Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sakralnya "Bertunangan" bagi Suku Dawan (Timor)

1 Februari 2020   06:50 Diperbarui: 1 Februari 2020   09:16 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cincin tunangan (Foto: Readers Digest)

Di artikel saya sebelumnya yang berjudul Cara Suku Dawan (Timor) Melindungi Tanamannya dari Pencurian, saya menceritakan tentang Bunu atau Bunuk yang merupakan salah satu cara melindungi tanaman.

Bunu adalah sesuatu yang diikatkan kepada tanaman, berupa daun (Hauno) dan lain sebagainya. Pada saat tanaman tersebut diikatkan Bunu maka hasil tanaman tersebut tidak boleh diambil oleh seorang pun bahkan disentuh pun tidak, termasuk pemiliknya. Konsekuensinya cukup berat, mengalami sakit penyakit dan kematian pun bukan hal yang mustahil.

Hasil tanaman tersebut boleh diambil jika Bunu tersebut sudah dicopot dan melalui sebuah proses yang dinamakan Haniki (pendinginan), menjinakkan kekuatan guna-guna yang ada dalam Bunu tersebut.

Sedangkan istilah Hauno adalah sinonim dari kata Bunu. Istilah ini digunakan atas dasar bahan yang paling banyak digunakan dalam Bunu adalah daun-daunan. Penyebutan sebuah istilah bersamaan dengan sinonimnya merupakan penyebutan khas orang Dawan dalam bahasa-bahasa adat.

Bunu-Hauno dianggap sudah terpasang pada laki-laki dan perempuan ketika mereka memutuskan untuk bertunangan. Secara tidak langsung, Bunu-Hauno bermakna perlindungan yang tidak boleh disentuh oleh siapapun, apalagi diambil. Oleh karena itu, Kaus Bunu-Hauno berarti mencopot proteksi yang terpasang pada laki-laki dan perempuan.

Selama masa pertunangan, dilarang bagi siapapun yang hendak bertunangan dengan perempuan dan laki-laki yang memiliki status tunangan. Istilah Bunu-Hauno adalah peringatan bahwa konsekuensinya cukup memberatkan.

Bahkan makna Bunu-Hauno yang terpasang pada laki-laki dan perempuan ini disebut tidak sebatas itu. Laki-laki dan perempuan yang sedang bertunangan pun dilarang "bersentuhan" sekalipun. Artinya laki-laki dan perempuan harus tahu batasan sebelum menuju pernikahan karena diri mereka dilindungi untuk tidak melakukan hal-hal yang sejatinya hanya bisa dilakukan setelah pernikahan.

Karena itu, tradisi Kaus Bunu-Hauno ini harus dilakukan sebelum acara pernikahan dijalankan. Bagi, masyarakat Dawan jika tidak dilakukan Kaus Bunu-Hauno maka jalan menuju pernikahan tertutup sebagaimana makna Bunu-Hauno pada tanaman. Tidak ada yang mengambilnya sebelum Bunu-Hauno dicopot atau melalui proses Haniki.

Untuk kasus salah satu dari antara perempuan atau laki-laki yang memilih memutuskan atau mengakhiri hubungan pertunangan (batal menikah), tradisi Kaus Bunu-Hauno harus dilakukan. Tujuannya adalah tidak ada ikatan atau kekuatan Bunu dalam diri seorang perempuan atau laki-laki sehingga ia boleh memilih bertunangan dengan orang lain, sbagaimana filosofinya bahwa pada saat mencopot Bunu dari tanaman, tidak ada larangan untuk mengambilnya.

Membebaskan diri dari ikatan tunangan dan diperbolehkan memulai tunangan yang baru dengan orang lain.

Itulah sakralnya bertunangan dengan laki-laki atau perempuan Suku Dawan di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Meski demikian, seiring berjalannya waktu, makna Bunu-Hauno yang sakral itu tergerus oleh zaman.

Salam!!!

Mauleum, 01 Februari 2020
Neno Anderias Salukh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun