Mohon tunggu...
Nisaa Hakim
Nisaa Hakim Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - NUB

Belajar dari setiap orang yang saya temui. Belajar dari lingkungan. Belajar tidak ada batas waktu. Refleksi diri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Solusi

22 September 2018   08:34 Diperbarui: 22 September 2018   19:31 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kumala, jawablah! Apa yang bisa ku lakukan untuk Toko Batik kita?" Bara masih saja bertanya, kali ini dengan nada agak tinggi. Duh, anak ini memang adik yang cerewet sekali. Beda dengan Tania yang sama cueknya sepertiku.

"Bara, kalau tidak pulang kamu mau tidur disini? Ini sudah mau malam, Bar," akhirnya aku angkat bicara juga, sungguh tidak tahan mendengar ocehannya sepanjang jalan pantai ini.

"Dah, mari kita masuk mobil."

Lalu kami bergegas pulang dengan solusi yang masih mengambang. Dengan pikiran yang masih buntu. Tapi setidaknya Bara, anak yang masih SMA ini, sudah tahu permasalahan yang ku hadapi. Biasanya dia memiliki segudang ide untuk membuat inovasi. Ah baiknya ku tunggu ide dari Bara saja, sudah mentok rasanya isi kepala ini. Kami melanjutkan perjalanan pulang menuju kota.

Tepat pukul 20.00 kami sudah berada di rumah. Belum sempat membersihkan badan dan duduk-duduk santai, Bara sudah mulai bercuap-cuap lagi.

"Kumala, sepertinya aku punya ide. Bagaimana kalau kita meminta bantuan Pak Darmono saja? Pasti bapak itu akan senang hati membantu kita."

Sembari membuka kunci pintu utama rumah kami dan dengan pasang muka garang aku lalu menyambar, "Sinting kau, ya! Pak Darmono itu kan lintah darat kelas kakap. Kau mau keluarga kita terbelit hutang dan berlumuran dosa?!" aku semakin kesal, bisa-bisanya dia cari mati.

"Adapun dengan idemu itu malah akan menambah masalah," emosiku belum redam, omelanku makin menjadi-jadi.

Semasa hidup ayah dan ibu pernah berpesan kepadaku, anak sulung mereka, sebisa mungkin hindari berhutang dengan rajin menabung. Itulah mengapa aku tidak menanggapi solusi Bara yang satu ini. Dan sungguh ini tidak penting untuk dibahas. Gila saja ide Bara ini.

"Kumala, ayolah! Kita harus berbuat apa lagi?" Bara masih saja berusaha untuk membujukku. Aku tetap melanjutkan langkahku menuju ke kamar, diikuti Bara ngintilin dari belakang. Kemudian kami temui Tania sedang menghadap sebuah laptop di ruang tengah.

"Bisakah kalian ini sehari saja tidak usah bertengkar?" Tania tiba-tiba menyahut. Rupanya dia bising juga mendengarkan ocehan Bara. "Bara, diam! Ssstt.." lanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun