Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Atas Nama "Awkarin", Tanggapan untuk Para Pengkritik

15 Oktober 2019   20:03 Diperbarui: 15 Oktober 2019   20:02 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar akun instagram Karin Novilda, Senin (14/10/2019) | Kompas.com/SHERLY PUSPITA

Berdiri dikritik, duduk dikritik, tidur pun dikritik. Itulah Awkarin

Mangga juga buah dan tetaplah buah meskipun ada buah yang memiliki nilai gizi lebih dari mangga. Menolong seorang lelaki tua menyebrang jalan raya tetaplah perbuatan baik meskipun ada perbuatan baik lainnya yang memiliki nilai kemanusiaan lebih dari itu.

Saya tidak bisa menyamakan Mother Teresa yang menolong orang-orang Calcutta dengan Boaz Solossa yang susah payah mengharumkan nama Indonesia dengan kedua kakinya. Saya pun tidak bisa menyamakan Abraham Lincoln yang membebaskan Amerika Serikat dari perbudakan dan perang saudara dengan seorang anak kecil yang setiap hari merawat kedua orangtuanya yang terbaring lemah di rumah sakit untuk membebaskan mereka dari penyakit.

Namun, kadang kala tetangga saya membandingkan anaknya yang menyelesaikan studi S1 tepat 8 semester dengan saya yang menyelesaikan S1 dalam jangka waktu 10 semester.

Tak jarang juga saya menemukan beberapa orang membandingkan teman saya yang jago memasak segala jenis makanan dibandingkan dengan saya yang hanya bisa memasak nasi.

Membandingkan boleh, menjelekkan jangan. Tapi, seringkali akibat dari membandingkan adalah memuji salah satu dan menjelekkan yang lainnya.

Sungguh! Ini pikiran yang absurd. Memuji sesuatu yang dinilai sepihak lebih baik dan menjelekkan sesuatu yang juga dinilai sepihak lebih jelek.

Awkarin, si cantik yang mendadak dikritik. Pasalnya, akhir-akhir ini rajin melakukan kegiatan sosial dibandingkan dengan sebelumnya yang hanya dikenal dengan artis yang sering viral melalui video-video curhatnya.

Sepertinya Awkarin berusaha move dari perilaku lamanya yang tidak memiliki dampak dan ingin melakukan hal-hal yang berdampak seperti membantu korban gempa, memberi ribuan nasi kotak kepada para mahasiswa yang berdemo, hingga terjun langsung bertemu korban kabut asap.

Awkarin juga pernah mengajak anak muda untuk bersih-bersih sampah. Namun sepertinya ada yang tidak menyukai apa yang dilakukan oleh selebgram bernama lengkap Karin Novilda ini.

Puncaknya, ketika ia memberi donasi kepada pengemudi ojol yang tertimpa musibah beruntun. Mendapat orderan fiktif dan kehilangan motornya.

Politikus PDIP, Budiman Sudjatmiko menganggap apa yang dilakukan oleh Awkarin adalah untuk mencari sensasi.

"2 contoh kebaikan oleh 2 perempuan: 1. Awkarin & 2. Tri Mumpuni.. Yg pertama basisnya sensasi, yg ke 2 esensi. Kebaikan harus sensasional tp yg lebih penting juga esensial. Tak cukup salah 1. Budaya kita lebih suka yg pertama, meski tubuh kita butuh yg ke 2.. Yg esensial mengubah nasib banyak orang dgn mendalam tp jumlah yg terdampak lebih sedikit drpd dampak tindakan kebaikan sensasional. Kebaikan sensasional menginspirasi jauh lebih banyak orang tp dangkal dampaknya," tulis Budiman di Twitter, Senin (14/10/2019).

Ada kritik yang tidak sehat dalam cuitan politisi yang satu ini. Apa maksudnya? Memuji tapi malah menjatuhkan. Apa maksudnya membandingkan dengan yang lain? Jika tidak bertujuan untuk merendahkan apa yang dilakukan?

Netizen yang saya sebut sebagai pembunuh abu-abu masa depan dalam artikel "Mengkritik Pembunuh Abu-abu di Balik Kepergian Sulli" pun ikut mengkritik. Bahkan Tsamara Amany mengaku ada yang mention dirinya untuk membandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Awkarin.

Tidak ada artinya Awkarin melakukan semua hal di atas? Membandingkan Awkarin dengan Butet Manurung? Atau Awkarin dengan Tsamara? Konyol. Kita membandingkan burung yang bisa terbang di udara dengan ikan yang hanya bisa berenang di laut.

Jangan-jangan kita menuduh orang lain melakukan sensasi dengan cara membuat sensasi.

Saya pikir pidato, orasi dan komentar politik lebih sensasional bahkan tidak memiliki dampak karena hanya janji manis. Memberikan harapan tapi dangkal bahkan kosong.

Karena itu, saya hanya ingin menyampaikan bahwa visi hidup kita berbeda. Berdampak bagi orang lain pun berbeda. Soal sensasi atau tidak tergantung cara kita merespon. Seringkali kita yang membuat sesuatu menjadi sensasi bukan orang yang bersangkutan.

Kebaikan, perbuatan baik dan karya orang selalu baik tergantung bagaimana kita memandang hal tersebut. Bagaimana kita menilai, menyikapi dan meresponinya.

Mari kita menghargai karya orang lain meskipun hanya sebesar biji mata ayam. Mari kita melihat usaha-usaha orang lain meskipun banyak kesalahan yang dilakukan karena mangga tetaplah buah meskipun anggur lebih manis.

Kita menjadi orang yang lebih baik dan lebih hebat; kita menjadi lebih sempurna daripada orang lain hanya dengan menjelekkan orang lain. Bodoh! Menjadi lebih besar dari orang lain tidak harus dengan membuat orang lain lebih kecil.

Salam!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun