Mohon tunggu...
Niddo Tri Awan
Niddo Tri Awan Mohon Tunggu... Farmasi

Saya Niddo Tri Awan adalah seorang praktisi Farmasi yang tengah menempuh pendidikan magister Manajemen di Universitas Pamulang. Saya memiliki minat dalam bidang kesehatan, manajemen organisasi, serta pengembangan sumber daya manusia."

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengukur Efektifitas Manajemen Kinerja dalam Industri Farmasi: Antara Tuntutan Pasar dan Regulasi

28 September 2025   15:01 Diperbarui: 28 September 2025   15:02 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Mengukur Efektivitas Manajemen Kinerja dalam Industri Farmasi: Antara Tuntutan Pasar dan Regulasi

Industri farmasi kerap digambarkan sebagai jantung kesehatan masyarakat modern. Di balik setiap tablet obat yang kita konsumsi, ada rantai panjang manajemen kinerja yang menentukan mutu, ketepatan, dan keberlanjutan. Namun, di tengah derasnya arus globalisasi, perusahaan farmasi tak hanya dihadapkan pada persaingan pasar, tetapi juga pada regulasi ketat yang tak bisa ditawar. Kombinasi keduanya membentuk arena yang penuh tantangan—antara memenuhi harapan publik dan menjaga kepatuhan hukum.

Media massa pun tak jarang menyoroti bagaimana perusahaan farmasi mengelola kinerjanya. Dari isu keterlambatan distribusi obat, lonjakan harga, hingga kelangkaan bahan baku, semua menjadi konsumsi publik yang menguji transparansi dan akuntabilitas manajemen. Sorotan ini pada akhirnya mengingatkan bahwa efektivitas manajemen kinerja bukan sekadar jargon internal perusahaan, melainkan juga cerminan kepercayaan masyarakat.

Efektivitas manajemen kinerja di industri farmasi dapat diukur dari berbagai indikator: kualitas produk, kepatuhan regulasi, kepuasan pelanggan, hingga keberhasilan inovasi. Sebuah perusahaan farmasi yang hanya mengejar laba tanpa memperhatikan standar mutu berisiko kehilangan reputasi. Sebaliknya, perusahaan yang mengutamakan kepatuhan tanpa strategi bisnis yang adaptif bisa tertinggal di pasar yang dinamis.

Tuntutan pasar menempatkan perusahaan farmasi dalam persaingan yang ketat. Munculnya obat generik dengan harga lebih terjangkau memaksa produsen besar untuk mencari strategi diferensiasi. Mereka dituntut menghadirkan inovasi produk yang tidak hanya efektif secara medis, tetapi juga efisien secara ekonomi. Di sinilah manajemen kinerja diuji: bagaimana mengukur keberhasilan tim riset, distribusi, hingga pelayanan pelanggan dalam satu kerangka yang terintegrasi.

Di sisi lain, regulasi hadir sebagai pagar yang tak boleh dilompati. Badan pengawas obat dan makanan (BPOM) maupun regulasi internasional seperti standar GMP (Good Manufacturing Practice) menjadi tolok ukur kualitas yang wajib dipatuhi. Tidak sedikit perusahaan yang tumbang karena gagal menjaga konsistensi kepatuhan. Regulasi bukan sekadar dokumen formal, melainkan instrumen untuk memastikan bahwa produk yang sampai ke tangan pasien benar-benar aman.

Menariknya, ada dilema yang kerap muncul: bagaimana menyeimbangkan kecepatan produksi dengan kepatuhan regulasi? Media massa sering kali menyoroti kasus penarikan obat dari pasar akibat cacat mutu. Kejadian ini memperlihatkan bahwa efektivitas manajemen kinerja tidak cukup diukur dari cepatnya produk sampai ke pasaran, tetapi juga dari sejauh mana mekanisme kontrol kualitas berjalan dengan konsisten.

Selain itu, faktor sumber daya manusia memegang peranan penting. Farmasi adalah industri yang padat pengetahuan. Tanpa manajemen kinerja yang memotivasi karyawan untuk terus belajar, perusahaan akan kehilangan daya saing. Indikator efektivitas bisa tercermin dari budaya kerja: apakah inovasi dihargai, apakah kesalahan dijadikan pelajaran, dan apakah kolaborasi lintas departemen berjalan harmonis.

Media massa juga berperan sebagai cermin kritis. Laporan investigatif tentang dugaan monopoli harga obat atau praktik pemasaran tidak etis mampu mengguncang reputasi perusahaan farmasi. Dalam konteks ini, manajemen kinerja bukan hanya soal pencapaian internal, tetapi juga bagaimana perusahaan menjaga citra publik. Efektivitas sejati muncul ketika kinerja perusahaan sejalan dengan etika bisnis dan tanggung jawab sosial.

Namun, tidak semua sorotan media bernuansa negatif. Banyak pula kisah sukses perusahaan farmasi yang berhasil meningkatkan efektivitas kinerja melalui digitalisasi, otomasi, dan integrasi rantai pasok. Transformasi ini tidak hanya mempercepat produksi, tetapi juga meningkatkan akurasi distribusi dan transparansi informasi. Publik pun belajar melihat bahwa manajemen kinerja adalah faktor penentu kualitas hidup banyak orang.

Pada akhirnya, mengukur efektivitas manajemen kinerja dalam industri farmasi bukanlah perkara hitung-menghitung semata. Ia adalah seni menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan regulasi, inovasi dengan etika, serta kecepatan dengan kehati-hatian. Selama perusahaan farmasi mampu menjaga harmoni itu, kepercayaan publik akan terus tumbuh, dan media massa akan lebih banyak menuliskan kisah keberhasilan daripada kegagalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun