pergantian Sekda, karena Sekda yang lama memasuki usia pensiun. Bursa nama calon penggantinya sudah ramai. Rata-rata berspekulasi Pak Jokowi akan memilih sosok yang senior dan nyaris pensiun. Namun ternyata dia memilih Budi Suharto, yang relatif muda namun sarat prestasi. Budi Suharto sempat menjabat Pj Walikota Solo sebelum wali kota Terpilih FX Hadi Rudyatmo dilantik awal 2016, namun meninggal dunia di tengah tugas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun