Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Listrik Padam di Jakarta "Diliput", Sementara di Timur Indonesia "Luput"

6 Agustus 2019   21:03 Diperbarui: 8 Agustus 2019   02:00 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lampu padam-Shutterstock

"Kelebihan air di Jakarta diliput tetapi kekurangan air di Timur luput"

Sepenggal frasa comedi dari Comedian Abdur Arsyad di panggung Stand Up Comedi Indonesia 4 yang mengundang tawa dan tepuk tangan meriah dari penonton.

Frasa tersebut bertujuan menyinggung pemerintah dan media yang selalu perhatian dengan masalah-masalah sosial di Jakarta tetapi masalah-masalah sosial di Indonesia Timur terlihat diabaikan.

Bahkan, Abdur mengatakan bahwa mungkin banjir Jakarta merugikan negara dengan jumlah triliunan rupiah sedangkan di Timur tidak.

Ia mencontohkan meletusnya gunung berapi Rokatenda di Flores yang hampir tidak dilirik oleh media dan pemerintah. Menurutnya, karena Rokatenda hanya merugikan negara sebesar seribu rupiah yaitu dua koin 500 untuk tutup telinga. Hehehe.

Entah benar atau tidaknya kasus Rokatenda, bagi penulis apa yang dikatakan oleh Abdur bukan sebuah kalimat subjektif untuk mendapatkan sambutan tawa di panggung Stand Up Comedi tetapi merupakan sebuah realita.

Buktinya, baru saja terjadi pemadaman listrik di wilayah Jabodetabek dan sebagian besar pulau Pulau Jawa pada Minggu (4/8/2019) hingga Senin (5/8/2019) heboh dan menjadi berita paling populer di semua media.

Bahkan, biasanya kompas.com yang menyediakan rubrik berita-berita populer, dipenuhi oleh berita pemadaman listrik di Jabodetabek dan sebagian Pulau Jawa karena diburu oleh pembaca termasuk saya sendiri.

Memang pemadaman listrik ini mengakibatkan kerugian negara sebesar triliunan rupiah. Terjadi kemacetan ekonomi bahkan dikatakan lumpuh sementara.

Namun, hebohnya warga Indonesia terkait dengan pemadaman listrik di Jawa adalah sesuatu yang lucu bagi orang Indonesia timur. Mengapa? Listrik padam adalah hal biasa.

Di Jawa, Jika listrik padam maka Dirut PLN dimarahi oleh Jokowi tetapi di Timur, jika listrik padam maka bapak dimarahi mama karena tidak siap lilin.

"Sudah tahu biasa listrik padam tapi tidak beli lilin" kata mama.

Wajar jika Jokowi marah kepada direktur PLN yang dinilai tidak ada contingensy plan dalam menghadapi kasus seperti ini. Bahkan, kementerian akan menyiapkan kompensasi untuk menggantikan kerugian pelanggan.

Jokowi marah? Tidak salah. Ada kompensasi untuk menggantikan kerugian pelanggan? Tidak salah.

Karena memang pemadaman listrik mengakibatkan kerugian yang sangat besar dibandingkan dengan pemadaman listrik di wilayah Indonesia Timur yang hanya merugikan negara sebesar seribu rupiah yaitu dua koin 500 rupiah untuk tutup telinga.

Di Indonesia Timur, listrik padam berhari-hari itu biasa toh minggu atau bulan berikutnya pasti menyala. Siapa yang marah? Tidak ada. Pelanggan hanya diam menunggu kapan kembali normal. Bahkan, pelanggan tidak menuntut kompensasi karena kerugian.

Sejak kapan Jokowi marah karena listrik di NTT padam? Atau di Papua padam? Jangankan marah, tanya saja mengapa mati belum pernah. Ataukah mungkin masih meminimalisir kerugian negara dengan dua koin 500?

Bukan hanya listrik, air minum di ratusan pedalaman susah diperoleh tapi mereka masih berjuang mencari air demi bertahan hidup. Siapa yang liput? Siapa yang marah?

Baca: Jalan Panjang Mencari Air di Desa Mauleum NTT

Pernahkah kementrian PUPR dimarahi? Pernahkah Jokowi memarahi kepala desa yang dipercaya mengelola uang sebesar 1 miliyar lebih?

Atau mungkin pernah dimarahi tapi saya yang tidak pernah membaca beritanya?

Ataukah seluruh masalah-masalah sosial di Indonesia Timur diliput tetapi saya tidak pernah membacanya?

Ya sudah, memang segala sesuatu di Jakarta diliput tetapi di Timur luput. Ah lupakan saja, ini hanya suara recehan dari kaum minoritas.

Saya hanya mau berpesan, kalau listrik padam, jangan lebay. Biasa aja. Oke, dia tidak memiliki kontingensi plan tetapi bagi saya kerjanya kurang dihargai.

Banyak yang sibuk mengecamnya, mengatakan kerjanya tidak becus.

Mari kita belajar melihat resiko yang mereka hadapi. Jangankan hujan seharian menghapus panas setahun.

Salam!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun