Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memaknai Simbol "18+" dalam Penerapan Pendidikan Seks

24 Februari 2020   10:54 Diperbarui: 21 April 2022   23:26 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Stock Adobe https://stock.adobe.com

Sejauh mana kita memaknai angka yang diberikan label "+" dalam kehidupan sehari-hari?

Angka kasus kekerasan seksual di Indonesia patut diberi label merah. Sepanjang tahun 2016-2018, sebanyak 17.088 kasus kekerasan seksual terjadi di Indonesia dengan 8.797 adalah kasus pemerkosaan. 

Khususnya tahun 2019, terdapat 2.988 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan. Angka tersebut merupakan 31 persen dari total kasus kekerasan seksual yang terjadi. Jika ditambah dengan jumlah kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan maka harus diakui bahwa kekerasan seksual ibarat hantu yang sangat menakutkan.

Kasus kekerasan seksual bukan baru terjadi belakangan ini (2016-2017), sesuai dengan data yang penulis sajikan. Kekerasan seksual sudah terjadi sejak lama sehingga isu pentingnya pendidikan seksual mencuat ke publik dan memaksa pemerintah memasukkan pendidikan seksual dalam kurikulum 2013.

Namun, sebetulnya pendidikan seksual bukan tanggung jawab seutuhnya lembaga pendidikan tetapi juga tanggung jawab orangtua sebagai implementasi pendidikan dalam keluarga.

Hal ini diperkuat dengan sebuah studi yang dilakukan oleh Reckitt Benckiser melalui merek kontrasepsi Durex, Dari 500 responden yang disurvei terdapat 73 persen responden yang menyatakan bahwa pendidikan seks yang mereka terima di sekolah belumlah cukup.

Tujuan pendidikan seksual tidak hanya sebatas mengajarkan anak-anak mengenai organ kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual dan HIV/AIDS, kehamilan, dan kontrasepsi yang dapat digunakan, tetapi juga berfungsi untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual seperti pemerkosaan, seks diluar nikah, dan juga pernikahan di usia dini.

Data kekerasan seksual di Indonesia pada tahun 2019 juga mengisyaratkan kepada kita bahwa implementasi pendidikan seks di Indonesia belum mengalami kemajuan.

Masih dari studi yang sama, 54 persen remaja masih percaya bahwa melakukan penetrasi berdiri bisa mencegah kehamilan, 53 persen menjadikan ejakulasi di luar vagina sebagai solusi terhindar dari kehamilan, dan 57 persen percaya bahwa masturbasi sebelum berhubungan seks bisa mencegah kehamilan.

Ketidakmajuan pendidikan seks di Indonesia diakibatkan oleh pengetahuan pendidik (guru maupun orangtua) yang masih minim. Pada artikel ini, penulis mencoba menulis pentingnya memaknai simbol 18+ dalam kehidupan sehari-hari sebagai salah satu bentuk pendidikan seks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun