Mengupas Sisi Psikologi Narcissistic Personality Disorder Dalam Kepemimpinan Pejabat yang Anti-kritik.Â
Di era digital, media sosial telah menjadi wadah utama bagi masyarakat dalam menyuarakan kegelisahan mereka. Kritik terhadap kebijakan pemerintah atau perilaku pejabat sering kali disampaikan dalam bentuk tagar yang viral, seperti "kabur aja dulu" dan "Indonesia gelap". Sayangnya, alih-alih merespons dengan introspeksi, banyak pejabat justru tampak tidak memahami atau bahkan mengabaikan makna di balik kritik tersebut.
Mengapa hal ini terjadi? Salah satu faktor yang patut diperhatikan adalah kecenderungan narsistik di kalangan pejabat, yang dalam psikologi dikenal sebagai Narcissistic Personality Disorder (NPD). Bagaimana gangguan ini memengaruhi cara pejabat memahami kritik? Dan bagaimana dampaknya bagi masyarakat? Artikel ini akan membahas lebih dalam.
Pejabat Narsistic Personality Disorder: Sebuah Perspektif Psikologi, Akibat Kurang Kompetensi, Tidak Cakap Memimpin Karena Bukan Ahlinya, Sulit Mencerna Apa Tujuan Suara Rakyat, Tidak Punya Empati, Minim Akuntabilitas
Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan rasa superioritas berlebihan, kebutuhan konstan akan pujian, serta kurangnya empati terhadap orang lain. Beberapa karakteristik utama yang sering ditemukan dalam kepemimpinan narsistik antara lain:
Kesulitan menerima kritik -- Kritik dianggap sebagai ancaman terhadap harga diri, sehingga sering ditanggapi dengan kemarahan atau pengabaian.
Rasa superioritas berlebihan -- Merasa dirinya lebih unggul dari orang lain, sehingga masukan dari masyarakat dianggap tidak relevan.
Kurangnya empati -- Tidak mampu memahami atau peduli terhadap perasaan dan penderitaan orang lain.
Manipulatif dan defensif -- Cenderung membangun narasi yang membenarkan tindakan mereka, sekaligus menutup ruang diskusi.
Ketika seorang pejabat memiliki kecenderungan narsistik, kritik publik, termasuk dalam bentuk tagar viral, sering kali tidak dianggap sebagai umpan balik yang konstruktif. Sebaliknya, mereka bisa menganggapnya sebagai serangan pribadi yang harus dibalas dengan pembenaran atau serangan balik.