Mohon tunggu...
Niko Hukulima
Niko Hukulima Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta dan Aktivis Credit Union Pelita Sejahtera

Hidup terlalu singkat untuk disia-siakan. Berusaha untuk lebih baik hari demi hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tite Oring - Bagian 2

6 Mei 2021   18:48 Diperbarui: 6 Mei 2021   18:59 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri
dokpri
Saya sering bernostalgia, mengulang cerita-cerita ini bersama abang Rofinus Emi Lejap di Sunter ketika mengunjunginya. Berdua mengenang masa-masa itu sambil tertawa mengingat keusilan kakek-kakek kita dulu. Dalam kesederhanaan, mereka memupuk kebersamaan yang erat dengan cara yang sedernaha pula. Dan justru dari sinilah lahir banyak kearifan lokal yang kita kenal sampai sekarang. Salah satunya adalah ."Anam Mawerei".  

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Mawerei, berasal dari kata dasar mawar yang artinya milik bersama. Anam Mawerei (barang milik bersama) biasanya berupa binatang peliharaan, pohon kelapa atau pohon lainnya, kebun, man, dan lain-lain. Ko bisa?. Saya menduga, ini terjadi akibat relasi personal yang begitu lekat antara mereka sehingga mereka tidak lagi berhitung; ini punya kamu atau ini punya saya. Yang ada dibenak mereka hanya satu : ini punya kita.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Sebagai contoh (yang saya tahu saja), di kebun kelapa milik bapa, ada kelapa yang pemiliknya adalah Amai Molo Wawin. Saya mendengar cerita, ketika masih muda dulu, Amai Boli Meran bergaul erat dengan Amai Molo Wawin, lalu ketika mereka mampir di Oring ini, Amai Molo menanam sebatang kelapa, dan itu menjadi milik mereka. Milik bersama. Tidak ada yang menggugat.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Ada kebun di Woloi (Leukoba leu werun) yang pemiliknya adalah bapa dan epoi Tonis Kepala hingga kini. Ada dua pohon Kelapa di Benolo, pinggir jalan, dimana bapa adalah pemiliknya. Saya tidak tahu itu kelapa tumbuh di tanah siapa. Saya hanya bisa kagum, ko bisa bagitu. Oring adalah medium penting  yang menyebabkan semua itu terjadi.

dokpri
dokpri
Sekali lagi, semua ini menjadi tanda relasi personal orang tua kita dahulu yang begitu lekat, terawat baik hingga menghasilkan kearifan lokal semacam ini. Dan kini malah menjadi sumber perselisihan dalam konteks kepemilikan.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Ketika pulang libur beberapa tahun yang lalu, ada dua keluarga yang berperkara di kantor desa. Atas keramaian tersebut saya mampir disana. Ketika itu saya baru tahu kalau pokok persoalan yang di sengketakan adalah benda-benda/barang-barang yang menjadi milik bersama tadi. (anam mawerei). Tap Mawerei (pohon kelapa) dan Ole Mawerei (kebun milik bersama).

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Saya hanya bisa mengelus dada atas realitas yang semakin menjauh dari kearifan kakek nenek kita dahulu di Oring. Oring adalah tempat "memadumadankan" Kniri maketei, tempat dimana kearifan memulai caranya merekatkan hubungan personal antara mereka, melebihi apapun, termasuk didalamnya melebihi hitungan; moen, goen, neen -- diganti dengan satu kata magis TITEN.

dokpri
dokpri
Pesan dari peristiwa  berperkara ini jelas; Oring sebagai sumber inspirasi, medium perekat relasi antar saudara mulai perlahan menemukan jalan turun menuju lembah, entah apa namanya. Egoistiskah, individualistiskah, apapun itu. Orang jaman kini fokusnya hanya pada : mana saya punya dan mana kamu punya. Tidak lagi ada istilah kita punya. APA SIKAP SAYA?. Mari kita sama sama menjawab.

dokpri
dokpri
Menutup tulisan pada bagian kedua ini, saya memejamkan mata, menghadirkan sosok-sosok istimewa dalam tulisan ini;

Amai Mado Lima pelegot dari Wai Boil, bersahut-sahutan dengan Amai Kwihal, Amai Dai Wua, Amai Huklima, Amai Uran Prahong dan Amai Laba Lanang sang punggawa penerus Ahar suku Lejap Nujan. Sambil pelegot (bernyanyi riang) mereka saling menyapa (Leare wekie, de uoke. De tuole), diiringi ajakan "kem bale wel Tim Wuhun". Kami tunggu di Tim Wuhun 

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Sayup-sayup terdengar siulan Epoi Tonis Kepala dari Tar Hab, penggilan menggema amai Plea Poli dari Leu Puho, teriakan kakai Tuto Nubekol Tolok dari Tuak sana menggema, senandung rindu amai Ado Preto dari Tape Kol, Maki Frans Penebang dari atas bukit Leu Kolo menyapa amai Dol Beliko di dataran genek, dan nun jauh di Wale, dibalik bukit Kedang, amai Molo Wawin bersenandung, melafalkan lirik-lirik magis-bernas berisi pesan sakral pemilik kampung untuk generasi muda; PELIHARA SEMUA INI BAIK-BAIK AGAR HIDUP INI LESTARI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun