Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajaran Penting dari Kejadian Ayah Tidak Sengaja Membunuh Anaknya

2 September 2019   13:24 Diperbarui: 2 September 2019   13:26 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Seorang ayah membunuh anaknya tanpa sadar. Inilah tindakan yang menjadi pelajaran berharga bagi para orang tua.

Dilansir dari Kompas.com, seorang siswa sekolah menengah pertama (SMP), Eko Saputro (15) tewas tertusuk pisau di halaman rumahnya, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu (31/8/2019).

Berawal dari ibu korban menyuruh korban ke warung untuk membeli wadai (jajanan). Korban sempat kembali tanpa membeli apapun, lalu ia balik lagi ke warung untuk membeli roti dan susu kotak.

Roti dan susu kotak ini kemudian menjadi barang rampasan antara dia dengan adiknya. Adiknya yang meminta secara baik-baik tidak dihiraukan oleh korban sehingga terjadilah kejar-kejaran antara korban dengan adiknya. Bahkan, terjadi perkelahian antara korban dengan adiknya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari Kompas.com, ayahnya yang tidak suka dengan perlakuan korban kepada adiknya langsung membuang pisau yang digunakan untuk mengupas jagung ke arah korban.

Lemparan pisau yang dilakukan tanpa sadar oleh ayahnya mengenai dada kiri korban sehingga korban jatuh tersungkur. Korban sempat dilarikan ke Rumah Sakit tetapi tidak dapat diselamatkan.

Ayahnya sempat merahasiakan kematian anaknya ini. Bahkan, ia sempat menyangkal perbuatannya tetapi melalui autopsi yang dilakukan oleh Polisi, ayahnya mengakui perbuatannya tersebut.

Sayang sekali, seorang ayah melakukan tindakan yang merenggut nyawa anaknya sendiri. Bermaksud mendiamkan perilaku anaknya, malah yang terjadi adalah membunuh buah hatinya sendiri.

Lalu apa yang menjadi pelajaran dari kejadian menyedihkan ini?

Berhati-hatilah dengan amarah

Amarah adalah suatu emosi primer, alami, dan matang yang dialami oleh semua manusia pada suatu waktu.

Pendiri aliran psikologi behaviorisme John B. Watson juga menyebut marah sebagai salah satu emosi dasar yang dimiliki oleh manusia selain takut dan kasih sayang.

Meski ada beberapa ahli psikologi yang lain menyebutkan emosi dasar manusia lebih dari tiga tetapi amarah menjadi salah satunya.

Menurut ahli psikologi orang yang marah sangat mungkin melakukan kesalahan karena kemarahan menyebabkan kehilangan kemampuan pengendalian diri dan penilaian objektif.

Marah juga berkaitan erat dengan agresi dan kekerasan. Oleh karena itu, bila marah sudah mengarah ke agresi maka akan menyebabkan tindakan yang merusak, memusnahkan atau menghancurkan.

Seseorang yang marah bisa melukai hati orang lain dengan kata-kata. Contohnya adalah ucapan yang menyinggung perasaan, memaki-maki, menghina, merendahkan, memperlakukan berbeda, menyepelekan. Bahkan, melukai secara fisik seperti menampar, meludahi, menjambak, menendang dan memukul.

Oleh karena itu, berhati-hatilah dengan amarah yang dapat merugikan orang lain bahkan diri sendiri. Kejadian di Kalimantan ini menjadi bukti akibat dari amarah yang tidak terkontrol.

Karena marah adalah emosi dasar, kita tidak bisa menghindarinya tetapi kita bisa mengontrolnya.

Aristoteles mengatakan bahwa siapa pun bisa marah, marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik, tidaklah mudah.

Ya, memang tidak mudah tetapi tidak berarti tidak bisa dilakukan karena disamping marah sebagai emosi dasar terdapat kasih sayang yang seharusnya melampaui amarah yang dapat berakibat buruk bagi orang lain termasuk diri kita.

Selain itu, rasa takut sebagai emosi dasar seharusnya meresponi akibat dari pelampiasan amarah yang dapat melukai secara psikis dan fisik sehingga kecenderungan melakukan kekerasan tidak terjadi.

Karakter anak tidak bisa dibentuk dengan kekerasan

Membentuk karakter anak tidak serta merta dengan cara otoriter atau kekerasan. Meski tidak dapat menyebabkan kematian seperti kejadian yang telah terjadi di Kalimantan itu, anak akan menderita secara psikis dan cacat mental.

Anak yang didik dengan gaya asuh kekerasan cenderung tidak bisa mengendalikan emosi, kurang percaya diri, pemalu, dan tidak mandiri. Oleh karena itu, tidak ada untungnya mendidik anak dengan kekerasan. 

Kesimpulan

Sebagai orang tua, seharusnya kita lebih dewasa dalam menyikapi perilaku anak bahkan hal yang benar-benar mengundang amarah karena selain menjadi ayah dan ibu, orang tua juga menjadi guru yang mendidik karakter anak-anak.

Selain itu, orang tua berperan sebagai mediator dalam keluarga yang berhak menangani masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga.

Ingat!

Bungkuslah amarahmu dengan kasih sayang sehingga amarah yang engkau lampiaskan bukan karena benci tetapi karena kasih sayang. Ketika hal itu anda lakukan, sejatinya anda tidak akan cenderung melakukan hal yang dapat melukai orang lain.

Salam!!!

Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun