Dalam beberapa dekade terakhir, obesitas telah menjadi salah satu masalah kesehatan global yang paling mendesak, dengan semakin banyaknya orang dari berbagai usia yang terdampak oleh gaya hidup modern. Menurut data dari WHO, pada tahun 2022, 2,5 miliar orang dewasa berusia 18 tahun ke atas mengalami kelebihan berat badan, termasuk lebih dari 890 juta orang dewasa yang mengalami obesitas.  Di Indonesia sendiri, kelebihan berat badan dan obesitas terus meningkat di semua kelompok umur secara beberapa decade terakhir. Data dari RISKESDAS menunjukkan peningkatan prevalensi obesitas dalam beberapa tahun terakhir terutama pada kalangan dewasa. Angka ini terus meningkat setiap tahun, memperlihatkan betapa parahnya masalah ini di masyarakat global.Â
    WHO sendiri menyebutkan bahwa obesitas merupakan penyakit kronis kompleks yang ditandai dengan timbunan lemak berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Obesitas dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis, seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, stroke, dan beberapa jenis kanker. Menurut penelitian dari WHO, orang yang mengalami obesitas memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dengan individu dengan berat badan normal. Selain itu, obesitas juga berkontribusi terhadap gangguan tidur, seperti sleep apnea, yang dapat memperparah masalah kesehatan jantung. Banyak faktor yang dapat menyebabkan obesitas, diantaranya adalah konsumsi makanan olahan atau ultra processed food, lingkungan sosial dan kurangnya aktivitas fisik.
    Makanan olahan yang tinggi kalori dan rendah nutrisi kini semakin mendominasi pola makan sehari-hari, mendorong peningkatan kasus obesitas di berbagai kalangan. Makanan olahan seperti makanan cepat saji, camilan kemasan, dan makanan serta minuman manis seringkali menjadi pilihan utama karena lebih praktis, murah, dan mudah didapatkan dibandingkan makanan segar yang minim proses. Studi menunjukan bahwa konsumsi makanan olahan atau ultra processed food yang berlebihan dapat meningkatkan berat badan secara berlebihan serta risiko terkena penyakit kronis, seperti penyakit jantung, stroke, dan diabetes tipe 2. Selain kandungan kalori yang tinggi, makanan olahan juga mengandung gula tambahan, garam, serta lemak jenuh dan penyedap pengawet yang tentunya berkontribusi pada peningkatan risiko obesitas dan penyakit lainnya.Â
    Dalam konteks gaya hidup modern, makanan olahan memang menawarkan kemudahan, baik dalam akses maupun penyajiannya sehingga dapat menghemat waktu dan tenaga dikala sibuk. Selain itu, dizaman yang serba teknologi dan berbasis digital serta media sosial ini, banyak perusahaan makanan olahan menggunakan iklan yang menggugah selera dengan visul yang menarik untuk memproduksikan produknya, seringkali pula menggunakan selebriti atau influencer untuk meningkatkan daya tarik masyarakat. Iklan dan promosi ini dapat memengaruhi kebiasaan makan masyarakat dengan cara normalisasi konsumsi makanan tidak sehat, karena masyarakat mulai mellihat hal itu sebagai hal yang normal dan biasa, sehingga meningkatkan konsumsi makanan olahan di masyarakat.
    Selain gaya hidup mengonsumsi makanan olahan berlebihan, perubahan pola hidup yang lebih banyak melibatkan aktivitas duduk baik dirumah maupun ditempat kerja mengurangi aktivitas fisik yang dibutuhkan tubuh untuk menjaga keseimbangan energi. Kembali lagi, saat ini merupakan zaman ketika teknologi sudah menjadi salah satu bagian penting yang tidak bisa lepas dari kehidupan setiap individu. Kemajuan teknologi, terutama smartphone, televisi, dan komputer telah mengubah cara individu dan masyarakat berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Banyak orang menghabiskan waktu berjam-jam didepan layar untuk bekerja atau hanya sekedar bermain game atau media sosial. Kegiatan yang dulunya melibatkan banyak gerakan, seperti berolahraga atau berinteraksi secara langsung kini sering digantikan oleh aktivitas sedentari atau aktivitas saat terjaga yang mengeluarkan energi yang sedikit. Hal ini mengurangi peluang untuk tetap bergerak dengan cukup dan membakar kalori dalam tubuh. Kurangnya kalori yang dibakar dapat menyebabkan penambahan berat badan dan obesitas.
    Faktor lain yang dapat menyebabkan obesitas adalah faktor lingkungan sosial. Lingkungan yang tidak sesuai terkadang menyebabkan suatu kelompok atau individu mengalami stress. Ada berbagai hal yang dilakukan orang dalam merespon stress, salah satunya adalah dengan makan berlebihan, yang apabila dilakukan dalam jangka panjang bisa memperburuk risiko terkena obesitas. Ketika hal ini terjadi, mereka cenderung memilih makanan tidak sehat sebagai makanan mereka dikala stress. Makanan dengan rasa manis dan pedas menjadi pilhan terbaik karena dapat mengalihkan pikiran mereka dari stress yang dialami. Meurut WHO, makanan manis mengandung banyak kalori yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kenaikan berat badan dan obesitas. Ketika dilakukan dalam jangka waktu yang lama, hal ini dapat menjadi kebiasaan dan tingkat obesitas akan terus meningkat seiring berjalannya waktu.
    Untuk melawan obesitas, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengadopsi pola makan seimbang yang mengutamakan asupan nutisi daripada kalori kosong. Menurut beberapa penelitian, diet rendah kalori, tinggi serat, dan kaya nutrisi dapat mengurangi risiko obesitas. Pemilihan makanan sehari-hari harus diperhatikan dalam diet ini, sebisa mungkin hindari konsumsi ultra processed food dan mulailah mengonsumsi real food yang memiliki nutrisi lebih baik dan menyehatkan. Meningkatkan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari rutinitas kecil seperti berjalan kaki hingga olahraga teratur juga merupakan kunci penting dalam menjaga berat badan. Kementrian Kesehatan menyarankan untuk melakukan aktivitas fisik setidaknya 30 menit perhari untuk menurunkan risiko obesitas dan penyakit lainnya. Memilih lingkungan yang baik dan mengelola stress dengan tepat melalui meditasi, olahraga, atau aktivitas relaksasi lainnya dapat mencegah kebiasaan makan berlebihan yang sering muncul akibat tekanan emosional.
    Obesitas adalah masalah kesehatan yang kompleks, namun langkah-langkah untuk mengatasinya dimulai dari kesadaran dan komitmen individu. Meskipun tantangan dalam mengubah pola makan dan meningkatkan aktivitas fisik sering kali terasa berat, perubahan kecil yang dilakukan secara konsisten dapat memberikan dampak besar. Mengurangi konsumsi makanan olahan, mengatur waktu di depan layar, dan memperbanyak aktivitas fisik adalah beberapa langkah awal yang bisa diambil untuk menurunkan risiko obesitas. Bukti dari National Institutes of Health (NIH) menunjukkan bahwa program gaya hidup yang terintegrasi dapat mengurangi risiko obesitas hingga 40% jika diterapkan secara konsisten. Namun, usaha individu saja tidak cukup. Dukungan dari masyarakat dan pemerintah sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat. Untuk menurunkan risiko obesitas, beberapa negara telah mengambil langkah-langkah serius dalam menyediakan program-program kesehatan berbasis komunitas. Misalnya, di Jepang, program pendidikan gizi di sekolah-sekolah dan praktik berjalan kaki ke sekolah telah membantu mengurangi angka obesitas pada anak-anak. Di Inggris, pemerintah telah menerapkan pajak terhadap minuman manis yang terbukti mampu menurunkan konsumsi gula di kalangan anak muda.
    Dengan memadukan pola makan sehat, aktivitas fisik, dan manajemen stres, kita bisa mengubah arah hidup menuju keseimbangan dan mengatasi ancaman obesitas yang terus berkembang. Mengatasi obesitas bukan hanya tanggung jawab individu, melainkan membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri makanan, dan masyarakat luas. Meskipun tantangan yang dihadapi cukup besar, langkah-langkah kecil yang dilakukan secara konsisten dapat membawa perubahan signifikan. Dengan regulasi yang tepat, dukungan komunitas, dan komitmen pribadi, ancaman obesitas dapat ditekan, dan masyarakat yang lebih sehat bisa terwujud.
Sumber:Â
Dicken, SJ, Batterham, RL Makanan Ultra-Olahan dan Obesitas: Apa Buktinya?. Curr Nutr Rep 13, 23--38 (2024).