Mohon tunggu...
Nicholas Raka Satria Purwadi
Nicholas Raka Satria Purwadi Mohon Tunggu... Siswa Kolese Kanisius

Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

AI Checker: Apakah Bisa Dipercaya?

8 Mei 2025   22:05 Diperbarui: 9 Mei 2025   08:07 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain Konstitusi Amerika Serikat yang dianggap AI, AI Checker juga mempunyai dampak besar yang lain. Khususnya, dalam ranah akademik. Saya sudah menyatakan bahwa AI Checker sering digunakan untuk memeriksa tulisan akademik seperti penelitian. Jika AI Checker membuat false positive yang lebih banyak, siswa di mana-mana akan kena, maupun itu siswa yang menggunakan bahasa kaku/formal atau siswa yang menggunakan sumber yang sudah digunakan sebagai dataset untuk model, membuatnya (seperti Konstitusi Amerika Serikat) '100% AI'. Jika mereka kena, ini bisa merisiko karir mereka di masa depan serta kepercayaan orang lain terhdap mereka. Tidak lagi sebuah alat untuk meverifikasikan kejujuran, AI Checker akan menjadi eksekutor buta yang membunuh orang yang tidak bersalah.

Sudah saking buruknya false positive ini bahwa bahkan orang yang menulis teksnya sendiri masih menggunakan humanizer karena takut ditandai sebagai 'penulis AI'. Di sini, ironi terbesarnya. AI Checker yang dulunya dibuat untuk mencegah penggunaan AI oleh siswa sekarang hanya bisa dilewati oleh AI Humanizer. Jika ini terus terjadi, pasti lebih banyak siswa akan putus asa dan menggunakan AI untuk menulis teks, meskipun hal akan melemahkan kemampuan mereka untuk menulis. Apa gunanya menulis sendiri jika pada ujung-ujungnya AI masih akan menulis ulang agar bisa melewati AI Checker dengan selamat? Percuma! Jelas, hal ini tidak ideal. Seharusnya, dengan adanya AI Checker, pemuda-pemudi Indonesia didorong untuk menulis teks secara mandiri, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, ada beberapa solusi yang saya ingin ajukan untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Solusi pertama adalah membuat AI Checker yang khusus untuk Bahasa Indonesia. Sekarang, sudah ada beberapa website yang bisa melakukan hal ini. Namun, mereka masih cukup sederhana jika dibandingkan dengan website AI Checker seperti ZeroGPT dan GPTZero. Selain itu, cukup banyak dari mereka hanya sekedar terjemahan dari website AI Checker dalam Bahasa Inggris. Seharusnya, Indonesia ada AI Checker tersendiri yang mempunyai data eksklusif dari Indonesia dan menggunakan referensi dalam Bahasa Indonesia. Dengan data yang lebih spesifik ini, AI Checker Bahasa Indonesia akan bisa, dengan lebih tepat, melihat apakah teks ini menggunakan AI atau sekedar bahasa yang kaku dan formal. Ini memperbaiki salah satu faktor utama penyebab masalah ini, yaitu AI Checker yang hanya mempunyai data dari Amerika.

Solusi kedua adalah menemukan tanda-tanda yang lebih eksklusif kepada AI. Salah satu isu dengan AI Checker pada masa kini adalah salah identifikasi tanda. Contohnya tanda AI 'kaku'. Ada beberapa situasi di mana bahasa 'kaku' bisa ditulis oleh manusia. Beda dari Bahasa Inggris di mana bahasa formal dan informal cukup mirip, bahasa formal dan informal Indonesia sangat beda satu sama lain. Seringkali, ketika menulis sebuah penelitian atau makalah, pelajar akan menggunakan bahasa formal. Namun, karena bahasa ini dianggap 'kaku' oleh AI Checker, ini akan ditandai sebagai 'tulisan AI'. Selain itu, juga ada situasi di mana penulis tidak lancar dalam suatu bahasa dan mengulangi kata dan frasa bukan karena mereka AI tetapi karena mereka tidak tahu frasa lain. Untuk memastikan orang ini tidak terdampak oleh isu dengan AI Checker, harus ditemukan tanda-tanda yang lebih ekslusif ke AI. Tanda-tanda seperti 'kaku', 'mengulang kata' dan 'formal' harusnya dihapus dari AI Checker bahasa Indonesia, karena ada terlalu banyak situasi di mana tanda-tanda ini justru cocok untuk dipakai.

Solusi saya yang terakhir adalah membuat lebih banyak orang sadar akan cara mengecek keaslian teks secara manual. Salah satu alasan AI Checker sangat berbahaya adalah karena seringkali, orang yang mengecek tidak mempunyai sumber referensi lain apakah teks tersebut ditulis oleh AI atau tidak. Jika kita bisa membuat orang sadar akan tanda-tanda penulisan AI seperti sumber yang tidak masuk akal, fakta yang inkonsisten atau pemahaman dangkal, mereka akan bisa melakukan analisis tersendiri terpisah dari analisis yang digunakan oleh AI Checker dan sampai ke kesimpulan sendiri yang pasti lebih mendekati kenyataannya.

Sebagai kesimpulan, AI Checker adalah teknologi yang dulunya dipakai untuk tujuan yang baik, yaitu untuk meverifikasikan keaslian sebuah teks. Namun, sekarang, karena parameter AI Checker yang lebih ketat, ada lebih banyak 'false positive' yang menandai tulisan manusia. Dengan membuat AI Checker dengan dataset yang lebih tepat, merevisi parameter yang digunakan, dan mengajarkan pemeriksaan manual ke masyarakat, kita bisa mengatasi masalah ini dan sampai ke masa depan yang tidak hanya lebih jujur tetapi juga lebih sadar akan bahayanya AI.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun