Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jalan Panjang Mencari Air di Desa Mauleum, NTT (Bagian 1)

29 Mei 2019   06:58 Diperbarui: 17 Juli 2019   09:18 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Boleh lapar, tapi tidak boleh haus

Kira-kira itulah frasa yang paling tepat untuk menggambarkan pentingnya air minum bagi kehidupan makhluk hidup khususnya manusia. Kurang lebih 80% tubuh manusia terdiri dari air.

Air berperan penting dalam proses metabolisme, respirasi dan pencernaan dalam tubuh manusia. Selain itu, air berguna untuk mencegah resiko dehidrasi pada manusia. Bukan hanya itu, pentingnya air untuk segi kehidupan yang lain cukup vital seperti pertanian, peternakan, MCK dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, usaha manusia untuk memperoleh air menjadi prioritas dalam aktivitas sehari-hari. Seberapa sulitnya air, manusia akan berusaha memperolehnya.

Setelah wisuda pada Juli 2018, saya dikontrak untuk mengajar di salah satu sekolah di Desa Mauleum, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.

Bulan Juli hingga Desember adalah periode yang menakutkan bagi mereka yang baru pertama kali tinggal di Desa Mauleum. Alasannya adalah periode ini benar-benar puluhan sumber mata air menjadi kering dan mata air yang bertahan pun dihitung dengan jari dengan debit yang sangat kecil.

Mata air yang bertahan pun jauh dari lokasi perumahan masyarakat. Biasanya, ditempuh dengan berjalan kaki. Tempat untuk mengambil air yang digunakan adalah jerigen yang diikatkan dengan tali untuk dipikul menggunakan kayu. 

Yah, itu biasa bagi mereka yang hidup di kampung tetapi usaha untuk mendapatkan air minum memprihatinkan.

Antrian panjang selalu tercipta di pagi hari dan sore hari. Pagi hari, dimulai pada pukul 04.00 hingga matahari terbit. Anak-anak sekolah mendominasi antrian mengingat mereka harus mendapatkan air untuk mandi. 

Tak heran, antrian yang lama mengakibatkan anak-anak sering terlambat sekolah atau jika tidak, dipastikan mereka tidak mandi.

Selama hampir setengah tahun, masyarakat sekitar dipaksa untuk membeli air minum yang dijual oleh beberapa mobil angkutan barang (Pick up) dengan harga Rp 2.500/liter untuk keperluan makan, minum, mandi dan cuci. Karena kondisi itu, mereka terpaksa harus berada dalam sebuah antrian yang memakan waktu cukup lama dan meninggalkan banyak pekerjaan demi segelas air minum.

 

Air yang melayani 1/2 masyarakat Desa Tliu dan 1/4 masyarakat Desa Mauleum (Dokumentasi pribadi)
Air yang melayani 1/2 masyarakat Desa Tliu dan 1/4 masyarakat Desa Mauleum (Dokumentasi pribadi)
Setelah musim kemarau selesai. Masyarakat dengan senang hati menyambut musim hujan. Musim di mana air berkelimpahan di beberapa lokasi tetapi untuk lokasi tempat tinggal saya, satu-satunya mata air yang bisa menolong adalah air galian yang dibuat dipinggiran sungai. 

Akibatnya jika hujan dan banjir, mata air akan tertutup oleh banjir dan masyarakat menunggu sampai banjir selesai, dan setelah itu barulah mereka membuat sebuah mata air yang baru. Jika curah hujan berkepanjangan, maka air hujan digunakan untuk keperluan mandi bahkan makan dan minum.

Oleh karena itu, ada beberapa bantuan untuk pembuatan sumur bor. Awalnya, keberadaan air dideteksi menggunakan geolistrik. Setelah mendapatkan titik air, pengeboran mulai dilakukan pada bulan November dengan kedalaman 70-an meter, namun yang terjadi kesia-siaan.

 

Pekerjaan sumur bor yang kedua kalinya (Dokumentasi pribadi)
Pekerjaan sumur bor yang kedua kalinya (Dokumentasi pribadi)
Setelah ditinjau kembali, pengeboran kembali dilakukan. Sampai dengan saat ini, kedalaman sudah mencapai 40-an meter tetapi hasilnya masih nihil. 

Rencana kedalaman akan mencapai 100 meter tetapi pekerjaan masih mandek karena air untuk pengeboran harus diambil dari Kota Soe dengan jarak kurang lebih 50-an KM.

 

Mobil Tank Pengambil air untuk sumur bor (Dokumentasi pribadi)
Mobil Tank Pengambil air untuk sumur bor (Dokumentasi pribadi)
Ada beberapa LSM yang datang lagi untuk memberi bantuan air bersih. Mereka kembali mendeteksi daerah sekitar tempat pengeboran. Hasilnya adalah mustahil mendapatkan air di tempat ini karena tanah tersebut adalah tanah kapur. 

Usaha lainnya adalah mengalirkan sebuah mata air yang biasanya bertahan ketika musim kemarau. Namun, sampai dengan saat ini belum terealisasi karena mata air tersebut pernah dimanfaatkan oleh PLAN Indonesia untuk dialirkan ke perumahan masyarakat tetapi pipa penyalur dipotong dan dihancurkan oleh oknum yang tak dikenal.

Hal ini menjadi ketakutan tersendiri bagi LSM yang membantu karena mereka tidak ingin hal yang sama terjadi lagi.

Untuk mendapatkan air bersih melalui pembuatan sumur bor, masyarakat membutuhkan mukjizat. Jika air tidak ditemukan maka dipastikan penderitaan masyarakat akan terus berlanjut.

Pembelian air sudah mulai dilakukan. Biasanya Oktober (Puncak Kemarau), mobil penjual air tidak mampu melayani semua masyarakat dalam sehari. 

Di suatu waktu, pada tahun 2011, berdasarkan cerita dari seorang warga di desa ini bahwa puluhan ekor ternaknya mati kehausan.

Kekurangan air bersih di desa ini menjadi momok bagi kemajuan pertanian dan peternakan. Pengembangan pertanian sulit dilakukan karena ketersediaan air masih sangat minim dan tidak ada untuk beberapa tempat.

Mauleum, Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT

Mauleum, 29 Mei 2019

Neno Anderias Salukh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun