Mohon tunggu...
Money

Pengaruh Tax Amnesty Terhadap Penerimaan Pendapatan Negara dan Kebijakan Fiskal di Indonesia

9 Desember 2016   22:21 Diperbarui: 4 April 2017   17:34 5572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pengaruh Tax Amnesty
Terhadap Penerimaan Pendapatan Negara dan Kebijakan Fiskal di Indonesia
Niftakul Isnaini (931310014) Makro Ekonomi Islam Kelas K
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri
Email niftaisna@gmail.com
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perekonomian yang rendah. Banyak sekali faktor-faktor yang menjadi penyebab rendahnya tingkat perekonomian di Indonesia, diantaranya kasus-kasus yang menyangkut dunia perpajakan yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia, misalnya maraknya tindak pidana korupsi, tingkat kemiskinan yang tinggi, tingginya harga pangan, krisis kepemimpinan, krisis pangan, dan pengampunan pajak (Tax Amnesty). Berbagai upaya telah dilakukan baik dari pihak pemerintah maupun lembaga-lembaga yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan tersebut. salah satu nya yang akan di bahas dalam artikel ini mengenai pengaruh tax amnesty terhadap perekonomian Indonesia yakni, penerimaan pendapatan negara dan kebijakan fiskal.
Penerapan tax amnesty di Indonesia jika dilihat dari pengalaman negara yang sudah mnerapkan tax amnesty ini, Indonesia masih memiliki peluang untuk meningkatkan dana-dana yang masuk ke negara Indonesia yang cukup banyak di simpan di luar negeri. Kebijkan ini memiliki potensi yang cukup berpengaruh positif bagi pasar Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu, jika pengelolaan tax amnesty di negara Indonesia dapat berjalan dengan baik maka akan sangat menguntugkan bagi negara khususnya pada penerimaan pendapatan negara serta memutuskan kebijkan fiskal yang terbaik untuk warga negaranya.
Pengertian Pajak dan Tax Amnesty
Pajak
Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian bangsa atau negara dalam hal pembiayaan pembangunan adalah menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Beberapa ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh P.J.A. Andriani dalam (Brotodihardjo R. Santoso, 1998). Menyebutkan bahwa :
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
Pengertian pajak menurut Edwin R.A Slegman dalam buku Essay in Taxation menyatakan bahwa
“Tax is compulsory contribution from the person to the government to defray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred”.
Pajak mempunyai 2 fungsi utama, yaitu fungsi penerimaan (budgetair) dan fungsi mengatur (reguler). Fungsi budgetair dimaksudkanbahwa pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sedangkan fungsi reguler dimaksudkan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial ekonomi.
Tax Amnesty
Tax amnesty adalah suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayar pajak tertentu untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya atau periode tertentu tanpa takut hukuman pidana. Ini biasanya berakhir ketika otoritas yang dimulai penyelidikan pajak pajak masa lalu. Dalam beberapa kasus, undang-undang amnesti yang memperpanjang juga membebankan hukuman yang lebih berat pada mereka yang memenuhi syarat untuk amnesti tetapi tidak mengambilnya.
Pengaruh Tax Amnesty Terhadap Penerimaan Pendapatan Negara dan Kebijakan Fiskal Indonesia
Pembangunan nasional yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan selama ini, bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil dan spiritual. Untuk merealisasikan tujuan tersebut diperlukan anggaran pembangunan yang cukup besar. Salah satu usaha untuk mewujudkan peningkatan penerimaan untuk pembangunan tersebut adalah dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri, yaitu pajak. Secara ekonomi, pemungutan pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. (Mulyo Agung, 2007). Taraf hidup masyarakat akan meningkat diperlukan anggaran yang selalu meningkat pula. Hal ini dapat dilihat dari besarnya anggaran pemerintah Indonesia untuk tahun 2011. Belanja Negara dalam APBN 2011 sebesar Rp 1.229,6 Triliun meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebesar Rp 1.126 Triliun. Sedangkan tahun 2012 Belanja Negara dalam APBN dianggarkan sebesar Rp 1.435,4 triliun. Sekarang ini pajak merupakan sumber penerimaan yang dominan dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hampir 70 persen penerimaan berasal dari sektor pajak. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak 2011 sebesar 708,9 triliun rupiah atau 64,15 persen dari seluruh penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (ABPN) 2011. Sedangkan untuk tahun 2012 penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp Rp1.032,6 triliun. Pendapatan negara dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, namun demikian peluang untuk terus ditingkatkan di masa yang akan datang terbuka lebar karena potensinya belum digali secara optimal. Untuk menggali penerimaan negara dari sektor perpajakan dibutuhkan upaya-upaya nyata, serta diimplementasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah. Upaya-upaya tersebut dapat berupa intensifikasi maupun ekstensifikasi perpajakan. Intensifikasi pajak dapat berupa peningkatan jumlah Wajib Pajak (WP) maupun peningkatan penerimaan pajak itu snediri. Upaya ekstensifikasi dapat berupa perluasan objek pajak yang selama in belum tergarap. Untuk mengejar penerimaan pajak, perlu didukung situasi sosial ekonomi politik yang stabil, sehingga masyarakat juga bisa dengan sukarela membayar pajaknya. Pemerintah tentu diharapkan dapat mempertimbangkan kembali kebijakan perpajakan yang bisa menarik minat masyarakat menjadi wajib pajak seperti sunset policy. Demikian juga, salah satu kebijakan yang perlu dipertimbangkan adalah diberikannya tax amnesty atau pengampunan pajak. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan subyek pajak maupun obyek pajak. Subyek pajak dapat berupa kembalinya dana-dana yang berada di luar negeri, sedangkan dari sisi obyek pajak berupa penambahan jumlah wajib pajak.
Indonesia pernah menerapkan amnesti pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya tidak efektif karena wajib pajak kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh. Disamping itu peranan sektor pajak dalam sistem APBN masih berfungsi sebagai pelengkap saja sehingga pemerintah tidak mengupayakan lebih serius. Pada saat itu penerimaan negara banyak didominasi dari sektor ekspor minyak dan gas bumi. Berbeda dengan sekarang, penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan dominan dalam struktur APBN Pemerintah Indonesia. Saat ini, sebagai bentuk reformasi perpajakan salah satu agendanya adalah menerapkan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. Bila kita melihat saat diterapkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 sebagai perubahan UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) diundangkan, banyak yang memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut terutama dalam pasal 37A dimana kebijakan ini merupakan versi mini dari program pengampunan pajak yang banyak diminta kalangan usaha. Meskipun belum mampu memuaskan semua pihak tetapi kebijakan yang lebih dikenal dengan nama Sunset Policy ini telah menimbulkan kelegaan bagi banyak pihak 3 Dalam pelaksanaannya, implementasi perpajakan di Indonesia masih mempunyai beberapa permasalahan. Pertama, kepatuhan wajib pajak masih rendah. Kedua, kekuasaan Direktorat Jenderal Pajak masih terlalu besar karena mencakup fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif sekaligus sehingga menimbulkan ketidakadilan dalam melayani hak wajib pajak yang berefek turunnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Ketiga, masih rendahnya kepercayaan kepada aparat pajak dan berbelitnya aturan perpajakan.
Kebijakan Tax Amnesty sebenarnya pernah dilakukan Indonesia pada tahun 1984. Demikian juga kebijakan lain yang serupa berupa Sunset Policy telah dilakukan pada tahun 2008. Sejak Program Sunset Policy diimplementasikan sepanjang tahun 2008 telah berhasil menambah jumlah NPWP baru sebanyak 5.653.128 NPWP, bertambahnya SPT tahunan sebanyak 804.814 SPT dan bertambahnya penerimaan PPh sebesar Rp7,46 triliun. Jumlah NPWP orang pribadi 15,07 juta, NPWP bendaharawan 447.000, dan NPWP badan hukum 1,63 juta. Jadi totalnya 17,16 juta (data DJP, 2010 kuartal 1).
Kebijakan Pengampunan Pajak yang dikeluarkan oleh Pemerintah memiliki dampak Positif dan Negatif terhadap Perekonomian Nasional
Dampak positif dari tax amnesty ini adalah :
Meningkatkan sumber Penerimaan Negara dalam jangka waktu panjang.
Kebijakan tax amnesty kini semakin jelas dan dekat.
Badan Legislasi DPR RI menyatakan setuju dengan substansi RUU Tax Amnesty yang di susun pemerintah, setelah bertemu secara informal dengan wakil pemerintah (Harian KONTAN,22/1).
Suara penolakan terhadap kebijakan kontroversi ini hanya sayup-sayup terdengar.
Pendorong investasi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menstimulasi perekonomian nasional.
Merupakan bentuk upaya atau inovasi lain dalam system perpajakan yang berguna meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban baik jenis pajak baru maupun persentase pajak yang sudah ada kepada masyarakat, dunia usaha dan para pekerja.
Sedangkan dampak negatif dari tax amnesty adalah :
Minimnya keterbukaan/transparansi serta sosialisasi kebijakan ini.
Bila diterapkan pengampunan pajak adalah tidak serta merta menjamin peningkatan kinerja setoran pajak ke kas negara. Hal ini bisa sebaliknya berpotensi terjadinya penyelewengan, manipulasi dan tindakan moral hazard lainnya. Para pengusaha yang memperoleh pemutihan pajak akan melakukan penggelapan kewajiban pajaknya. Kecuali bila diberlakukan pengampunan pajak bersyarat.
Wajib pajak harus transparan terhadap aset-aset dan penghasilan mereka. Hal ini guna menghindari kekeliruan yang sama tahun 1984 tidak terulang kembali yaitu minimnya akses informasi terhadap masyarakat dan minimnya keterbukaan/transparansi serta sosialisasi kebijakan ini.
Analisis SWOT Implementasi Tax Amnesty
Strength (Kekuatan)
Sumber daya yang dimiliki pada instansi aparatur pajak saat ini sudah memadai yang dapat mendukung diberlakukannya penerapan tax mnesty. Demikian juga infrastruktur pendukung lainnya. Tercatat pegawai Ditjen Pajak saat ini adalah sebesar 32.000 orang, sehingga bila wajib pajak saat ini berjumlah 20 juta orang berarti rationya adalah 1 : 625. Walaupun ke depan sangat perlu untuk ditambah lagi mengingat wajib pajak setiap tahunnya mempunyai tren meningkat..
Bila kebijakan perpajakan seperti tax amnesty diterapkan maka akan menciptakan kerelaan masyarakat untuk mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak dan menunaikan kewajiban perpajakannya seperti yang dilakukan pemerintah sebelumnya dengan sunset policy maupun pemebebasan pajak fiskal bagi warga negara Indonesia yang hendak bepergian ke luar negeri dengan syarat memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Weakness (kelemahan)
Tidak mempunyai payung hukum yang dapat menjadi landasan hukum implementasi tax amnesty yang dapat memberikan aturan jelas. Hal ini akan menambah keraguan bagi wajib pajak dan calon wajib pajak. Namun apabila implementasi tax amnesty akan diterapkan maka berarti harus di buat terlebih dahulu peraturan perpajakan (undang-undang) yang mengatur tentang hal itu. Hal in tentu saja akan memakan waktu yang lebih lama karena tentu saja harus mendapat persetujuan dari DPR (Dewan Pertimbangan Rakyat).
Pernah dilaksanakan implementasinya. Pertama, pengampunan pajak sudah dilaksanakan pada tahun 1964 melalui Penetapan Presiden RI No. 5 tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak yang kemudian secara berturut-turut diikuti Keppres No. 26 tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 345/KMK.04/1984 tentang Pelaksanaan Pengampunan Pajak jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 966/KMK.04/1983 tentang Faktor Penyessuaian Untuk Penghitungan Pajak Penghasilan. Namun efektifitas pelaksanaan tax amnesty tersebut masih rendah, efektifitas ini terukur dari rendahnya partisipasi peserta tax amnesty tersebut.
Reformasi dan penataan sistem perpajakan sedang dilakukan baik perbaikan potensi, intensifikasi dan ekstensifikasi, pengembangan teknologi informasi, perbaikan sumber daya manusia serta pengawasan. Oleh karena itu bila tax amnesty dilakukan maka hasilnya tidak optimal. Idealnya tax amnesty dilakukan hanya sekali.
Opportunity (peluang)
Program ini diharapkan dapat meningkatkan dana-dana masuk ke Indonesia yang cukup banyak di simpan di luar negeri. Di samping itu, dana-dana yang selama ini diparkir di luar negeri dapat kembali masuk ke tanah air bila pemerintah secepatnya menerapkan pengampunan pajak. Potensi dana yang mengalir diperkirakan berkisar US$ 20-40 miliar atau setara Rp 360 triliun. (data Kadin, 2009) Dana tersebut disimpan di sejumlah bank di Singapura dan Australia.
Sejumlah negara telah sukses memberlakukan tax amnesty, salah satu diantaranya adalah Afrika Selatan, Korea Selatan dan India. Tingkat kepercayaan masyarakat yang masih tinggi merupakan salah satu peluang untuk mewujudkan tujuan akhir guna mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak. Kondisi ekonomi Indonesia selama ini yang selalu membaik memberikan kesempatan untuk dapat diterapkannnya kebijakan tax amnesty.
Tax amnesty dapat berpengaruh positif bagi pasar uang pada Bursa Efek Indonesia. Bila kebijakan ini diterapkan maka mempunyai potensi terjadi penambahan emiten baru karena perusahaan-perusahaan tidak perlu khawatir atas permasalahan pajak yang telah lewat. Karena masalah perpajakan merupakan salah satu faktor yang dianggap memberatkan bagi calon emiten untuk mengubah status perushaaannya menjadi perusahaan terbuka.
Bila program tax amnesty berhasil diimplementasikan maka pemerintah mempunyai beberapa keuntungan antara lain pemerintah dapat mengkonsentrasikan atau memfokuskan pada upaya pemberantasan korupsi. Demikian juga dengan diimplementasikan tax amnesty maka asset recoverynya lebih mudah karena tidak perlu melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses hukum lainnya untuk mengambil asset koruptor. Asset recovery adalah perbandingan antara jumlah kerugian negara yang didakwakan dengan penyitaan asset atau pengembalian asset korupsi. Selama ini persentase asset recovery masih relatif kecil. Persentase asset recovery dapat dijadikan acuan penentuan tarif tax amnesty.
Treat (tantangan)
Salah satu tantangan yang dihadapi Direktorat Jenderal Pajak adalah antara lain terus dikembangkan hubungan kerja sama internasional baik dengan institusi negara-negara lain maupun lembaga keuangan internasional untuk dapat saling tukar menukar data dan informasi perpajakan. Beberapa peristiwa penyimpangan di Ditjen Pajak seperti ”Kasus Gayus” berakibat pada penggiringan opini wajib pajak untuk memboikot pembayaran pajak dengan melakukan penghindaran pajak (tax avoidance). Banyaknya permasalahan yang timbul terkait pengampunan pajak sehingga aturannyapun menjadi semakin kompleks oleh karenanya diperlukan aturan yang jelas yang tidak menimbulkan persepsi yang berbeda serta berbagai kepentingan.
Solusi Ekonomi Makro Islam
Dalam Islam pajak dikenal dengan istilah dharibah istilah ini merupakan istilah baru dalam khazanah fikih Islam, Prof. Dr. Rawwas Qal’ah jie, dalam Mu’jam Lughat al-Fuqaha menyatakan bahwa dharibah adalah kewajiban non syar’I yang sudah ditentukan, yang di tetapkan oleh negara terhadap harta atau orang. Meski Islam mengenal pajak akan paraktik pelaksanaannya dan penmanfaatannya berbeda dengan pemungutan pajak dalam system kapitalis. Selain tidak mnjadi tumpuan pendapatan negara, pajak juga dipungut dalam kondisi tertentu seperti pembayaran gaji pegawai, pemberian santunan kepada fakir miskin, pembiyaan atas jihad, penanggulangan bencana, dan pembuatan insfrastruktur yang dapat menimbulkan dharar jika tidak di bangun. Hal ini dilakukan jika Baitul Maal kosong atau kurang. Karenanya sifat pajak bersifat sementara dan bukan pendapatan utama. Selain itu pajak juga diambil dari orang Islam yang mampu, dengan syarat diambil tidak lebih dari yang dibutuhkan.
Karena pada hakekatnya sumber-sumber penerimaan APBN Khalifah, yang lebih dikenal dengan kas baitul maal, sama sekali tidak mengandalkan dari sector pajak. Negara berusaha sedapat mungkin tidak mengandalkan dari sector pajak. Adapun 3 sumber utama penerimaan negara untuk kas baitul maal adalah :
Pos fa’I dan kharaj : meliputi ghanimah, kharaj, tanah-tanah, jizyah, fai.
Pos kempemilikan umum : minyak bumi, gas, listrik, barang tambang, laut
Pos zakat : meliputi zakat uang, komoditas perdagangan, pertanian unta, sapi, dan domba.
Demikianlah Islam memberikan solusi atas permasalahan negara mengatasi masalah pendapatan dan penerimaannya. Seluruhnya didasarkan pada dalil-dalil syariah yang bersumber dari Allah SWT, Zat Yang Maha Adil dan Bijaksana. Ketika UU termasuk APBN disusun berdasarkan hawa nafsu manusia. Akibatnya sudah bisa dipastikan akan terjadi kedzaliman pemerintah terhadap rakyatnya.

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas tentang pengaruh Tax Amnesty terhadap penerimaan negara dan kebijakan fiskal di Indonesia, yakni penerapan tax amnesty sendiri sulit diterapkan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai penyelewengan, karena kurangnya keterbukaan dan akses informasi yang mendukung sebagai prasyarat pemeberlakukan tax amnesty. Tidak hanya itu tax amnesty akan sangat mempengaruhi pemasukan penerimaan negara, serta otomastis akan mempengaruhi keputusan kebijakan fiskal suatu negara dalam mengatur perekonomian negaranya.
Oleh karena itu adanya tax amnesty harus dilandasi berupa paying hukum dan kejelasan syarat dan tujuannya. Pemberian pengampunan pajak seharusnya tidak hanya mengahapus hak tagih atas wajib pajak (WP) tetapi yang lebih penting yakni memperbaiki kapatuhan WP yang tidak memberatkan. Tax manesty dapat diterapkan pada bidang bidang atau sector-sektor industry tertentu saja yang dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan tax ratio dengan syarat terpenuhinya kesiapan sarana dan prasarana pendukung lainya.
Hal ini berbeda dengan pandangan Islam yang melarang adanya tax amnesty jika itu memberatkan dan menimbulkan kemudhartan bagi masyarakat. Seperti dijelaskan di atas bahwa penerimaan negara pada zaman Rasulullah diambil dari pengelolaan dana Baitul maal dan tidak memungut dari masyarakat, kecuali jika ada hal mendesak yang mengharuskan pemungutan dana dari masyarakat. Sebaiknya dijadikan pertimbangan karena ada dalil-dalil yang syariah yang bersumber dari Allah SWT mengenai penerapan tax amnesty ini.
Daftar Pustaka
Agung, Mulyo.Teori dan Aplikasi Perpajakan Indonesia.Jakarta: Dinamika Ilmu.2007
Sukirno, Sadono.Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi ke-2.Jakarta: PT. Raja grafindo Persada.1997.
http://en.wikipedia.org/wiki/Tax_amnesty
https://www.academia.edu/25895996/Dampak_Penerapan_Kebijakan_Amnesty_Bagi_Perekonomian_di_Indonesia diakses pada 8 Desember 2016.
https://www.academia.edu/19836253/Analisis_Implementasi_Tax_Amnesty_di_Indonesia.
http://www.visimuslim.net/2016/09/kejahatan-tax-amnesty.html?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun