Mohon tunggu...
Niam At Majha
Niam At Majha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat Buku dan Penikmat Kopi

Penulis Lepas dan Penikmat Kopi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kita Menjalani; Mereka Iri

1 Februari 2023   14:58 Diperbarui: 1 Februari 2023   15:12 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita semua tahu, apabila setiap orang tentu mempunyai privasi mempunyai ruang pribadi dan orang lain tak boleh ikut campur dalam ruang privasi tersebut. Akan tetapi seringkali kita ingin sekali menengok atau pun mengulik ruang-ruang dimana yang tak seharusnya di masuki malahan dibicarakan. Tentu hal tersebut sudah salah kaprah, sudah tak seharusnya, tak semestinya. Namun berbeda dengan kisah yang saya alami. Ruang privasi saya, jalinan cinta saya di ikut campuri, di bicarakan dibelakang saya. Di tambah-tambahi dan lain seterusnya.

Menjadi orang yang berhadap hadapan, berani mengambil resiko di depan atau pun berani berklarifikasi bukanlah hal yang mudah. Sebab untuk melakukan itu semua membutuhkan keberanian dan kejujuran akan semua yang diomongkan. Lantas bagaimana dengan orang yang lebih suka bermain dibelakang, berbicara bukan dihadapan yang bersangkutan dan berdesas desus dipinggir jalan. Jika saya boleh mengatakan, mereka adalah orang yang pengecut, penjilat dan seterusnya.

Satu lagi yang menjadi pertanyaan saya yaitu kenapa orang sekarang kebanyakan lebih menyukai hal privasi seseorang, cinta hubungan asmara dengan orang selalu menjadi topik yang lekas selesai untuk dibahas. Bukan soal apa, atau pun yang lainnya. Ketika urasan privasi saya menjadi sebuah di ikut campurkan yang tak semestinya dibahas; apa hal tersebut tak menyalahi hak hak orang lain, dan alangkah baiknya ketika ada sesuatu bisa dipertanyakan kepada orang yang bersangkutan, bukan malahan di bicarakan dibelakang dan di desas desuskan dipersimpangan jalan.

Sedangkan katanya orang-orang yang hobi berdesas desus tersebut berpendidikan, pernah memakan bangku pendidikan, akan tetapi kongklusi yang didapat malahan sebaliknya. Apakah bukan ketimpangan bukan? Adas pola yang salah, ketika dulu saat mengenyam pendidikan. Cara bersopan santun adalah ketika kita bisa menghargai privasi seseorang dan tak ikut campur dengan urusan orang lain.

Bukankah orang yang bermanfaat di dunia yaitu ketika orang tersebut bisa memanusiakan manusia bisa bermanfaat dengan orang lain. Bukan sebaliknya mencampuri yang bukan menjadi urusannya atau pun mengomentari yang bukan haknya. Boleh dikatakan kita yang menjalani sedangkan orang lain mengomentari.  Sedangkan realitas dan apa yang di bicarakan sangatlah berbeda sekali. Bersikaplah rendah hati, sebab apa yang kau tanam maka di situ pula kau akan memanennya. Ketika alam sudah berbicara, maka manusia hanya mampu untuk melihatnya.

Kita menjalani, mereka iri. Munculnya pembahasan bahasan bisa saja di sebabkan oleh ke iri- an atau pun tak mampu seperti yang dibicarakan. Maka dari itu banyak orang yang mencari celah terkait bagaimana mengunjingkan dan seperti sebuah pepatah kafilah mengonggong dan anjing tetap berlalu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun