Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Arswendo Atmowiloto, "Sang Maestro Sastra" yang Menginspirasi

19 Juli 2019   20:53 Diperbarui: 20 Juli 2019   08:56 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arswendo Atmowiloto-KOMPAS/ARBAIN RAMBEY

Berkat itu, ia pernah memimpin Bengkel Sastra Pusat Kesenian Jawa Tengah, di Solo pada tahun 1972 dan memimpin redaksi Hai, Monitor, dan Senang.

Selain itu, ia pun aktif sebagai wartawan Kompas dan pernah mengelola tabloid Bintang Indonesia. Kemudian ia mendirikan PT Atmo Bismo Sangotrah, yang memayungi sedikitnya tiga media cetak: tabloid anak Bianglala, Ina (kemudian jadi Ino), serta tabloid Pro-TV.

Pria penerima hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K tahun 1981, 1985, dan 1987 ini pernah terlibat dalam sebuah kasus kontroversial dalam jajak pendapat siapa tokoh pembaca.

Dalam jajak pendapat tersebut, Arswendo terpilih menjadi tokoh nomor 10, satu tingkat di atas Nabi Muhammad yang terpilih menjadi tokoh nomor 11.

Hal tersebut menimbulkan reaksi dari umat muslim. Akibatnya, Arswendo harus menjalani masa hidupnya selama lima tahun dipenjara. Banyak yang beranggapan bahwa kasus ini terkait dengan motif Arswendo mulanya beragama Islam, namun berpindah agama menjadi Katholik mengikuti agama sang istri. Akan tetapi, hal tersebut dianggap sebatas hanya isu recehan karena kasus ini merupakan penghinaan terhadap Nabi Muhammad.

Menarik, Penjara bukan menjadi halangan untuk menulis, ia tetap berkarya sebagai seorang sastrawan dan jurnalis meskipun hidupnya hanya dibalik jeruji besi.

Arswendo merintis karirnya sebagai sastrawan dengan cerpen pertamanya berjudul "Sleko" pada tahun 1971. Selama hidupnya ia menghasilkan 54 karya sastra yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia pecinta sastra. 

Uniknya, dari 50an judul karyanya, terkadang ia publikasikan menggunakan nama samaran seperti Said Saat dan B.M.D Harahap.

Hebatnya, baru setahun berkarya di dunia sastra, ia diganjar dengan penghargaan Hadiah Zakse (1972) untuk esainya yang berjudul "Buyung Hok dalam Kreativitas Kompromi".

Bukan hanya itu, Arswendo Atmowiloto meraih banyak penghargaan karena kehebatannya dalam dunia sastra.

Pada tanggal 19 Juli 2019, Indonesia harus rela kehilangan Sang Maestro Sastra setelah menderita kanker prostat selama dua bulan. Kepergiannya memang menimbulkan luka tetapi meninggalkan jejak yang manis. Bagaimanapun itu, Arswendo Atmowiloto tetap menjadi bagian dari sejarah perkembangan sastra di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun