Raden said mengetahui hal ini, karena beliau memiliki sikap mudah bergaul dengan siapa pun. Lalu beliau meminta ayahnya untuk menghentikan penarikan pajak tersebut.
Raden Said   : Nuwun sewu, ayah kalau boleh penarikan pajak rakyat dikurangi saja.
Ayah        : Betul anakku, ayah juga kasihan sekali melihat penderitaan mereka. Tetapi ayah hanya seorang adipati. Ayah tidak bisa berbuat banyak. Maafkan ayah, anakku.
Mendengar hal itu, Raden Said berjanji akan tetap berusaha meringankan beban rakyat. Yaitu dengan cara mencuri harta dari para penguasa. Beliau menggunakan pakaian serba hitam dan topeng. Beliau melakukannya di malam hari. Hasil curian tersebut lalu dibagikan kepada rakyat.
Hadirin yang dirahmati Alloh. Pada suatu hari Raden Said difitnah seseorang. Beliau dianggap telah menyakiti seorang anak kecil. Dari kejadian tersebut ayahnya marah.
Ayah        : Hei Raden Said keluar kamu dari kadipaten ini!!!!! Jangan injakkan kakimu di sini kecuali kamu bisa melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an yang bisa menggetarkan dinding istana.
Raden Said   : Ta,,,, tapi aku tidak bersalah yah. Jangan hukum aku. Aku hanya membela kaum lemah.
Ayah        : Keluar kamu Said !!!!
Raden Said pun pergi, dan hidup terlunta-lunta. Hingga Raden Said bertemu dengan Sunan Bonang yang berjubah putih serta membawa tongkat yang berkilauan.
Sunan Bonang      : Wahai anak muda, janganlah kamu mencuri. Itu perbuatan yang tidak baik. Bila kamu  mencuri, dan membagikan harta itu untuk orang miskin sama saja kamu mencuci baju dengan air kencing.
Raden Said pun tersadar, bahwa perbuatannya selama ini tidak terpuji. Kemudian beliau pun belajar kepada Sunan Bonang.