Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemilu 2024, Kasus Kematian Petugas KPPS di Pemilu 2019 Jangan Terulang!

7 Februari 2024   20:15 Diperbarui: 7 Februari 2024   20:40 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahesa Paranadipa (dokumen pribadi)

Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Mahesa Paranadipa menyoroti jaminan keselamatan dan kesehatan yang diberikan kepada petugas KPPS. Apalagi ketika mendaftar, mereka tidak disyaratkan harus menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Memang ada persyaratan surat keterangan sehat bagi petugas KPPS. Namun, sayangnya, tidak dilengkapi dengan surat pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki penyakit penyerta (komorbiditas). 

Karena berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, faktor penyebab kesakitan dan kematian dari aspek individu karena tingginya proporsi petugas berusia di atas 60 tahun dan memiliki riwayat penyakit saluran pencernaan dan komorbid lainnya.

"Penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes mellitus, ginjal, tuberkulosis, stroke, kanker, penyakit jantung, ginjal, hati, paru, dan penyakit imun, memang penyakit yang berisiko cukup tinggi kalau dipaksakan dengan beban kerja yang berat," ucapnya.

Mahesa pun merekomendasikan agar KPU memastikan skrining telah dijalani oleh seluruh petugas untuk meminimalkan risiko, terutama petugas dengan kategori sedang-berat. Perlu juga sosialiasi dan edukasi terkait keselamatan kerja untuk menekan terjadinya peristiwa yang tak diharapkan.

Sementara itu, M. Subuh, Ketua Umum Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes),
menganggap regulasi yang sudah dibuat tidak serta merta menyelesaikan permasalahan jika tidak ditindaklanjuti secara fokus dan serius. Misalnya pada proses seleksi anggota KPPS yang dianggapnya baru optimal, belum maksimal.

Termasuk juga bagaimana membuat perencanaan yang komprehensif terkait proses pemeriksaan calon anggota KPPS, membuat roadmap standar pemeriksaan kesehatan, serta memperkuat kerja sama lintas sektoral, khususnya dengan pelayanan kesehatan untuk melaksanakan kegiatan pemeriksaan kesehatan -- Dinkes, Faskes, BPJS Kesehatan, BPJS Tenaga Kerja.

Wishnu Pramudito Sp.B, Ketua Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) menambahkan, selain memperbaiki regulasi, penanganan emergensi saat penyelenggaraan Pemilu 2024 juga perlu dipersiapkan dengan baik, sehingga kejadian jatuhnya korban pada Pemilu 2019 bisa diantisipasi lebih baik. 

"Kenapa bisa mengalami kematian? Penyebabnya apa? Kita menduga
karena burn-out. Ibaratnya kalau mesin kita paksa dengan kemampuan maksimal, karena kepanasan, ya akhirnya berhenti," tandasnya. 

Untuk itu, Wishnu menyarankan agar dilakukan pengaturan kerja petugas KPPS, dengan cara pergantian kerja. Perlu juga pelatihan Basic Life Support (BLS) yang bisa menangani kejadian tidak terduga di lokasi. Seperti bagaimana menangani henti jantung dan henti napas oleh orang awam terlatih, tanpa menggunakan obat atau peralatan medis khusus.

Pada diskusi yang cukup hangat itu semua narasumber sepakat bahwa segala langkah harus dilakukan untuk mencegah peristiwa kematian anggota KPPS berulang pada Pemilu 2024. Jangan anggap kematian anggota KPPS adalah hal biasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun