Mohon tunggu...
Siti Kurniati
Siti Kurniati Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

menulis, merupakan generasi qurani

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Memahat Keabadian Pengalaman dalam Pentigraf

25 September 2021   22:44 Diperbarui: 26 September 2021   07:06 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah tulisan yang hanya tiga paragraf "Jarak Ana" karya Pak Iyus Yusandi dikirim di komunitas guru Bahasa Indonesia. Saya nikmati tulisan itu dalam sekali duduk dan endingnya membuat saya tersenyum.

Ketika saya membaca tulisan di bawah cerita tiga paragraf itu tertera "Pentigraf". Saya mengernyit.

"Pentigraf itu apa, Pak?" Tulis saya di bawah postingan tersebut.

"Cerpen Tiga Paragraf, Bu Nia," jawab Pak Irwan  seorang rekan guru senior Bahasa Indonesia.

Dengan gercep, saya searching ke Google. Muncullah laman https://www.kompasiana.com "Asyiknya Menulis dan Membaca Pentigraf" yang ditulis pada 25 Oktober 2018 oleh Dwi Klarasari, seorang Kompasianer senior di blog jurnalis milik kelompok Kompas Gramedia.

"Ooo, ini tulisan lama. Saya yang ketinggalan ilmu."

Saya nikmati tulisan beliau dengan saksama. Saya catat hal-hal yang ada di dalamnya mulai dari siapa founding fathernya, wadah yang menaungi para penulisnya, kategorinya, jumlah katanya, tulisan pertama penggagasnya, alasan-alasan mengapa tercipta tulisan ini, hingga menampilkan salah satu contoh pentigraf favoritnya.

Dalam tulisan itu pun, Dwi menyisipkan founding fathernya pentigraf, Prof. Tengsoe Tjahjono yang tercetak dalam warna biru, artinya bisa diklik dan tersambung ke Wikipedia. Di sinilah saya mendapatkan biografi lengkap Pak Tengsoe yang merupakan seorang dosen sekaligus sastrawan Indonesia. Hebat!

Setelah saya menikmati kedua ilmu dari Dwi, saya lanjutkan mengeklik tautan ibeoktaviana.blogspot.com yang tercetak biru pula. Sekali klik alamat blog itu, muncullah artikel Pak Tengsoe "Belantara Tema di Ruang Sempit" yang ditulisnya pada 12 Oktober 2016. Kembali saya mengernyit. "Wow! Lagi-lagi saya terlambat mengetahui ilmu ini sudah tercipta sejak lima tahun yang lalu.

Kembali saya catat hal-hal penting di dalamnya seperti kapan pentigraf pertama beliau tulis, dimuat dimana, adanya aturan mengikat untuk jumlah kata, alasan-alasan yang begitu lengkap mengapa pentigraf hadir dipaparkannya dengan bahasa yang sangat jelas dan lugas, penulisnya harus cerdas dalam memilih dan memakai diksi secara tepat, dialog dianggap satu paragraf, dan pada akhir cerita atau paragraf ketiga suguhkanlah kejutan-kejutan yang tak diduga pembaca agar cerita ini meninggalkan kesan mendalam.

Selanjutnya, dipaparkan pula contoh-contoh pentigraf dari beberapa penulis yang terhimpun dalam Kitab Pentigraf "Pedagang Jambu Biji dari Phnom Penh." Di dalamnya dimuat 200 pentigraf karya penulis-penulis yang tergabung dalam Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias. Salah satu tulisan yang paling disukai dan membuat saya terpana "Kisah Sedih" karya Sylvia Marsidi. Alasannya? Silakan pembaca searching ya, agar saya beroleh teman senasib menyukai pentigraf yang satu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun