Tak 'kan sedih kumenangis..
Tak 'kan pula tertawa..
Bayangmu 'kan s'lalu bersinar walau waktu berjalan..
(Terbang, The Fly)
Â
Di siang hari itu menjelang sembahyang luhur berkumandang, mentari bersinar dengan cerah. Eyang Uti begitu aku biasa memanggil beliau. Sosok yang sangat Jawa cenderung feodal. Style beliau hampir mirip dengan first lady Ibu Tien.
Semenjak  Eyang Kakung meninggal, Eyang Putri lebih sering bertandang ke rumah kami. Beliau bukanlah Eyang Putri kami yang tepat secara hierarki keluarga, karena beliau bukanlah Ibu dari ayah atau ibu kami, beliau kami panggil demikian karena beliau yang tertua diantara kakek-nenek kami yang masih ada.
Dan jarak rumah kami hanya berbatas 2 tembok bangunan yang tepisah jarak 100 sentimeter, Beliau tempat kami berkumpul tatkala Idul Fitri tiba, beliau tempat kami datang berujud bakti dan sungkem memohon maaf dan meminta do'a restu saban hari raya tiba, walaupun pada kenyataannya beliau berbeda keyakinan dengan kami.
Siang itu hanya aku dan Uti diruang tamu rumah, beliau berbicara ngalor-ngidul tentang romantisme masa silam, saya yang muda belia kala itu hanya bisa menimpali dengan kalimat standar "Inggih uti". Beliau mungkin ingin berbicara dan didengar guna mengusir rasa sepi semenjak Eyang Kakung meninggal.
Hingga tibalah ditengah perbincangan kala Uti berkisah tentang Eyang Kakung, aku masih ingat ketika beliau bercerita sembari mata menerawang, dan aku masih ingat ketika tanpa sadar air mata beliau menetes dipipi. Dan sesekali beliau tersenyum bahagia mengenang masa lalu.
"Armand, tak ceritani to.. Kakungmu itu ndak pernah marah." tutur beliau.
"Sekali saja Kakung itu endak pernah marah." ujar Eyang Uti menegaskan.
"Dalem Uti.. Pripun niku Uti kok Kakung tidak pernah marah.?" tanyaku penasaran.
"Iya.. Seumur-umur eyang uti hidup bersama Kakung, Kakung tidak pernah marah." kenang beliau sambil tersenyum seolah wanita muda yang tengah kasmaran.
"Sekali saja Kakungmu itu marah ketika beliau cemburu buta." sambung beliau berkisah.
Eyang Uti bercerita ikhwal Kakung marah dan itu pertama dan terakhir Eyang Kakung marah, ketika melihat Eyang Putri berboncengan dengan rekan kantornya, dan kejadian boncengan itu hanya sekali dan spontan adanya, karena rekan kerja Uti yang biasa beliau nebeng berhalangan kerja kala itu.
Uti hanya berboncengan  dalam jarak 50 meter dari depan kantor hingga jalan raya depan untuk menungu bus kota, dan era itu wanita Jawa masih lazim mengenakan kain jarik sebagai bawahan.
Menurut penuturan eyang uti beliau duduk berbonceng secara  menyamping karena beliau mengenakan kain jarik, dan bukan jenis boncengan ala-ala pasangan masa kini yang  seolah cewek yang dibonceng sedang memanjat pohon, dan tak ada interaksi berlebihan sama sekali dengan rekan kerjanya. Dan ya, mereka hanya rekan kerja.
Setalah hari itu, semua berjalan seperti sebelumnya. Eyang Uti pulang dari kantor menuju tempat pemberhentian bus dengan membonceng rekan kerja wanita yang biasa beliau tumpangi.
Aku bertanya kepada uti "Uti, Kakung marahnya pripun.?"
Dengan tersenyum dan menitikkan air mata beliau bertutur "Secangkir teh hangat yang eyang uti hidangkan untuk Kakung tetiba tumpah separuh cangkir."
Teh hangat yang dihidangkan itu tumpah tanpa ada secuil suara gaduh pun, tanpa ada suara gelas yang jatuh ataupun air teh yang disiramkan secara kasar.
Konon paska insiden teh tumpah itu Kakung mendiamkan uti selama 2 hari, dan itulah bentuk marahnya Eyang Kakung atau lebih tepatnya unjuk rasa cemburu beliau terhadap Uti. Dan bentuk kemarahan itu pertama kali terjadi dan terakhir.
Masih dengan air mata yang belum terusap di pipi dan senyum penuh kasih sayang beliau berpesan.
"Armand, jadilah seperti Kakungmu yo. Ojo nesu karo wong wedok, besok kamu kalau menikah jangan pernah marah terhadap istrimu."
"Injih uti." jawabku dengan senyuman
Dan aku masih ingat siang itu di hari minggu ketika stasiun televisi swasta di TV rumah menyiarkan lagu The Fly yang berjudul Terbang.
Bias sinar dimatamu..
Indah tebarkan cinta..
14 Februari 2025
In loving memory of Eyang Uti Hadi Pardjono
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI