Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Suara Anda Lebih dari Segalanya

12 April 2019   18:44 Diperbarui: 12 April 2019   19:23 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.nu.or.id

Pemilihan umum atau Pemilu memiliki fungsi sebagai sarana pengawasan bagi rakyat terhadap wakilnya. Maka perlu terciptanya Pemilu yang luber dan jurdil.

Istilah ini luber sudah diberlakukan sejak zaman Orde Baru, zamannya Pak Harto. Luber berarti langsung, umum, bebas dan rahasia. Kemudian di era reformasi muncul lagi istilah jurdil yang berarti jujur dan adil.

Pemilu menjadi panggung bagi para politisi untuk memperagakan drama mereka. Tujuannya untuk mencapai kepentingan masyarakat walaupun kadang untuk kepentingan mereka sendiri.

Salah satu bentuk drama yang mereka peragakan adalah kampanye. Kampanye merupakan sebuah usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang untuk mendapatkan pencapaian dukungan dari beberapa kalangan masyarakat. 

Kampanye tentunya diizinkan oleh hukum yang diatur dalam Undang-Undang Komisi Pemilihan Umum No. 14 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kampanye Pemilihan Umum. Artinya kampanye perlu dilakukan dalam kepentingan politik, misalnya kampanye Pemilu dan kampanye Pilkada.

Namun, tidak dipungkiri bahwa Kampanye bisa bersifat positif ataupun negatif. Kampanye positif tentunya menjadi harapan dari KPU dan seluruh masyarakat Indonesia agar terciptanya Pemilu yang LUBER dan JURDIL. Namun, kampanye negatif selalu ada dan menjadi budaya berpolitik orang Indonesia. Salah satunya adalah money politic atau lebih banyak dikenal dengan politik uang.

Politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang atau sekelompok orang supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih dari hati nurani pada saat pemilihan umum. Tujuannya untuk untuk menguntungkan pelaku politik uang tersebut. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang.

Tentunya politik uang ini merupakan kampanye negatif yang melanggar Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 bahwa  "Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu."

Sebagai upaya memperkuat Undang-Undang di atas maka di rancanglah Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang pembentukan Badan Pengawasan Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Perpanjangan tangan Badan Pengawasan Pemilu sampai ke desa-desa. Harapannya tidak sedikit ruang untuk para politikus mempraktikkan money politik. Namun, saya setuju dengan Kepala Sekolah SMA saya dulu bahwa "Pencuri lebih pintar dari polisi". Mereka akan dengan segala cara untuk lolos dan melakukan apa yang menjadi tujuan mereka.

Oleh karena itu, pengawasan pemilu bukan hanya tanggung jawab Bawaslu tetapi merupakan tanggung jawab kita bersama. Sebagai masyarakat, kita harus menolak politik uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun