Urusan kawin dan cerai memang sangat ribet di Indonesia, karena mengurus kawin dan cerai dianggap bukan "hak pribadi" akan tetapi "hak komunal" karena melibatkan keluarga pokok lain seperti ibu, ibu mertua, bapak, bapak mertua bahkan melibatkan keluarga lain yang harus didengar.Â
Berbicara terkait cerai, di Indonesia sendiri permohonan cerai dan putusan cerai dari tahun pertahun meningkat jumlahnya. Alasan cerai bisa karena kekerasan dalam rumah tangga ataupun alasan lainnya seperti ketidakcocokan pada pasangan tersebut. Akan tetapi jumlah cerai secara de'jure tidak meng'cover yang cerai secara de'facto tapi tidak mengurus cerai ke pengadilan.Â
Cerai secara defacto itu bermacam-macam karena perselingkuhan atau karena ketidakcocokan atau alasan apapun juga kedua belah pihak atau pasangan tersebut secara tidak eksplisit telah tidak tidur sekamar atau tidak melakukan hal biologis lagi. Komunikasi antar keduanya juga sudah tidak lagi seperti pasangan yang harmonis.Â
Akan tetapi bisa saja keduanya memiliki pasangan diluar rumah masing-masing akan tetapi ketika kembali ke rumah, keduanya tetap melakukan perannya masing-masing dihadapan anak-anak, keluarga dan sanak keluarga serta seputar rumah seperti tetangga atau lainnya. Pandangan tersebut dibentuk agar persepsi diluar mereka berdua melihat mereka sebagai keluarga harmonis.Â
Lalu mengapa tidak cerai saja jika harus menjalani hidup dengan model relasi seperti itu, memang sangat dipahami di Indonesia tidak dikenal secara hukum positif dan hukum sosial terkait "saperate" atau "berpisah"; mungkin jika mengacu dari agama hal ini dapat dikatakan talak 1 artinya bisa kembali sewaktu2x jika sudah dirasa membaik hubungan akan tetapi bagi agama Kristen atau khatolik atau agama lain, berpisah sementara atau saperate tidak dikenal mekanisme tersebut, sehingga pilihannya cerai atau meneruskan hubungan dengan modaliti yang tidak sekamar.Â
Jika kita melihat fenomena tersebut ada beberapa alasan mengapa hubungan ketidakjelasan harus diambil:
1. Â Alasan untuk intropeksi: Memberi waktu tengang memang diambil untuk memberikan waktu kepada kedua pasangan untuk melihat kembali situasi serta waktu mengingat waktu pertemuan pertama; hanya saja waktu tengang biasanya tidak dilakukan untuk intropeksi diri malah status itu dipakai untuk menjalin hubungan dengan yang lain; bahkan terperangkap dengan hubungan yang kompleks yang menyebabkan keduanya menjadi semakin sulit untuk kembali.Â
2. Alasan anak: Â Situasi tersebut diambil untuk menjaga perasaan anak karena terkait tumbuh kembang anak. Perasaan anak atau psikologi anak yg menginginkan keharmonisan keluarga akan membantu anak mendapatkan kebahagiaan sehingga anak bisa tumbuh dengan baik.Â
3. Alasan agama: kadang hukum agama tidak memperbolehkan untuk bercerai maka alasan tersebut diambil untuk tidak bercerai akan terapi keduanya bisa melanjutkan hidup masing-masing tanpa menyakiti anak.
4. Alasan lain: alasan ini terkadang tidak tersebut akan tetapi faktanya banyak yang mengalami yaitu pisah secara defacto tapi suatu saat ketika tiba saatnya mereka bersatu lagi Karena situasi dan melupakan semua yang lalu. Moment tersebut yang ditunggu.
5. Alasan masih cinta: sebenarnya masih conga akan tetapi krn situasi maka pisah sementara dan berharap bersatu kelak.Â